Menyingkap Berita Tanpa Ditutup Tutupi
Home » , , , » Dana Bencana Belum Cair, Dua Sejoli Nikah di Pengungsian

Dana Bencana Belum Cair, Dua Sejoli Nikah di Pengungsian

Written By Dre@ming Post on Jumat, 29 September 2017 | 9:39:00 AM

Siswa Pengungsi Ikut Full Day School

SEMARAPURA - Jika ada ujian harian di sekolah, maka mereka tidak diikutkan. Namun kalau sebatas mencoba itu dipersilakan.

Korban pengungsi bencana alam Gunung Agung, Karangasem yang berstatus pelajar mulai menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolah barunya di Klungkung. Seperti di SMAN 2 Semarapura, Klungkung, menerapkan program full day school atau sekolah sehari dengan 5 hari kerja (Senin-Jumat).

Dari pantauan siswa dari pengungsian yang melanjutkan sekolah di SMAN 2 Semarapura 122 siswa, terdiri dari 60 siswa kelas 10, 56 siswa kelas 11, dan 6 siswa kelas 12. Mereka tersebar ke masing-masing kelas sesuai jurusan. “Ini baru kali pertama kami mengikuti full day school, rasanya senang, terlebih lagi bisa bertemu teman-teman baru,” ujar seorang siswa dari pengungsi, Ida Ayu Praba Iswari Dewi, didampingi teman-temanya, Kamis (28/9). Dia mengaku di lokasi pengungsian juga minim aktivitas. Mereka bersyukur bisa tetap belajar mengingat beberapa bulan lagi akan menghadapi ujian.

Waka Kesiswaan SMAN 2 Semarapura I Ketut Langkir, mengatakan siswa yang bersangkutan sudah diterima dengan baik oleh teman-teman barunya di SMAN 2 Semarapura. Bahkan mereka sudah antar jemput bagi siswa yang tidak membawa kendaraan. Begitu pula ketika mereka mengikuti program full day school juga berjalan lancar. “Bagi yang jurusannya sedikit digabung dengan kelas reguler, kalau jumlahnya di atas 10 maka ditempatkan pada satu ruangan kelas khusus,” ujarnya.

Karena anak-anak pengungsi itu baru beberapa hari bersekolah di SMAN 2 Semarapura, maka dalam beberapa Minggu ini, jika ada ujian harian di sekolah, maka mereka tidak diikutkan. Namun kalau sebatas mencoba itu dipersilakan. “Dalam pemberian materi memang masih perlu sedikit penyesuaian, namun sejauh ini tidak ada masalah,” katanya.

Secara teknis pembelajaran pada sekolah yang menerapkan full day school serupa dengan sekolah pada umumnya. Perbedaannya hanya jam belajarnya seharian dari pukul 07.30 Wita-16.00 Wita, Senin-Jumat. Sedangkan Sabtu-Minggu siswa libur. Waktu istriahat siswa dua kali dengan waktu 30 menit, pada Senin-Kamis istirahat pertama dari puku 10.30 Wita-11.00 dan istirahat kedua pukul 14.00 Wita-14.30 Wita. Kalau hari Jumat istirahat hanya sekali, namun waktunya 1 jam dari pukul 12.00 Wita-13.00. Bagi siswa non Hindu (muslim) bisa melakukan Shalat Jumat di mushola sekolah.

Pengungsi Masih Pulang Pergi

SINGARAJA - Warga di pengungsian ternyata tidak sepenuhnya tinggal di tenda pengungsian.

Sebagian dari mereka terutama laki-laki pilih tetap pulang ke kampungnya pada pagi hari. Selain menengok rumah, mereka juga ingat memberi pakan ternak yang masih tertinggal di desa. Aktivitas ini bisa dilakukan seharian, sehingga mereka baru balik ke tenda pengungsian pada sore hari.

Jumlah pengungsi asal sejumlah desa seperti Desa Ban, Dukuh, Sukadana, Pucung, Kecamatan Kubu, Karangasem telah mencapai angka 13.000 jiwa. Mereka tersebar di sembilan kecamatan di Buleleng. Nah di beberapa tenda pengungsian, para pria terutama yang masih muda-muda pilih kembali ke kampungnya di Karangasem pada pagi hari. Sedangkan istri dan anak-anak perempuan tetap berada di tenda pengungsian. Mereka yang kembali ke desanya menggunakan sepeda motor dan kendaraan roda empat.

Para pria ini pulang sekadar melihat perabotan rumah tangga yang belum bisa dibawa ke pengungsian. Di samping mengontrol perabotan rumah tangga, ada juga diantara mereka pulang ke desa untuk memberi pakan ternak. Karena tidak semua ternak seperti sapi, babi dan ayam ikut diangkut ke pengungsian. Jika pun ada yang bisa diangkut seperti sapi, namun warga yang pulang ke kampungnya untuk mencari pakan. Pakan berupa rumput kering dikumpulkan kemudian diangkut dengan sepeda motor atau kendaraan pickup.

