Douglas, Suami Margriet asal Amerika yang Sayang Angeline (kiri). Laura (kanan) |
Inilah Douglas, Suami Margriet asal Amerika yang Sayang Angeline
DENPASAR - Angeline kecil sangat disayang oleh Douglas Scarborough, suami Margriet Christina Megawe.
Saat Douglas berada di Bali, ia selalu menemani Angeline bermain.
“Si Douglas ini orangnya baik dan senang dengan Angeline, dia selalu menemani. Saat di Bali Douglas sudah pensiun. Selang beberapa minggu tinggal di Bali Douglas meninggal karena sakit,” ujar, Minggu (14/6/2015).
Douglas Scarborough, lahir di Galveston, Texas, Amerika Serikat, 26 Februari 1945. Dia bungsu dari lima bersaudara.
Dia meninggal di Singapura, 17 September 2008, akibat komplikasi serangan jantung. Dia suka berkeliling dunia.
Sebagian besar masa bekerjanya dihabiskan di Indonesia, di bidang sistem gempa bumi dan eksplorasi minyak.
Ia katakan, dirinya mengenal Margriet sekitar tahun 2007, dan dikenal oleh orang dekat dari lingkungan keluarga Margriet.
“Saya kenal akhir tahun 2007 dari seorang teman yang kebetulan dekat juga dia (Margriet). Kami memanggilnya Tante Telly, waktu itu saya dan teman yang sesama penyuka bunga, dari sanalah saya mulai mengenal Margreit,” ujarnya.
Dari perkenalan tersebut, ia pun sering bertemu dan kerap membantu sebagai “sopir” Margriet.
Hingga ia mendengar kabar, bahwa Margriet ingin mengangkat anak.
Namun, dia tak tahu alasan untuk apa Margriet mengangkat anak ini.
“Pada waktu itu Tante Telly maunya mengangkat anak Indonesia, setelah itu ada informasi dari tetangga Margreit di Batubelig, Canggu, ada orang yang ingin melepaskan anak. Dari informasi itu mungkin langsung ditindaklanjuti oleh Margriet. Tapi untuk proses serah terimanya saya tidak mengetahui,” tuturnya.
Dia jelaskan, setelah itu Angeline dibawa, pada waktu itu pula Margriet masih sering wara-wiri Bali dan Jakarta, karena pada waktu itu sang suami, Douglas Scarborough lebih sering tinggal di Jakarta.
“Waktu itu kebetulan mereka masih sering ada di Jakarta, karena pada saat itu suaminya masih hidup, dan keduanya lebih sering balik di Jakarta. Saat Angeline diambil oleh Margriet rumah yang di Sedap malam masih dalam proses pembangunan. Dulu rumah yang di Sedap malam masih lapang, tidak sekumuh sekarang, dan si Margreit tidak terlalu telaten dalam mengurusi barang-barangnya,” kenangnya.
Saat rumah yang terletak di jalan sedap malam, dalam waktu bersamaan, Christina, anak pasangan Margriet dan Douglas yang warga negara Amerika telah memiliki tanah di daerah Canggu, Badung dan tengah dibangun.
“Jadi setelah berumur enam bulan, Angeline dititipkan Margriet ke iparnya. Karena dia sering berada di Jakarta,” katanya.
Bahkan ujar sumber, pernah suatu hari Margriet menitipkan Angeline ke teman dekatnya.
Saat tahu Angeline dititipkan, ia bernisiatif membawa Angline untuk dibawa ke rumahnya.
“Saya lihat, dan langsung Angeline saya bawa ke kos. Saya rawat dan besoknya saya bawa lagi ke teman Margriet yang titipkan. Temannya ini adalah teman semasa gadis Margriet pada saat tinggal di Kalimantan,” jelasnya.
Menurutnya, Margriet tidak telaten dalam merawat Angeline, bahkan sering dititipkan, tidak seperti merawat binatang peliharaannya yakni kucing dan anjing yang penuh perhatian.
“Dia kalau merawat kucing sangat perhatian dan saya lihat dia merawat Angline tidak sebagaimana mestinya. Kalau Margriet sudah asik dengan peliharaannya, Angeline nangis pun tidak akan respon. Pernah waktu Angeline berumur enam bulan, sakit, orang lain yang repot bukan si Margriet. Dia jarang ngasi makan dan mandipun Angeline mandi jarang," katanya.
Dia mengungkapkan, Margriet suka membeli barang-barang bekas seperti pakaian.
Tapi untuk kebutuhan hewan peliharaan seperti kucing, Margriet bisa sampai berkilo-kilo membeli ikan tuna segar kemudian disimpan untuk makan kucing.
