Atas anugerah dari Ida Batari Dewi Danu di Batur, Kintamani, Bangli, nama tempat payogan ini menjadi Pura Gunung Lebah. Maka pura ini pun kini menjadi Pura Payogan Agung Gunung Lebah. |
Atas anugerah dari Ida Batari Dewi Danu di Batur, Kintamani, Bangli, nama tempat payogan ini menjadi Pura Gunung Lebah. Maka pura ini pun kini menjadi Pura Payogan Agung Gunung Lebah.
PURA Gunung Lebah, Desa Pakraman Ubud, Kelurahan/Kecamatan Ubud, Gianyar terletak di sisi utara Tukad Campuhan (pertemuan). Campuhan ini pertemuan air dari Tukad Wos Lanang dan Wadon dengan delta/gundukan Pura Gunung Lebah. Para tokoh masyarakat di Ubud, sangat meyakini pura ini adalah cikal bakal sekaligus magnet bagi Ubud hingga digemari banyak turis.
Ida Batara-batari di Pura Gunung Lebah katuran Pujawali pada Buda Kliwon Sinta, Rabu (21/3), dan Panyineban, Saniscara Pon Sinta, Sabtu (24/3).
Pujawali ini ditandai sekitar 25 tapakan Barong/Rangda Ida Batara-batari dari sejumlah pura di kawasan Ubud, hingga Pura Payogan Agung, Desa Ketewel, Kecamatan Sukawati, Gianyar.
Meskipun letaknya di lembah sungai, kiblat pura ini tetap ke arah gunung yaitu Gunung Batur, Kintamani Bangli. Menurut Markandeya Purana, sebelum bernama Pura Gunung Lebah, pura ini bernama Pura Payogan. Nama Payogan karena lokasi ini merupakan salah satu tempat Maha Rsi Markendeya melakukan tapa yoga. Selanjutnya atas anugerah dari Ida Batari Dewi Danu di Batur, Kintamani, Bangli nama tempat payogan ini menjadi Pura Gunung Lebah. Maka pura ini pun kini menjadi Pura Payogan Agung Gunung Lebah.
Pangempon Pura Gunung Lebah Tjokorda Gde Raka Sukawati alias Cok De mengatakan, berdasarkan sejarah selain membangun Pura Gunung Lebah, Maha Rsi Markandeya juga menjadi pioner pembangunan subak (sistem irigasi subak) di Bali. Hal ini ditandai dengan Sang Rsi dengan para pengiringnya merambah hutan untuk membangun perkampungan dan membuka hutan menjadi ladang pertanian untuk para pengiringnya. Dengan keberadaan subak yang sangat membutuhkan air, maka Pura Gunung Lebah yang dibangun Sang Rsi menjadi penyawangan dari Ida Batara-batari yang berstana di Batur, Kintamani, Bangli. ‘’Setelah tapa yoga dan pembangunan Pura Gunung Lebah ini Maha Rsi Markandeya melanjutkan ngalinggihang (menanam spirit kesucian) Panca Datu di Pura Basukian atau Besakih, Karangasem,’’ ujar ‘arsitek’ Bade asal Puri Agung Ubud ini.
Cok De mengatakan, keberadaan sungai atau Tukad Wos yang mengapit Pura Gunung Lebah ini tak bisa dipisahkan dari keberadaan di Ubud. Keberadaan itu baik dari nama Ubud itu sendiri, sampai spiritnya kini. Kata Wos menjadi cikal bakal nama desa pakraman atau destinasi ternama di manca negara kini. Dalam lontar Markandeya Purana tertuang uos ngaran usadi. Usadi dimaksud adalah usada, dalam bahasa Bali, Ubad. Dari kata ‘Ubad’ tersebut terlafalkan sesuai ucapan keseharian menjadi ‘Ubud’.
Pura Gunung Lebah ini, awalnya dibangun di Bukit Lebah, ratusan meter ke utara dari posisinya sekarang. Karena rusak parah akibat gejor (gempa terparah) di Bali tahun 1917, pura ini dipindahkan dengan dibangun ulang oleh pihak Kerajaan Ubud di delta Tukad Campuhan sekarang. Pura ini kini disungsung masyarakat Desa Pakraman Ubud dan para petani di sekitar Subak Wos Teben dengan pangempon utama dari Puri Agung Ubud.
sumber : nusabali