SINGARAJA - Para pengungsi kini lebih tenang karena ternak sudah diungsikan dan mereka juga akan diajari mengolah pakan ternak. Lahan 3 Hektare Sudah Terisi Ratusan Ekor Ternak.
Pemerintah akhirnya menyediakan lokasi penampungan hewan ternak milik warga pengungsi di wilayah Kecamatan Tejakula. Lokasi penampungan ini berada beberapa meter dari posko pengungsian di Desa Les, Kecamatan Tejakula, Buleleng. Begitu dibuka, Jumat (29/9) sudah ada sekitar 209 ekor sapi dan puluhan kambing yang ditempatkan di lokasi. Pemilik hewan ternak juga akan diajarkan mengolah pakan ternak sehingga tidak setiap hari mencari rumput.
Lahan yang dijadikan penampungan hewan ternak milik pengungsi merupakan lahan milik perorangan dari luar Desa Les. Luas lahan itu mencapai 3,20 hektare. Lahan ini berada sekitar 100 meter di sisi barat tenda pengungsi. Lahan itu disediakan untuk menampung hewan ternak warga pengungsi, sehingga tidak ada lagi hewan ternak yang ditinggal di desa-desa yang masuk zona rawan erupsi Gunung Agung.
Data sementara, jumlah hewan ternak yang sudah diajak mengungsi oleh warga asal desa-desa di Kecamatan Kubu, Karangsem mencapai 2.512 ekor, rinciannya sapi 1.553 ekor, kambing 385 ekor, babi 191 ekor dan ayam 383 ekor. Jumlah hewan ternak itu baru tercatat diajak mengungsi di wilayah Kecamatan Tejakula, Buleleng.
Diperkirakan masih ada hewan ternak yang belum dibawa mengungsi karena keterbatasan mobil pengangkut, di samping warga pengungsi belum mendapat lahan yang tepat untuk menitip hewan ternaknya di daerah pengungsian.
Nah, kini Pemprov Bali bersama Pemkab Buleleng mulai menyediakan lahan khusus menampung hewan ternak itu. Hanya saja pengungsi yang baru memanfaatkan lahan itu adalah warga yang mengungsi di tenda pengungsian di Desa Les. Karena mereka lebih dekat dengan tenda, sehingga mudah mengawasi dan memberi pakan. Para pengungsi ini sudah menempatkan hewan ternaknya di lokasi penampungan.
Hingga Jumat sore, jumlah hewan ternak yang sudah berada di penampungan mencapai 290 ekor, rinciannya 209 ekor sapi, dan 84 ekor kambing. Selama ini hewan ternak ini dititip warga pengungsi di sejumlah desa seperti Desa Gretek, Tejakula.
Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Pemprov Bali, I Putu Sumantra ditemui di lokasi mengatakan, posko penampungan hewan ternak upaya pemerintah tetap menjaga kelangsungan hidup warga pengungsi yang salama ini menggeluti sebagai peternak sapi, kambing dan babi. Hewan ternak itu merupakan harta benda bagi warga pengungsi, sekaligus tabungan di masa depan. “Dengan posko penampungan ini, warga pengungsi yang nota bene adalah peternak dapat lebih tenang, ada jaminan akan keselamatan hewan ternak mereka. Hewan ternak ini merupakan harta terakhir yang mampu mereka selamatkan,” katanya.
Setelah hewan ternak disediakan tempat penampungan, nantinya para pemilik sapi juga diajarkan membuat pakan ternak olahan dari jerami. Sehingga ketersediaan pakan ternak sapi tercukupi, warga pengungsi juga bisa lebih tenang tidak memikirkan mencari pakan.
Terhadap hewan ternak yang masih tertinggal di desa-desa di Kecamatan Kubu yang masuk zona bahaya, Pemprov Bali menyediakan angkutan untuk mengambil hewan ternak agar bisa diselamatkan.