“Seingat saya, Angline kecil tidak pernah dibelikan baju baru hanya dibelikan baju bekas di pasar kodok. Abis beli baju saya lihat Margriet nyuci baju. Kalau hewan peliharaan itu dirawat betul oleh Margreit, kadang-kadang kalau ada orang yang makan ikan itu, Margriet marah besar," katanya.
Ia mengatakan, sepengetahuannya, keluarga Margriet memiliki rumah di Aspal Pondok Gede, dan di derah Fatmawati, Jakarta.
Selain itu punya rumah di Canggu dan rumah kontrakan di Sedap Malam yang dikontrak sejak tahun 2007.
“Rumah Batubelig, Canggu luas tanahnya dua are lantai tiga yang desain rumah itu Christina. Kalau rumah yang di Sedap Malam, saya tahu dari awal, Margriet mencari tanah di Jalan Sedap Malam alasannya mencari kontrakan karena dia ingin dekat dengan temannya. Dauglas pernah tinggal di daerah Fatmawati,” katanya.
Selain dia yang kenal tahun 2007 hingga 2008, sumber lainnya juga mengenal Margriet di tahun 1990-an, saat tinggal di Balikpapan.
Dia juga mengenal Douglas Scarborough yang pada waktu itu bekerja di perusahaan minyak.
Menurutnya, sosok Douglas adalah orang yang baik dan selalu perhatian terhadap orang sekelilingnya.
“Douglas bekerja di perusahaan minyak Vico, Balikpapan, Kalimantan. Dia menjabat sebagai chief geophycisist untuk survey minyak atau seismic. Orangnya baik sekali dan tidak pernah berbuat yang aneh-aneh, dia biasa-biasa saja menurut saya,” terangnya.
Setelah itu, dirinya kemudian memilih untuk tinggal di Bali, dan dari sanalah ia kembali lebih dekat dengan keluarga Margriet.
Ketika tinggal di Bali, dia mengaku sempat mengasuh Angeline karena pada waktu itu ditinggal Margriet ke Jakarta.
“Saya pernah dititipkan dan merawat Angeline kalau tidak salah enam bulanan, pada waktu itu Margriet berangkat ke Jakarta,” ucapnya.
Ketika ditanyakan tentang sosok Margriet, dia mengatakan, Margriet adalah orang yang tidak perhatian terhadap anak, bahkan dalam kesehariannya, Margriet lebih cenderung menghabiskan waktunya merawat hewan peliharaannya di rumah Jalan Sedap Malam.
“Kesehariannya ya ngurus hewan peliharaan dia tidak bisa ngurus anak, dan lebih konsen merawat hewan peliharaannya dari pada Angeline,” ujarnya.
Terkait dengan Angeline, Douglas adalah orang yang paling sayang.
Setiap liburan Douglas selalu menyempatkan diri menghabiskan waktunya bermain bersama Angeline.
“Douglas tidak pernah berlama-lama di Bali kalau tidak libur. Douglas itu sayang banget sama Angeline sudah seperti anak sendiri,”
Sepengetahuan dirinya, Margriet mempunyai beberapa rumah di Bali dan di luar Bali
Tidak hanya rumah, Margreit juga memiliki sejumlah tanah.
“Rumahnya di Balikpapan, Pekanbaru, Canggu dan Pondok Gede, Jakarta dan setahu saya dari dulu Margriet ini suka investasi tanah. Setahu saya yang di Balikpapan sudah sebagaian dijual. Kalau yang lain masih ada,” katanya.
Ketika ditanyakan apakah dirinya mengetahui dengan jelas hubungan atau status Douglas dan Margriet, sumber enggan berkomentar.
“Kalau itu no comment, silakan tanyakan ke yang bersangkutan langsung ya. Setahu saya mereka memiliki anak namanya Cristina. Tapi kalau Yvone itu anak dari pasangan Margriet sebelumnya,” jelasnya.
Sampai berita ini diturunkan, kami belum berhasil konfirmasi dengan Margriet yang sedang menjalani pemeriksaan di Mapolda Bali.
Namun, beberapa hari sebelum jasad Angeline ditemukan, kepada sejumlah wartawan, Margriet sempat membantah hal tersebut.
Laura, Anak Tertua Douglas Sebut Ayahnya Tak Pernah Adopsi Angeline
Denpasar - Sosok pria bule, suami Margreit, yang disebut-sebut mewariskan harta miliaran, dan mulai terkuak.
Namanya Douglas B Scarborough, mantan petinggi pada sejumlah perusahaan tambang minyak dan gas bumi (migas).