Warga yang pulang ke kampung halamannya ini sudah tinggalkan tenda pengungsian sekitar pukul 04.30 Wita. Mereka baru bisa berkumpul lagi dengan keluarganya di tenda pengungsian pada pukul 16.00 Wita, bahkan ada yang lebih sore lagi. Aktivitas itu dilakukan setiap hari, sehingga di tenda pengungsian ketika siang hari hanya terlihat para wanita dan anak-anak. “Panak tiang sampun ke desa tuni semeng, nyanan sanje mare balik. Ada ubuh-ubuhan di desa, kucit, siap nu di desa. Maang ngamah ubuh-ubuhan mulih. (Anak saya sudah pulang tadi pagi, nanti sore baru balik. Masih ada hewan ternak di kampung, jadi pulang ngasi makan),” kata Nyoman Dening, 65 asal Desa Ban, Kecamatan Kubu yang ditemui di pengungsian Desa Les, Kecamatan Tejakula, Kamis (28/9) siang.

Dening mengaku selain memberi pakan ternak, anaknya yang pulang juga mencari pakan ternak sapi yang dapat diangkut ke pengungsian. Hanya saja, tiga ekor sapinya dititip di lahan milik warga di Desa Gretek, Kecamatan Tejakula.

Sementara Camat Kubu, Karangasem Made Suartana yang ditemui di pengungsian Desa Les, Kamis sore mengakui masih ada warganya di pengungsian yang pulang kemudian balik lagi ke pengungsian. Namun, pihaknya tidak bisa menghentikan aktivitas warganya itu. “Memang ada yang pulang, tapi nanti mereka balik lagi ke pengungsian. Sebenarnya kami sudah mengimbau, baik melalui kecamatan maupun aparat di desa agar meninggalkan sementara desanya. Tapi karena mereka ingat rumah dan hewan ternaknya ya kami tidak bisa melarang. Kami tetap minta agar mereka tetap waspada, kalau bisa jangan balik lagi sebelum ada pemberitahuan aman untuk kembali ke kampung,” terangnya.

Camat Suartana datang ke lokasi pengungsian memantau kondisi warganya yang telah mengungsi sejak Kamis (21/9) lalu. Sejauh ini kata Suartana, pelayanan terhadap warganya di pengungsian sangat baik. Bantuan dari para donatur juga terus berdatangan guna meringankan beban warganya.

Dua Sejoli Nikah di Pengungsian

SEMARAPURA - Pasangan kekasih korban bencana Gunung Agung terpaksa melaksanakan upacara pawiwahan (pernikahan) di lokasi pengungsian kawasan Banjar Sangging, Desa Kamasan, Kecamatan Klungkung pada Saniscara Umanis Tolu, Sabtu (23/9).

Mereka adalah I Gusti Bagus Krisna Dipayana, 29 (asal Desa Pakraman Padangaji, Desa Peringsari, Kecamatan Selat, Karangasem) dan Ni Putu Angga Swari, 25 (asal Desa Riang Gede, kecamatan Tabanan).

Rencana semula, berdasarkan dewasa ayu (hari baik) yang diberikan pihak sulinggih, pasangan kekasuh IGB Krisna Dwipayana dan Putu Angga Swari baru akan melaksanakan upacara pawiwahan sekaligus resepsi pernikahan pada Saniscara Pon Gumbreg, Sabtu (30/9) besok. Mereka pun sudah menyebarkan 150 kartu undangan untuk menghadiri acaranya.

Namun, karena dalam kondisi darurat mengingat mempelai pria mengungsi akibat bencana Gunung Agung, upacara pawiwahan terpaksa diajukan sepekan menjadi 23 September 2017. Padahal, rencana semula, 23 September itu hanya untuk prosesi memadik (ngidih) ke rumah mempelai perempuan di Tabanan. Nah, karena situasi mendesak, maka setelah prosesi memadik hari itu langsung digelar upacara pawiwahan di lokasi pengungsian Banjar Sangging, Desa Kamasan.

Namanya juga menikah di lokasi pengungsian, prosesi upacara mereka tentu saja berlangsung secara sederhana. Upacara pawiwahan digelar di rumah kerabatnya di Banjar sangging, Desa Kamasan yang sekaligus jadi lokasi pengungsian. “Syukurlah, pernikahan keponakan saya semua berjalan aman dan lancar. Pihak keluarga dari mempelai perempuan juga sudah memklumi kondisi ini,” ungkap paman dari mempelai pria Krisna Dipayana, I Gusti Bagus Arta Arnawa, saat ditemui di lokasi pengungsian, Kamis (28/9).