Pamangku Pura Penataran Agung Besakih Meninggal di Pengungsian
SEMARAPURA - Satu lagi berita duka dari pengungsian bencana Gunung Agung. Kali ini, Pamangku Pura Penataran Agung Besakih, Desa Pakraman Besakih, Kecamatan Rendang, Karangasem, Jro Mangku Istri Darma, 74, meninggal dunia dalam perawatan di RSUD Klungkung, Jumat (29/9) pagi pukul 10.00 Wita. Jro Mangku Istri Darma meninggal dalam status masih dalam pengungsian.
Jro Mangku Istri Darma merupakan pamangku asal Banjar Kiduling Kreteg, Desa Be-sakih, Kecamatan Rendang. Dia menghembuskan napas terakhir akibat penyakit stro-ke yang dideritanya. Pamangku berusia 74 tahun ini meninggal setelah tiga hari dirawat di RSUD Klungkung di Semarapura.
Awalnya, Jro Mangku Istri Darma diboyong keluarganya mengungsi ke Jalan Dewi Sartika Semarapura kawasan Desa Bendul, Kecamatan Klungkung, sejak Kamis (21/9) lalu. Menurut anak dari Jro Mangku Istri Darma, yakni Jro Mangku Kupit, selama berada di pengungsian, awalnya kondisi almarhum cukup baik. Namun, berselang beberapa hari kemudian, kondisi kesehatan Jro Mangku Istri Darma menurun drastis.
Selain karena faktor usia dan memiliki riwayat stroke, diduga kuat kondisi Jro Mangku Istri Darma anjlok akibat banyak beban pikiran saat berada di pengungsian. Itu sebabnya, almarhum dilarikan ke RSUD Klungkung, Rabu (27/9) lalu. Namun, hanya berselang dua hari kemudian, almarhum menghembuskan napas terakhir, Jumat siang pukul 11.00 Wita.
“Kondisi badan beliau saat itu panas, hingga dilarikan ke rumah sakit,” ungkap Jro Mangku Kupit saat ditemui di RSUD Klungkung, Jumat kemarin. Dia menyebutkan, ibundanya yang sudah sepuh dirawat intensif di Ruang VIP RSUD Klungkung. Namun, karena kondisinya sudah parah, nyawa almarhum tidak bisa tertolong lagi.
Hingga tadi malam, jenazah Jro Mangku Istri Darma masih dititipkan di Ruang Jenazah RSUD Klungkung. Karena kondisi kurang kondusif akibat aktivitas vulkanik Gunung Agung, prosesi upacara pengabenan sulit dilakukan di kampung halamannya, Desa Besakih.
Karena itu, kata Jro Mangku Kupit, jenazah ibunya direncanakan akan diabenkan lewat kremasi di wilayah Kabupaten Klungkung pada Saniscara Pon Gumbreg, Sabtu Sabtu (30/9) ini. Hari ini pula akan dituntaskan prosesi ritual nganyut ke segera (laut). “Untuk pelaksanaan prosesi upacaranya, akan dibahas malam ini (tadi malam, Red),” jelas Jro Mangku Kupit.
Jro Mangku Istri Darma sendiri diketahui sudah menderita stroke sejak tahun 2015 lalu. Karenanya, Jro Mangku Mangku Istri Darma tidak terlalu banyak bisa bergerak. Kesehariannya, almarhum hanya duduk di atas kursi roda.
Hal ini juga diakui Juru Bicara Pamangku di Pura Besakih, Jro Mangku Suyasa,, saat dikonfirmasi secara terpisah dari Amlapura, Jumat kemarin. Menurut Jro Mangku Suyasa, almarhum sejak lama sakit.
Bahkan, masuk RSUD Klungkung ini merupakan yang ketiga kalinya almarhum dirawat di rumah sakit. "Memang sakit sejak lama, ditambah kondisi krodit di pengungsian, sehingga kondisinya melemah," jelas Jro Mangku Suyasa.