Dia juga dikenal sebagai ahli perminyakan.
Nama Douglas, pria asal Amerika Serikat diungkap seorang perempuan bernama Laura Scarborough.
Laura menyebut, keberadaan Angeline berikut polemik kematian gadis cilik usia 8 tahun tersebut tidak terkait dengan Douglas.
“Tulisan mengenai kematian tragis Angeline di Bali, Mei 2015, tidak terkait dengan situs ini. Douglas tidak pernah mengadopsi Angeline. Dia hanya memiliki tiga anak perempuan: Sarah, Christina, dan saya sendiri,” tulis Laura Scarborough pada satu situs dalam jaringan (online), Minggu (14/6/2015).
Terkait dengan Angeline, Laura menyebut nama ibu asuh Angeline, Margreit Christina Megawe.
“Christina adalah putri dari Margreit dan Douglas. Margreit mengadopsi Angeline sendiri, dan sebagaimana laporan kepolisian menunjukkan, pembantu rumah tangganya Agustinus Tai Hamdamai (Agus) bertindak sendirian dalam kejahatan menghebohkan menghilangkan nyawa Angeline.”
Laura mengaku sebagai anak tertua Douglas.
Dia membuat situs Douglas pada ourmemoryof.com sebagai kenangan kepada ayahnya yang meninggal 17 September 2008 pukul 09.17 akibat serangan jantung di Singapura.
“Saya telah membuat situs ini untuk memberikan penghormatan kepada ayah saya. Harap membantu saya, berikan kontribusi konten dan ucapan belasungkawa untuk mengenalinya. Terima kasih kepada semua orang yang telah berbagi! Ini sangat berarti...”
Berdasarkan penelusuran Laura mulai mengunggah pesan mengenai kematian Douglas pada 23 September 2008, enam hari setelah ayahnya meninggal.
Laura menggambarkan Douglas sebagai orang peting di bidang tambang minyak dan gas bumi.
Dia memiliki banyak keahlian dan jabatan.
Douglas juga tercatat sebagai penulis buku berjudul The Genesis Hypothesis yang terbit April 1998
“Douglas Scarborough = Explorationist, Direktur, Konsultan, Pemikir, Bapa, Suami, Kakek, Ahli Fisika, Penulis, Penemu, Teman, Rekan, dan banyak hal lainnya,” tulis Laura.
Douglas lahir di Galveston, Negara Bagian Texas, Amerika Serikat pada 26 Februari 1945.
Ia anak bungsu dari lima bersaudara.
Dia meninggal di Singapura 17 September 2008 pukul 09:17 Wita karena komplikasi dari serangan jantung.
“Dia begitu dicintai di seluruh dunia. Sebagian besar hidupnya bekerja dihabiskan di Indonesia, bekerja pada sistem seismik dan eksplorasi minyak. Selain kehebatannya dalam mengembangkan teknologi baru dan ide-ide, ia memberikan waktunya untuk membantu, dan mendukung tanpa pamrih untuk banyak kawan-kawannya, keluarga, dan rekan.”
Menurut informasi yang diperoleh dari sumber di Denpasar, Bali, Douglas pernah bekerja di beberapa perusahaan besar multinasional di bidang tambang minyak yang beroperasi di Kalimantan Timur dan daerah lain di Indonesia.
Menanggapi berita duka yang diungah Laura mengenai kematian Douglas, tujuh tahun silam, banyak rekan mendiang memberi komentar.
Misalnya praktisi perminyakan dari Rusia, Igor Tishchenko, “Saya pribadi dan semua tim Rusia, berduka cita atas meninggalnya Pak Douglas. Kami mengcapkan belasungkawa yang besar untuk semua staf dari PT SVI (PT Sistim Vibro Indonesia), dan kerabat, untuk putrinya - Christina, Laura, Sarah dan istri-istrinya - Ilse dan Telly.”
Telly nama alias Margreit Ch Megawe. Margreit juga memiliki putri bernama Yvonne Caroline Megawe.
“Pak Douglas benar-benar orang yang baik, manajer sangat kreatif, ahli geofisika dan sahabat yang baik. Kami senang dapat bekerja sama di Indonesia dan membesarkan perusahaan bersama Douglas selama 10 tahun terakhir,” tulis Igor Tishchenko.
Hannes Schumann mengaku sudah bertahun-tahun mengenal Douglas.
“Saya telah berada di Indonesia selama lebih dari 30 tahun. Saya sudah kenal Doug selama bertahun-tahun. Dia adalah teman baik, jujur, pikirannya tidak selalu mudah dicerna tetapi selalu menarik dan pemikirannya asli.”