IGB Arta Arnawa menyebutkan, meskipun berlangsung sederhana, namun semua unsur dalam prosesi pawiwahan keponakannya di lokasi pengungsian sudah terpenuhi. Yang belum dilakukan saat ini hanya matur piuning ke pura. Pasalnya, berdasarkan pararem, krama yang menikah ke luar tidak diharuskan matur piunung ke pura. “Tapi, kalau kondisinya sudah kondusif nanti, tetap akan matur piuning,” tandas Arta Arnawa yang juga menjabat sebagai Kelian Desa Pakraman Padangaji, Kecamatan Selat.

Arta Arnawa mengisahkan, keluarganya termasuk sang keponakan yang menikah, Krisna Dipayana, mengungsi ke Banjar Sangging, Desa Kamasan, Klungkung sejak Jumat (22/9) malam, setelah status Gunung Agung naik ke level VI (awas). Beberapa jam sebelum mengungsi, krama sebanjar sempat ngopin (metetulung) di rumah mempelai pria di Desa Pakraman Padangaji.

Namun, malam itu sekitar pukul 22.00 Wita tiba-tiba terdengar kulkul bulus (suara kentongan adat bertalu pertanda situasi bahaya), terkait penetapan status awas Gunung Agung. Begitu mendengar kulkul bulus, warga sekampung langsung lari tunggang langgang alias mengungsi ke tempat aman. Suasana malam itu sangat mencekam, krama yang ngopin berlarian hingga sejumlah anggota keluarga sempat menangis.

Keluarga Krisna Dipayani sendiri pilih mengungsi ke rumah kerabatnya di Desa Kamasan. Kendati mengungsi dalam situasi panik, menurut Arta Arnawa, keluarganya masih sempat membawa perlengkapan upakara untuk upacara pawiwahan pasangan Krisna Dipayana-Putu Angga Swari.

“Sebelum berangkat ke Klungkung, kami sempat istirahat sejenak pada salah satu bale banjar di wilayah Karangasem. Berselang 2 jam kemudian, barulah kami meneruskan perjalanan men gungsi ke sini (Desa Kamasan, Klungkung),” terang Arta Arnawa.

Sementara itu, Krisna Dipayana juga mengaku sangat bersyukur semua prosesi upacara pawiwahan ini bisa berjalan lancar, meskin digelar di lokasi pengungsian. Menurut Krisna Dipayana, hal ini memberikan kesan tersendiri. “Perasaan saya waktu itu campur aduk,” cerita Krisna Dipayana saat dihubungi per telepon, Kamis kemarin.

Krisna Dipayana mengatakan, perasaannya kala itu campur aduk antara memikirkan nasib keluarga dan upacara pawiwahannya. Kini, setelah menjalani upacara pawiwahan di lokasi pengungsian, pasangan pengantin baru Krisna Dipayana-Putu Angga Swari memilih kos di kawasan Kota Denpasar, karena mereka harus melanjutklan hidup dengan bekerja alias cari nafkah.

Krisna Dwipayana sendiri saat ini bekerja sebagai karyawan di salah satu hotel kawasan Denpasar. Sedangkan istrinya, Putu Angga Swari, saat ini bekerja sebagai perawat di RS Puri Raharja Denpasar.

Dapat Lampu Hijau Cairkan Dana Bencana

Upaya pencairan dana bencana Rp 4,5 miliar yang dianggarkan Pemprov Bali dalam APBD Perubahan 2017 ini untuk membiayai pengungsi Gunung Agung, mendapat lampu hijau dari pusat. DENPASAR, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) isyaratkan pencairan dana bencana tidak perlu lagi menunggu fatwa dari BPK dan kejaksaan, karena bisa dilakukan pergeseran dari Biaya Tak Terduga (BTT) ke kegiatan di Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Ketua Pansus APBD Perubahan 2017 DPRD Bali, I Ketut Kariyasa Adnyana, menya-takan lampu hijau ini diperoleh berdasarkan hasil konsultasi yan dilakukan DPRD Bali dengan Kemendagri. Sesuai Pasal 27 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, BTT untuk mendanai kebutuhan pemerintah daerah yang sifatnya ‘tidak biasa’, dapat dipergunakan. Misalnya, penanggulangan bencana dan bencana sosial yang tidak diperkirakan sebelumnya, termasuk kejadian bencana Gunung Agung.

“Perpedoman dari Pasal 27 PP 58/2005 ini, maka Pemprov Bali dapat menggunakan dana bencana dengan cara melakukan pergeseran anggaran kegiatan pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang sekarang namanya OPD. Pasalnya, sebaran pengungsi ada di seluruh kabupaten/kota se-Bali,” ungkap Kariyasa Adnyana di Denpasar, Kamis (28/9).