Masak Nasi 500 Kg Sehari, Petugas Gabungan Kerja Sejak Dinihari
SINGARAJA - Anggota TNI mendapat tugas memasak nasi, sementara petugas BPBD Kabupaten Buleleng kebagian tugas bikin lauk pauk untuk pengungsi korban bencana Gunung Agung di tenda pengungsian Desa Les. Menengok Aktivitas Dapur Umum di Tenda Pengungsian di Desa Les, Kecamatan Tejakula, Buleleng
Ada beragam bentuk aksi kemanusian dalam melayani warga korban bencana Gunung Agung di tenda pengungsian kawasan Desa Les, Kecamatan Tejakula, Buleleng. Salah satu aktivitas kemanusiaan adalah pelayanan dapur umum bagi para pengungsi korban bencana asal kawasan Kecamatan Kubu, Karangasem. Dalam sehari, ada 500 kilogram atau setengah ton beras yang harus dimasak.
Jumlah warga yang mengungsi di tenda pengungsian Desaa Les mencapai 2.000 jiwa. Mereka mengungsi sejak Jumat (22/9) lalu, setelah penetapan status awas (level IV) Gunung Agung). Nah, setiap hari petugas dan relawan harus menyediakan makan bagi semua pengungsi.
Data yang dihimpun, Jumat (29/9), untuk kebutuhan nasi saja petugas harus memasak rata-rata 500 kilogram beras per hari. Sedangkan untuk lauk pauk, dimasak puluhan kilogram, tergatung jenisnya.
Petugas dapur umum di posko pengungsian Desa Les merupakan gabungan dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Buleleng dan anggota TNI AD. Petugas gabungan ini harus menyediakan makan 3 kali sehari bagi para pengungi. Anggota TNI mendapat tugas khusus memasak nasi, sementara anggota BPBD Buleleng kebagian job memasak lauk pauk.
Kendati telah berbagai tugas, petugas gabungan ini tetap nyaris kurang istirahat. Pasalnya, mereka sudah harus memasak sejak dinihari pukul 03.00 Wita dan baru selesai menjalankan tugas malam hari pukul 22.00 Wita, setelah semua perabotan bersih.
Petugas gabungan memasak sejak dinihari untuk menyiapkan sarapan pagi bagi anak-anak di pengungsian. Kalangan anak-anak di pengungsian memang diutamakan mendapat sarapan pagi, karena banyak dari mereka yang bersekolah di sekolah terdekat. Usai menyediakan sarapan buat anak-anak, petugas masih terus berkutat memasak untuk persiapan makan siang bagi seluruh warga pungungsi.
Setelah makan siang selesai, petugas gabungan BPBD dan TNI masih tetap harus berada di dapur umum, untuk menyiapkan menu makan malam. Jadwal makan malam ditetapkan sekitar pukul 19.00 Wita, sehingga seluruh menu sudah harus siap beberapa menit sebelumnya.
“Kami mulai memasak dinihari. Kami utamakan dulu siapkan sarapan untuk anak-anak sekolah, karena pagi pukul 07.00 Wita mereka sudah harus makan sebelum berangkat ke sekolah,” ungkap anggota Tim Reaksi Cepat (TRC) BPBD Buleleng, Made Ardika, yang ditemui NusaBali di dapur umum tenda pengungsian Desa Les, Jumat kemarin.
Warga yang mengungsi ke Desa les sendiri berasal dari sejumah desa wilayah Kecamatan Kubu, Karangasem, seperti Desa Ban, Dedsa Dukuh, dan Desa Sukadana. Mereka sudah berada di tenda pengungsian sejak 21 September 2017 lalu. Jumlah mereka terus bertambah seiring status Awas Gunung Agung.
Data terakhir hingga Jumat kemarin, jumlah warga di pengungsian Desa Les sudah mencapai 2.002 jiwa. Desa asal mereka memang masuk dalam zona merah alias KRB (Kawasan Rawan Bencana) Gunung Agung.
Sedangkan petugas gabungan BPBD Buleleng dan TNI mulai menyiapkan makanan untuk warga di pengungsian Desa Les, sejak Minggu (24/9). Sedangkan sebelumnya, ada warga Desa Les dibantu PKK setempat memberi sumbangan makanan tiap hari bagi pengungsi. Selain itu, lampu penerangan juga baru terpasang di lokasi pengungsian, Sabtu (23/9) lalu.
Nah, sejak ditangani petugas gabungan, terlihat aktivitas di dapur umum begitu padat sejak dinihari hingga malam. Selain menyiapkan makan bagi pengungsi, petugas gabungan juga melayani warga yang meminta air hangat. Selain itu, juga ada aktivitas pelayanan kesehatan.