Rekan lainnya Jean-Pierre Franger menuturkan perkenalannya sekitar lima tahun sebelum Douglas meninggal.
“Saya bertemu Douglas hampir 5 tahun lalu, pertama sebagai rekan di MEDCO. Dia merupakan teman dengan pribadi yang sangat baik Saya memiliki begitu banyak hal baik tentang dirinya, kalau saya sampaikan, ruang ini tidak akan cukup untuk itu. Jadi saya hanya akan kembali memanggil bunga yang luar biasa dalam membantu orang, sehingga benar-benar dan penuh kasih sayang. Semoga sahabat baikku istirahat dengan tenang.”
Berdasarkan penelusuran, Douglas sangat ahli di bidang produksi minyak dan gas bumi.
Banyak dokumen dan jurnal ilmiah mencatat namanya sebagai pemateri, dan peserta lokakarya.
Berikut ini datanya:
* Agustus 2005
Hadir sebagai pemateri pada Konvensi dan Pameran Tahunan ke-31 Asosiasi Perusahaan Migas Indonesia (The Indonesian Petroleum Association), Douglas bersama J Herry Poerwanto keduanya dari PT Sistim Vibro Indonesia bersma ahli minyak dari JSC NPC Geoneftegaz Moscow, Igor V Tischenko.
Mereka bertiga menulis tentang 12 penambangan migas di Sumatera.
Mereka membahas tentang penurunan produksi sumur-sumur minyak dan gas bumi (migas) di ladang-ladang minyak.
Kemudian menyebut, penurunan produksi migas tidak dapat dihindari.
Namun dapat ditunda dengan menerapkan Vibroseismic Impact Technology (VSIT).
Selain menunda merosotnya produksi minyak, tulis Douglas dan kawan-kawan, penggunaan VSIT menambah produksi minyak berkisar antara 15 -30 persen dari sebelumnya.
* 16-18 November 2005
PROSIDING, Simposium Nasional Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) di kampus Institut Teknologi Bandung (ITB), Bandung.
Douglas B Scarborough dan J Herry Poerwanto, keduanya dari PT Sistem Vibro Indonesia, delaer peralatan pengeboran minyak yang beralamat di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan.
Mereka bertiga bersama T Ariadji dari Institut Teknologi Bandung (ITB) membawakan materi tentang Metode Peramalan Dan Evaluasi Keekonomian Teknologi Vibroseismik.
Mereka mengenalkan ide teknologi vibroseimik untuk meningkatkan produksi minyak minyak.
Mengenalkan suatu teknologi yang relatif lebih baru yaitu teknologi vibroseimik yang mentransfer gelombang seismik dari vibrator di permukaan ke dalam target-target reservoir sampai kedalaman 6.000 kaki.
* 13-17 June 2006
Mengikuti lokakarya ke-4 Studi Kasus Cekungan Kutai The Petroleum Policy and Management (PPM) Projectdi Jakarta, Indonesia.
Lokakarya diikuti puluhan orang peserta ahli pertambangan dari mancanegara.
Nama Douglas B Scarborough tercantum menjabat sebagai General Manager PT Sistim Vibro Indonesia.
* 14-16 Mei 2007
Konvensi Tahunan ke-31 The Indonesian Petroleum Association di Jakarta.
Dalam dokumen yang diterbitkan The Indonesian Petroleum Association (IPA),
AllDouglas B. Scarborough bersama Eko Rukmono, Yuncta Hendro Putro, J Herry Poerwanto, membawakan makalah Vibro-Seismic Impact Technology in Water Coning Reservoir.
Mengingat profesi bergengsi dengan gaji besar tentu, serta segudang prestasi, keahlian dan kesibukan Douglas, mungkinkah benar adanya, motif perebutan harta warisan bernilai miliaran turut melatarbelakangi pembunuhan Angeline?
Jangan berspekulasi.
Kita tunggu, polisi mengungkapnya secara tuntas
Status Angeline dalam Kartu Keluarga Margriet Megawe
Ibu angkat Angeline, Margriet Megawe sebelum tinggal di Bali, pernah tinggal di wilayah Bekasi Kota.
Di Bekasi, Margriet dan keluarganya tinggal di Kampung Sawah, Jalan Tambakan RT 08/04 Kelurahan Jatimelati, Kecamatan Pondokmelati, Kota Bekasi.
Kediaman mereka lumayan jauh dari akses jalan utama Kampung Sawah, untuk bisa menemukan rumah ini harus melalui jalan-jalan kampung yang sempit.