Anggota Fraksi PDIP DPRD Bali Dapil Buleleng yang langganan memimpin Pansus Anggaran ini membeberkan, Pemprov Bali juga sudah diberikan penjelasan oleh Dirjen Keuangan Daerah Kemendagri. “Pak Sekda (Tjokorda Ngurah Pemayun) dan Pak Inspektur (Ketut Teneng) saya yakin sudah tahu itu. Informasi ini sudah kita sampaikan kepada eksekutif,” tandas Kariyasa.

“Jadi, pencairan dana bencana Rp 4,5 miliar nggak usah menunggu fatwa dari BPK dan Kejati Bali. Karena petunjuk Kemendagri ini sudah jelas yakni digeser kepada kegiatan di OPD,” lanjut politisi PDIP asal Desa/Kecamatan Busungbiu, Buleleng yang sudah tiga periode duduk di DPRD Bali ini.

Dikonfirmasi secara terpisah, Kamis kemarin, Kepala Inspektorat Provinsi Bali Ketut Teneng mengatakan, Pemprov Bali tidak mau gegabah hanya dengan penyampaian petunjuk dari Kemendagri saja terkait pencairan dana bencana Rp 4,5 miliar ini. “Kita mau memintakan langsung petunjuk secara tertulis. Artinya, supaya dasarnya kuat,” ujar Ketut Teneng yang kemarin tengah mengikuti kegiatan PK di Jakarta.

Menurut Teneng, fatwa dari BPK dan Kejati juga kuat untuk bisa dijadikan dasar mencairkan dana bencana. Pemprov Bali tidak mau gegabah dalam hal ini. “Jangan sampai niat kita baik, malah nanti bermasalah. Keinginan membantu malah terantuk batu. Makanya, kami akan koordinasikan lagi kalau memang ada informasi itu oleh Dewan yang terhormat,” tegas birokrat asal Desa Les, Kecamatan Tejakula, Buleleng ini.

Teneng mengatakan, Pemprov Bali tetap akan menunggu keputusan Gubernur Bali Made Mangku Pastika soal menetapkan status tanggap darurat terkait bencana Gunung Agung. “Itu sudah bunyi Permendagri Nomor 21 Tahun 2011, bahwa harus ada status tanggap darurat dulu, barulah dana bencana bisa cair. Kita tidak mau ambil risiko dan main-main dengan aturan hukum,” katanya.

Lantas, kapan dananya akan cair kalau maish menunggu fatwa dari BPK dan Kejati Bali? “Ya, kita akan segera mintakan keputusan fatwa dari BPK dan kejaksaan. Kan sedang kita koordinasikan dan kaji masalah ini,” tandas Teneng.

Sedangkan Kepala Biro Keuangan dan Pengelolaan Aset Daerah Setda Provinsi Bali, Ida Bagus Ngurah Arda, sebelumnya mengatakan pihaknya tetap menunggu status tanggap darurat yang ditetapkan Gubernur Bali. Menurut Ngurah Arda, pihaknya mengacu Permendagri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua atas Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah untuk biaya kebutuhan tanggap daurat. Sesuai Permendagri 21/2011, dana bencana yang sejatinya telah dialokasikan melalui APBD Bali 2017 tersebut baru bisa dicairkan kalau Gunung Agung sudah meletus.

“Menunggu status tanggap darurat oleh kepala daerah saja,” ujar Ngurah Arda saat dikonfirmasi, Selasa (26/9). Ngurah Arda menyebutkan, Biro Keuangan bisa mencairkan dana bencana Rp 4,5 miliar hanya dalam sehari, sepanjang sudah ada pengajuan oleh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) leading sector dengan dasar penetapan tanggap darurat.

“Kami tidak butuh lama kalau mencairkan dana bencana. Tapi, dasarnya ada pengajuan dari OPD leading sector. Sampai saat ini, dana bencana memang tidak bisa dicairkan karena adanya Permendagri 21 Tahun 2011 itu,” katanya.





sumber : nusabali
Share this article :

DKS

Visitors Today

Recent Post

Popular Posts

Hot Post

Dua Pemancing Tergulung Ombak Di Tanah Lot Masih Misteri

Dua Orang Hilang di Lautan Tanah Lot, Terungkap Fakta: Istri Melarang dan Pesan Perhatikan Ombak TABANAN - Sekitar sembilan jam lamany...

 
Support : Dre@ming Post | Dre@aming Group | I Wayan Arjawa, ST
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Bali - All Rights Reserved
Template Design by Dre@ming Post Published by Hot News Seventeen