“Setelah sarapan bagi anak-anak, kami mulai menyiapkan makan untuk semua pengungsi. Sebab, waktu makan siang jam 11 (pukul 11.00 Wita). Setalah itu, kami lanjut menyiapkan makan malam pukul 19.00 Wita,” tandas Made Ardika.
Sementara itu, Kabid Kedaruratan BPBD Buleleng, Ketut Sensus, mengaku pihaknya sangat terbantu oleh anggota TNI dalam menyiapkan makan bagi para pengungsi korban bencana Gunung Agung. Anggota TNI khusus ambil tugas memasak nasi.
Namun demikian, untuk menyiapkan lauk pauk bagi pengungsi, Ketut Sensus mengaku masih kewalahan. Selain keterbatasan jumlah personel, anggota TRC BPBD Buleleng yang ditugaskan juga tidak begitu ahli dalam memasak. “Anggota di sini hanya 15 orang, semunya kerja full dari pagi sampai malam. Jadi, kadang kami tidak sempat istirahat. Kami sangat kewalahan terutama saat memasak dinihari untuk menyiapkan makan pagi bagi anak-anak,” ujar Ketut Sensus.
Menurut Ketut Sensus, pihaknya kewalahan memasak untuk makan pagi, karena belum belum banyak relawan yang membantunya. Relawan baru datang membantu saat siang hari. Di samping itu, tidak semua personel BPBD di pos pengungsian Desa Les bekerja di dapur umum.
“Mereka juga ikut membantu mengatur penempatan bantuan dari warga. Di samping itu, mereka juga harus bergerak cepat ketika ada kegiatan-kegiaran lain mendistribusikan bantuan,” papar Ketut Sensus.
Pengungsi dari 51 Desa Akan Dipulangkan
AMLAPURA - Gubernur Pastika tegaskan hanya warga dari 27 desa di KRB III dan KRB II yang wajib mengungsi. Kawah Gunung Agung Keluarkan Asap Putih Pertanda Siap Meletus.
Inilah keputusan yang diambil Gubernur Made Mangku Pastika terkait melubernya pengungsi korban bencana Gunung Agung ke sembilan kabupaten/kota se-Bali. Pengungsi dari 51 desa di Karangasem akan dipulangkan ke rumahnya masing-masing. Sedangkan yang wajib mengungsi hanya warga dari 27 desa dari wilayah KRB (Kawasan Rawan Bencana) III dan KRB II.
Penegasan ini disampaikan Gubernur Pastika saat melakukan sosialisasi hasil rapat koordinasi kesiapsiagaan bencana Gunung Agung di ruang rapat Posko Induk Pelabuhan Tanah Ampo, Desa Ulakan, Kecamatan, Jumat (29/9). Gubernur Pastika menyebutkan, jumlah pengungsi dari hasil pemetaan sebelumnya diperkirakan hanya mencapai 70.000 jiwa. Mereka berada di desa-desa KRB III dan KRB II.
Namun faktanya, hingga Jumat (29/9) jumlah pengungsi asal Karangasem yang tersebar di 9 kabupaten/kota se-Bali jumlahnya mencapai 144.389 jiwa. Pemerintah pun kembali melakukan evaluasi agar di tahapan rekonsiliasi, sudah ada validasi data pengungsi akurat yang kemudian akan mendapatkan penanganan secara berkelanjutan.
Berdasarkan evaluasi tersebut, hanya 27 desa yang berada di wilayah KRB II dan KRB III yang dinyatakan wajib mengungsi dan harus segera mengosongkan tempat tinggalnya. Sedangkan pengungsi dari 51 desa lainnya akan dipulangkan ke rumahnya masing-masing.
"Yang wajib mengungsi adalah mereka yang berada di KRB III dan KRB II, jumlahnya diperkirakan sekitar 70.000 orang. Mereka sudah harus mengosongkan tempat tinggalnya. Jika saat ini terdapat lebih dari 140.000 pengungsi, itu berarti ada warga yang berada di kawasan aman yang ikut mengungsi,” tegas Pastika. “Jadi, ada 51 desa yang warganya akan dipulangkan ke rumah masing-masing, karena tidak ada alasan bagi mereka untuk mengungsi,” lanjut Gubernur yang setiap hari terjun ke lokasi pengungsian.