Dan hanya bisa dilalui satu mobil saja.
Meskipun berada di dalam kampung, namun suasana di sekitar rumah masih asri dan banyak pepohonan.
Hewan-hewan piaraan warga sekitar seperti anjing, kucing serta ayam dibiarkan berkeliaran.
Tidak banyak yang bisa digali dari sosok Margriet serta Angeline maupun keluarga besar mereka.
Pasalnya walau kelurga mereka terbilang sudah puluhan tahun tinggal disana namun mereka jarang keluar rumah.
Menurut penuturan dari Eni, tetangga di sekitar rumah tersebut, sewaktu masih kecil dan sekolah TK memang Angeline dan Margriet sering pulang ke Bekasi.
"Angeline kecilnya memang di sini, anaknya cantik pas di Bekasi kadang main juga di rumah saya. Tapi di Bekasi tidak lama, mereka pindah ke Bali," kata Eni, Minggu (14/6/2015).
Eni melanjutkan, setelah menetap di Bali, terkadang dalam beberapa kali kesempatan, baik Margriet serta Angeline juga masih sempat berkunjung ke Bekasi.
Sementara saat ini, rumah tersebut dihuni oleh kakak Margriet yang biasa dipanggil Yane Megawe atau biasa disapa tante Yane.
Di rumah itu, Yane tinggal bersama dua anak laki-lakinya.
"Saya tinggal di sini tahun 1997, keluarga Margriet sudah tinggal di sini. Sekarang yang tinggal di sini kakaknya (Yane) dan dua anak laki-lakinya. Kalau anak tante Yane seluruhnya ada lima. Kadang kalau libur cucu tante Yane suka main juga ke rumah itu," tuturnya.
Pantauan rumah yang dulu dihuni Margriet halamannya cukup luas.
Diantara rumah-rumah disekelilingnya, rumah tersebut merupakan rumah yang paling besar.
Rumah itu terdiri dari tiga lantai dengan bagian lantai teratas lebih rendah.
Di halangan rumah, tumbuh satu pohon rambutan yang cukup besar.
Bagian atap atau plafon depan, tampak sudah rusak dan hancur.
Garasi besi rumah juga sudah terlihat berkarat.
Tidak banyak yang bisa digali dari sosok Margriet serta Angeline maupun keluarga besar mereka.
Pasalnya walau kelurga mereka terbilang sudah puluhan tahun tinggal disana namun mereka jarang keluar rumah.
Menurut penuturan dari Eni, tetangga di sekitar rumah tersebut, sewaktu masih kecil dan sekolah TK memang Angeline dan Margriet sering pulang ke Bekasi.
"Angeline kecilnya memang di sini, anaknya cantik pas di Bekasi kadang main juga di rumah saya. Tapi di Bekasi tidak lama, mereka pindah ke Bali," kata Eni, Minggu (14/6/2015).
Eni melanjutkan, setelah menetap di Bali, terkadang dalam beberapa kali kesempatan, baik Margriet serta Angeline juga masih sempat berkunjung ke Bekasi.
Sementara saat ini, rumah tersebut dihuni oleh kakak Margriet yang biasa dipanggil Yane Megawe atau biasa disapa tante Yane.
Di rumah itu, Yane tinggal bersama dua anak laki-lakinya.
"Saya tinggal di sini tahun 1997, keluarga Margriet sudah tinggal di sini. Sekarang yang tinggal di sini kakaknya (Yane) dan dua anak laki-lakinya. Kalau anak tante Yane seluruhnya ada lima. Kadang kalau libur cucu tante Yane suka main juga ke rumah itu," tuturnya.
Pantauan rumah yang dulu dihuni Margriet halamannya cukup luas.
Diantara rumah-rumah disekelilingnya, rumah tersebut merupakan rumah yang paling besar.
Rumah itu terdiri dari tiga lantai dengan bagian lantai teratas lebih rendah.
Di halangan rumah, tumbuh satu pohon rambutan yang cukup besar.
Bagian atap atau plafon depan, tampak sudah rusak dan hancur.
Garasi besi rumah juga sudah terlihat berkarat.
Di rumah tersebut, kakak Margareith juga memelihara tiga ekor anjing.
Sebelumnya, Rustini selaku Ketua RT setempat membenarkan bahwa Margriet merupakan warganya.
Bahkan, Margriet telah membuat Kartu Tanda Penduduk (KTP) elektronik seumur hidup di daerah sana.
Akan tetapi, Rustini tidak mengetahui sejak kapan Margriet meninggalkan rumah tersebut.
Sebab, Margriet dikenal sebagai warga yang tertutup.
