DENPASAR - Gubernur Made Mangku Pastika tak pernah menyerah untuk mewujudkan pembangunan Bandara Internasional Bali Utara (Bandara Buleleng), demi terwujudnya memerataan pembangunan Bali Selatan-Bali Utara.
Patahkan presentasi World Bank dan akademisi, Gubernur Pastika pun meminta pemerintah pusat lakukan kajian ulang Bandara Buleleng dengan melibatkan Pemprov Bali.
Gubernur Pastika harus berjibaku memberikan argumentasi guna meyakinkan pemerintah pusat saat diminta lakukan paparan di Kantor Kementerian Koordinator Kemaritiman, Jakarta, Senin (19/3) lalu. Dalam acara yang disertai presentasi hasil kajian oleh World Bank saat itu, Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan juga hadir.
Pastika menyebutkan, setelah pemaparan dirinya hari itu, pemerintah pusat dan World Bank akan mengkaji kembali Bandara Buleleng dengan melibatkan Pemprov Bali dan pihak yang berkompeten. Sebelumnya, World Bank hanya melibatkan akademisi dari Unud saat melakukan survi atau kajian Bandara Buleleng, tanpa melibatkan Pemprov Bali.
“Saya menghadiri presentasi World Bank tentang insfastruktur Bali, bukan hanya masalah airport (bandara). Masalah kereta api dan jalan juga dibahas. Banyak hal terkait kereta api dan jalan yang diungkap dalam pemaparan hari itu. Soal survei Bandara Buleleng, mereka (World Bank) ternyata tidak melibatkan Provinsi Bali dan tokoh masyarakat di Bali,” ungkap Pastika yang dicegat seusai menghadiri sidang paripurna di Gedung DPRD Bali, Niti Mandala Denpasar, Kamis (22/3) siang.
Menurut Pastika, akademisi dari Unud yang dilibatkan bukanlah mewakili lembaga, melainkan perorangan. Karenanya, survei World Bank tersebut tidak bisa dijadikan acuan dan mewakili Bali secara keseluruhan. “Yang dari Unud juga hanya satu orang atas nama perseorangan. Sementara Dinas Perhubungan Provinsi Bali dan tokoh di Bali nggak diajak bicara,” papar mantan Kapolda Bali ini.
Atas kondisi tersebut, Pastika menilai hasil survei World Bank terkait Bandara Buleleng tidak lengkap. “Saya menganggap survei ini tidak lengkap. Belum lagi bicara soal perizinan. Dalam survei itu, Dinas Perubungan nggak dilibatkan, padahal ini sangat strategis. Seharusnya, minta izin dulu, dapat penjelasan Pemprov Bali, karena ini kepentingan rakyat Bali dan kepentingan nasional. Saya sampaikan kepada mereka seperti itu,” cerita Pastika.
Yang mengejutkan, kata Pastika, pihak World Bank tidak menggunakan data yang mendekati valid. World Bank memakai data sekunder tahun 2015. “Datanya saja tahun 2015, lama sekali itu. Sementara Pulau Bali sendiri mengalami perubahan yang sangat cepat. Saya bilang kepada pusat, orang Bali resah gara-gara isu pembatalan pembangunan Bandara Buleleng. Orang Bali resah dan marah juga,” tandas Gubernur asal Desa Sanggalangit, Kecamatan Gerokgak, Buleleng ini.
Menurut Pastika, Bali sudah mimpi puluhan tahun terkait pembangunan Bandara Buleleng. Sebab, Bandara Buleleng adalah solusi pemerataan pembangunan Bali Selatan-Bali Utara. Saat ini, antara Bali Selatan dan Bali Utara terjadi ketimpangan baik dari sisi kehidupan sosial, budaya, maupun titik berat pembangunan pariwisata.
“Sekarang ini titik berat masalahnya, karena pembangunan itu numplek di Bali Selatan. Akibatnya, Bali Utara tidak berkembang. Makanya, kita minta kaji kembali, dengan memahami sejarahnya secara psikologis dan geografis,” katanya.
Pastika menyebutkan, saat presentasi di Kemenko Kemaritiman hari ity, pihak orld Bank sempat melontarkan sanggahan bahwa kalau mau bangun Bandara Buleleng, harus membuat jalan dulu. “Saya bilang, membangun jalan saja nggak cukup. Mereka (World Bank) itu hanya melihat dari sisi aspek bisnis saja, kan nggak fair,” tegas Pastika.
Selain itu, kata Pastika, sudah banyak perusahaan yang siap membangun Bandara Buleleng. “Sekarang saja ada dua perusahaan yang sudah melakukan kajian. Nah, kajian ini nggak menggunakan dana APBN. Banyak perusahaan konsultan yang sudah mengkaji. Sekarang soal kewenangan, Bali nggak ada kewenangan masalah izin. Yang jelas, dari hasil presentasi di Jakarta, World Bank akan datang lagi ke Bali melakukan kajian konkret.”
Terkait solusi alternatif dengan membangun runway Bandara Internasional Ngurah Rai Tuban, Kecamatan Kuta, Badung, menurut Pastika, hal itu bukan persoalan mudah. Membuat runway membutuhkan lahan yang luas. Kalau membangun dua runway Bandara Ngurah Rai, harus melakukan reklamasi. “Kalau reklamasi bagaimana lagi tuh?” tanya Pastika.
Sementara itu, Ketua DPRD Bali Nyoman Adi Wiryatama mengatakan sepakat dilakukan kajian ulang Bandara Buleleng. Sebab, DPRD Bali tidak dilibatkan dalam pengkajian sebelumnya oleh World Bank. “Satu anggota DPRD Bali itu mewakili banyak masyarakat. Ada 55 anggota DPRD Bali perwakilan dari 9 kabupaten/kota lho. Kalau pusat dan World Bank mau mengkaji ulang, kita tunggu. Libatkan DPRD Bali,” tandas politisi PDIP mantan Bupati Tabanan dua poeriode ini saat dikonfirmasi terpisah.
Menurut Adi Wiryatama, Bandara Buleleng sudah nggak bisa ditawar lagi, karena ini menyangkut pertumbuhan ekonomi krama di Bali Utara. Hanya dengan pengembangan infrastruktur, perekonomian itu berkembang. Kalau tidak ada pembangunan, ekonomi masyarakat akan jalan di tempat.
“Makanya, Bandara Buleleng ini sudah menjadi keharusan kita wujudkan. Apalagi, ini sudah tertuang dalam Perda Nomor 16 Tahun 2009 tentang RTRW Provinsi Bali,” kata Adi Wiryatama. Lagipula, menurut Adi Wiryatama, pembangunan Bandara Buleleng bisa digarap tanpa anggaran dari APBN atau APBD, karena sudah banyak yang siap menanamkan modalnya.
sumber : nusabali