Pastika menyebutkan, pemerintah akan menyiapkan segala fasilitas yang diperlukan untuk memulangkan para pengungsi dari 51 desa di luar KRB III dan KRB II tersebut. Pastika menjamin warga bersangkutan aman di tempat tinggalnya. Mereka diberi waktu seminggu ke depan untuk pulang ke desanya masing-masing.
“Pada tahapan rekonsiliasi setelah tahap evakuasi, seharusnya kita sudah memiliki validasi data pengungsi. Untuk itu, saya kasi waktu seminggu untuk memulangkan mereka. Saya jamin warga aman. Kalaupun Gunung Agung meletus, mereka hanya terkena dampak abu vulkanik, dan lahar dingin hanya terjadi jika saat letusan dibarengi hujan. Saat letusan, kita akan tetap lakukan pengamanan,” tandas mantan Kapolda Bali dan Kalakhar BNN ini.
Sedangkan para pengungsi dari 27 desa KRB III dan KRB II, kata Pastika, nantinya akan ditampung di posko-posko yang memanfaatkan wantilan, bale banjar, kantor desa, gedung serba guna, maupun gedung olahraga (GOR) yang sepenuhnya berada di wilayah Kabupaten Karangasem. Hal ini untuk mempermudah koordinasi dan penyaluran logistik.
“Dan, yang terpenting demi kenyamanan warga pengungsi. Bayangkan, bagaimana kondisi mereka jika harus berada di tenda pengungsian dalam jangka waktu lama, bagaimana kesehatan mereka? Saat siang panas dan berdebu, saat hujan ya kebanjiran. Nah, jika sudah di wantilan, mereka akan lebih nyaman. Pemilik wantilan harus siap dan bersedia menerima. Nanti akan disiapkan fasilitasnya, kita akan sediakan tandon air dan sebagainya,” papar Pastika yang kemarin didampingi Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Wagub Bali Ketut Sudikerta, dan Bupati Karangasem I Gusti Ayu Mas Sumatri.
Dari 27 desa KRB III ddan KRB III yang wajib mengungsi, 7 di antaranya berada di Kecamatan Kubu, yakni Desa Tulamben, Desa Kubu, Desa Dukuh, Desa Baturinggit, Desa Sukadana, Desa Ban, dan Desa Tianyar. Sementara 5 desa berada di Kecamatan Abang, yakni Desa Pidpid, Desa Nawekerti, Desa Kesimpar, Desa Datah, dan Desa Ababi. Sedangkan 5 di berada di Kecamatan Selat, Desa Duda Utara, Desa Amerta Bhuana, Desa Sebudi, Desa Peringsari, dan Desa Muncan.
Selanjutnya, 3 desa di Kecamatan Karangasem (sebagian Kelurahan Padangkerta, sebagian Kelurahan Subagan, sebagian Kelurahan Karangasem), 4 desa di Kecamatan Bebandem (Desa Buwana Giri, Desa Budekeling, Desa Bebandem, Desa Jungutan), serta 3 desa di Kecamatan Rendang (Desa Besakih, Desa Menanga, dan Desa Pempatan).
Pada bagian lain, Pastika juga menyoroti keberadaan para Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemkab Karangasem, yang diinstruksikan untuk segera kembali ke posnya masing-masing dan mulai beraktivitas seperti biasa guna memberikan pelayanan kepada masyarakat. “Kepada Bupati, tolong beri tindakan tegas jika masih ada yang tidak melaksanakan tugas. Mereka harus tetap memberikan pelayanan, karena seperti hasil koordinasi, Kota Amlapura termasuk kawasan aman.”
Sementara itu, asap putih cukup tinggi di puncak Gunung Agung terlihat dari Pos Pengamatan Gunung Agung, sejak Jumat pagi. Berdasarkan informasi dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kementerian ESDM, asap putih keluar dari kawah Gunung Agung sejak pukul 00.00 Wita. Asap tersebut berintensitas tinggi hingga tipis dengan ketinggian 50-200 meter dari kawah Gunung Agung.