Berdasarkan Kartu Keluarga (KK), Angeline tertera sebagai familiy dalam KK Margriet CH Megawe.
Dalam KK tersebut, Angeline lahir pada tahun 2007 lalu dengan orangtuanya bernama Hamidah dan Ach. Rosyidi.
Di secarik kertas itu, Margriet lahir tahun 1955 berstatus sebagai Kepala Keluarga sekaligus Ibu Rumah Tangga.
Selain Angeline, ada nama lain yakni Christina Telly yang lahir pada 1987.
Dalam kertas itu dijelaskan, bahwa Telly merupakan anak kandung Margriet dan Douglas Scardordugh.
Rp 2 Miliar Bukan Untuk Bunuh Angeline, Tapi Untuk Pasang Badan
DENPASAR - Agus tersangka pembunuh bocah Angeline di Denpasar, Bali, diyakini berbohong saat mengaku ada upah Rp 2 miliar dari ibu angkat Angeline, Margriet Megawe jika dia membunuh bocah perempuan berusia delapan tahun tersebut.
"Bohong, itu bohong. Rp 2 miliar itu bukan untuk membunuh Angeline, tapi agar dia pasang badan untuk pelaku lainnya. Saya mendapat info itu dari orang yang selama ini men-support saya untuk mendamping kasus ini. Saya sudah bertemu lagi dengan Agus dan dia bilang enggak. Dia memang berubah-ubah keterangannya," kata Siti Sapurah, Pegiat Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Denpasar, Bali, Senin (15/6/2015).
Siti Sapurah adalah orang yang selama ini mendampingi kasus tewasnya Angeline.
Dia juga mempertanyakan penetapan status tersangka terhadap ibu angkat Angeline untuk kasus dugaan penelantaran anak.
"Siapa yang lapor? Coba tanya ke Polda. Saya pernah akan melaporkan hal tersebut di Polresta tapi ditolak. Malah saya ditelepon katanya sudah disiapkan laporan yang mau saya laporkan. Jadi saya bingung, siapa yang melaporkan karena saya belum dapat suratnya," ungkap dia.
Menurut dia, rencananya yang akan dilaporkan adalah kasus dugaan penelantaran, penganiayaan sampai menghilangkan nyawa.
"Saya sudah melaporkan ke Polresta tapi ditolak dengan alasan biarkan kami bekerja dulu dan kami masih telusuri. Sayakan belum ke sana, kok cepat sekali dijadikan tersangka. Tersangka kan berdasarkan laporan dan saya belum pernah mendapatkan suratnya," kata Siti Sapurah.
"Selain itu, orangtua kandung Angeline bersama saya. Dan hanya akan keluar jika bersama saya," kata dia.
Siti Sapurah berkeyakinan, ibu angkat Angeline teribat dalam kasus pembunuhan tersebut.
"Saat ditemukan jenazah Angeline berada di dalam rumah Margriet selama berhari hari, jadi tidak mungkin jika dia tidak terlibat," tegasnya.
Ini Kehidupan Agus Tai, Selama di Bali Sempat 2 Kali Kirim Uang
Agustinus Tai alias Agus merupakan anak kelima dari sepuluh bersaudara, buah cinta pasangan Markus Djawa Mila Ata, dan Kandokang Madi.
Ayahnya Markus Djawa telah meninggal tahun 2010.
Sebelum mengadu nasib ke Bali, pria tidak tamat SD itu tinggal bersama orangtuanya di Desa Rambangaru, Kecamatan Haharu.
Rumah orangtua Agus berdiri di atas lahan kebun.
Rumah panggung beratap seng dengan lantai dari batang bambu.
Dinding depan dari bilah bambu yang dianyam.
Dinding belakang dari batang jagung solor.
Masyarakat setempat menyebutnya wudi.
Wudi sebesar ibu jari orang dewasa itu diikat satu per satu pada kayu rangka dinding.
Sementara dinding kamar tidur dari aneka bahan, di antaranya anyaman daun kelapa, wudi dan kertas zak semen.
Dengan dinding yang bercelah-celah, membuat penghuni rumah dapat dilihat dari luar.
Dapur dibuat gandeng rumah.
Atapnya alang dengan dinding daun kelapa.
Seperti rumah, dapur juga berbentuk panggung.
Lantainya dari batang bambu.
Setelah kepergian Agus, rumah itu ditempati Kandokang Madi beserta adik-adik Agus, terkecuali Yanti.
Yanti yang merupakan adik bungsu Agus, tinggal bersama seorang kakaknya.
Kakak-kakak Agus sudah menikah dan tinggal terpisah.
Dengan bahasa Indonesia yang terbata-bata, Kandokang Madi menuturkan kepergian Agus ke Bali sepengetahuan dirinya.
Kakak dan adiknya juga tau.
Menurut Hiwa, sejak ada di Bali, mereka sering komunikasi.
Hal ini dibenarkan juga oleh Hiwa Hamandoru, kakak sulung Agus.
Hiwa mengungkapkan, dia terakhir kali berkomunikasi menggunakan hand phone (HP) dengan Agus pada bulan Maret 2015.
Saat itu, lanjutnya, Agus memberi kabar bahwa dia sudah dapat kerja baru sebagai penjaga hewan (ayam dan anjing).
Agus juga menginformasikan bahwa dia tinggal di rumah majikannya.
Kandokang Madi menuturkan, selama dua tahun bekerja di Bali, Agus dua kali mengirim uang untuk keluarga.
"Sudah dua kali kirim uang. Yang terakhir Rp 200 ribu," ujarnya setengah berbisik.
Ibu Kandung Angeline Tinggal di Rumah Bedeng di Bali
DENPASAR - Hamidah dengan mengenakan jaket tipis miliknya duduk di depan rumah bedeng tempat tinggal kerabatnya di wilayah Denpasar Barat, Kota Denpasar, Bali.
Rumah bedeng tersebut menyatu dengan area penimbunan pasir dan kerikil yang ditinggali oleh beberapa keluarga yang bekerja di sana.
Saat itu ia sedang menunggu petugas untuk membawanya menjalani pemeriksaan terkait tewasnya Angeline.
Hamidah mengaku sangat terpukul dengan tewasnya anak keduanya.
"Saya tidak berniat sama sekali untuk memberikan Angeline kepada siapapun. Keadaan yang memaksa saya untuk merelakan dia diasuh oleh orang lain. Seandainya saat itu kami memiliki uang untuk membayar biaya kelahiran anak saya," kata Hamidah dengan mata sayu, kepada Kompas.com Minggu (14/6/2015).
Ia mengaku tidak memberitahukan kehamilannya yang kedua kepada saudara yang ada di Bali atau pun di Banyuwangi karena tidak ingin merepotkan.
"Saya sungkan merepotkan keluarga. Apalagi anak saya yang pertama ikut keluarga suami saya yang pertama," kata perempuan kelahiran 6 November 1987 tersebut.
Anak ketujuh dari sembilan beraudara tersebut mengaku pertama kali berangkat ke Bali pada tahun 2001 dan bekerja di salah satu warung milik kerabatnya.
Lalu ia menikah pada tahun 2005 dengan Rosidiq warga Gombeng Kecamatan Kalipuro Kabupaten Banyuwangi.
"Keadaan kami memang tidak punya apa-apa. Suami bekerja sebagai buruh dan kami tinggal di Bali serta menitipkan Inna anak saya yang pertama di Banyuwangi," tuturnya.
Saat hamil anak keduanya, dia sama sekali tidak ada niat untuk memberikan kepada orang lain.
Sebelumnya ia juga tidak pernah mengenal Margriet.
Ia baru mengenal setelah suaminya mengenalkan Margriet sebagai orang yang akan mengadopsi anak keduanya.
"Suami saya katanya kenal dari temannya. Ibu itu yang akan membayar biaya persalinan saya," ujar perempuan berambut lurus tersebut.
Untuk masalah surat perjanjian dengan Margriet ia mengaku tidak begitu memahaminya.
Ia ingat hanyalah tidak boleh menemui Angeline hingga usia 18 tahun.
"Selama 18 tahun saya sebagai ibu kandungnya selalu ingat sama dia. Jangankan tahu wajahnya saat dewasa. Namanya saja saya juga baru tahu setelah ia dikabarkan hilang," katanya sambil menghela nafas.
Menjadi TKW di Malaysia
Amar, kakak kedua Hamidah bercerita bahwa keluarga besarnya sama sekali tidak tahu kehamilan kedua adiknya.
Ia hanya dikabari jika adiknya sudah melahirkan di Bali dan anaknya sudah diadopsi.
"Setelah melahirkan anak keduanya, Hamidah menjadi TKW ke Malaysia. Saya sering kontak sama dia karena saya juga kerja di Malaysia. Dia di Kuala Lumpur," kata lelaki yang juga tinggal di Bali tersebut.
Selama dua tahun dia Malaysia, Hamidah beberapa kali mengirimkan uang kepada anak pertamanya yang diasuh keluarga ayah kandungnya.