Keluarnya asap ini membuat PVMBG mengeluarkan Volcano Observatory Notice for Aviation (VONA) berwarna oranye. VONA tersebut sebagai rekomendasi untuk pesawat-pesawat agar terbang menjauhi area Gunung Agung. Berdasarkan VONA tersebut, asap putih teramati setinggi 100 meter dari kawah dan mengarah ke barat mengikuti angin. Namun, tidak teramati adanya material vulkanik selain asap tersebut.
Kepala Bidang Mitigasi Gunung Api PVMBG, I Gede Suantika, menyatakan Gunung Agung sudah menunjukkan tanda-tanda kritis yang mengarah ke persiapan untuk meletus. "Gempa vulkanik dangkalnya juga meningkat, sekarang masih 300-an. Artinya, Gunung Agung kritis dan sudah siap meletus," ujar Suantika dilansir detikcom Pos Pengamatan Gunung Agung kawsasan Desa/Kecamatan Rendang, Karangasem, Jumat kemarin.
Indikasi untuk menyimpulkan hal tersebut, kata Suantika, berasal dari retakan di kawah yang terus melebar dan asap putih dari hotspot yang menebal dan semakin tinggi. Jika asap berubah warna semakin gelap, maka Gunung Agung segera akan meletus. "Asap itu awalnya tipis, sekarang makin tebal.”
Pengungsi di Tenda Dipindahkan
TABANAN - Pengungsi di bekas galian C Banjar Bongan Jawa, Desa Bongan, Tabanan, mengaku tinggal di tenda karena mengawasi ternak sapi. Tenda dibongkar karena tidak layak.
Puluhan warga Karangasem yang mengungsi dan tinggal di tenda di bekas galian C, Banjar Bongan Jawa, Desa Bongan, Kecamatan/Kabupaten Tabanan akhirnya dipindahkan. Mereka yang terdiri dari delapan KK dengan dengan 34 jiwa itu ditempatkan di tiga banjar rumah warga terdekat yang tidak jauh dari sapi peliharaannya.
Camat Tabanan I Putu Arya Suta didampingi Sekretaris Forum Perbekel Tabanan I Gede Komang Restan Wisnawe, menjelaskan tenda milik warga dari Kecamatan Rendang, Kecamatan Selat, Kabupaten Karangasem itu telah dibongkar. Ini sesuai dengan arahan Bupati Tabanan karena tidur di dalam tenda menggunakan terpal sudah tidak layak. “Tadi (kemarin) pagi kami bongkar,” ujarnya, Jumat (29/9).
Kata dia, pemindahan ke rumah penduduk dan tidak diizinkan membangun tenda ini untuk mempermudah pendistribusian logistik, pemantuan, dan pengawasan. Warga yang sejatinya berjumlah 34 orang ini adalah pengungsi mandiri.
Suta juga mengaku kaget, karena alasan yang mereka sampaikan berbeda. Lantaran saat proses pendataan awal, pengungsi mandiri ini mengaku hanya mengawasi ternak sapinya, dan malam harinya tinggal di rumah kerabatnya. Namun kenyataannya mereka justru ada yang tetap tinggal di tenda darurat.
Sedangkan 46 ekor sapi milik pengungsi di lahan tersebut akan diawasi dengan sistem piket. “Jadi mereka boleh menjaga sapinya, tapi tidak sampai tidur di sana, hanya mengawasi sapi saja. Bahkan pecalang rutin sudah melakukan patroli pengawasana antisipasi pencurian sapi,” beber Suta.
Untuk saat ini posko induk di Kecamatan Tabanan ada di Kantor Camat Tabanan dan di masing-masing desa sudah ada posko pembantu. Hingga saat ini jumlah pengungsi di Kecamatan Tabanan sekitar 726 orang tersebar di 12 desa. Rincianya, bayi 31 orang, balita 58 orang, lansia 85 orang, ibu hamil 1 orang, dewasa 351 orang, dan anak anak 200 orang.
sumber : nusabali