Setelah dua tahun di Malaysia, Hamidah kembali ke suaminya dan hamil anak ketiga.
"Rumah tangga mereka memang tidak harmonis sehingga mereka memutuskan untuk berpisah setelah kelahiran anak ketiga Aisyah yang sekarang diasuh ibu saya di Glenmore Banyuwangi," kata Amar.
Amar sempat mempertanyakan mengapa suami Hamidah tidak menghubungi keluarga saat kesulitan uang untuk menebus kelahiran anaknya.
"Kami mungkin keluarga sederhana tetapi Insya Allah untuk membantu biaya persalinan adik kami masih sangat bisa. Mungkin ini sudah garis Allah," ujarnya.
Sementara itu, Sani kakak perempuan Hamidah mengaku sengaja mengajak Hamidah pulang ke tempat tinggalnya setelah pulang dari rumah sakit.
"Saya tinggal di sini sudah sekitar satu tahun. Alhamdulillah enggak perlu bayar karena suami kerja di sini. Walaupun tinggal di rumah yang sederhana, yang penting Hamidah bersama keluarganya. Kasihan dia," kata Sani.
Selain itu, selama Hamidah wira wiri mengurusi kasus kematian anak keduanya, Sani mengasuh Leo, anak keempat Hamidah yang berusia 14 bulan.
"Dia sekarang lagi tidur. Enggak ada yang menjaga jadi ya sama saya di sini. Untungnya sudah minta izin sama juragan yang punya tempat di sini. Mereka memahami kasus yang menimpa keluarga kami. Suami dan kerabat juga enggak ada yang kerja. Semua masih shock dan kami menunggu kabar perkembangan Angeline," kata Sani.
Sewa Tanah Rumah yang Ditingali Ibu Angkat Angeline Tak Lama Lagi
DENPASAR - Kontrak tanah rumah milik Margriet Christina Megawe di Jalan Sedap Malam no 26, Kesiman, Denpasar akan habis pada tahun 2017 mendatang.
Kepala Lingkungan Kebon Kuri I Ketut Sutapa mengatakan, hal tersebut diketahui dari perjanjian sewa tanah dengan warganya yang bernama Ni Nyoman Reki.
"Akan habis pada tahun 2017 mendatang. Karena sesuai dengan perjanjian sewanya. Margriet menyewa tanah itu lima tahun sekali, jika habis, diperpanjang," katanya.
Ia menampik kabar yang mengatakan tersangka kasus penelantaran anak tersebut menyewa tanah itu 30 tahun.
"Tidak, soalnya dia sewa lima tahun bayar saja," katanya.
Benarkah Agus Diancam Akan Dibunuh? ‘Itu Rahasia, Kamu Bisa Mati Nanti’
DENPASAR - Agustinus Tai, tersangka kasus pembunuhan Angeline mengaku kerap mendapat ancaman pasca-dia berhenti sebagai pembantu di rumah ibu angkat Angeline, Margriet Christina Megawe.
Salah satu bentuk ancaman itu, menurut pengacara Agus, Haposan Sihombing, berupa telepon yang hampir tiap malam dia terima, baik melalui SMS maupun telpon langsung.
Isinya "Itu rahasia, kamu bisa mati nanti. Itu rahasia !!".
"Pengancaman itu sejak tanggal 25 Mei lalu," kata Haposan.
Akibat ketakutan, akhirnya Agus mematahkan kartu sim handphonenya.
Ancaman itu berawal ketika Agus memilih untuk berhenti bekerja.
Kabid Humas Polda Bali, Kombes Pol Herry Wiyanto membenarkan bahwa Agus mengaku sempat mendapat beberapa ancaman dari orang tak dikenal.
Pihaknya telah menindaklanjuti informasi tersebut dengan melakukan pemeriksaan terhadap Agus untuk menelusuri oknum yang melakukan pengancaman.
Selain itu, polisi juga melakukan tes kebohongan.
Sebab, sejauh ini, Agus sering memberi keterangan berubah-ubah.
"Lie detector itu sudah digunakan di beberapa negara," kata Kapolda Bali, Irjen Pol Ronny F Sompie, Senin (15/6/2015).
Menurutnya, selain mencari kebenaran dari keterangan yang diberikan Agus, uji ini juga akan dilakukan kepada Margriet Christina Megawe, ibu angkat Angeline.
"Lie detector tersebut menjadi alat bantu bagi penyidik untuk meyakini keterangan yang diberikan berdasarkan kebenaran," kata jenderal bintang dua.
Satu di antara keterangan mengejutkan Agus yaitu pembunuhan terhadap Angeline dilakukan atas suruhan Margriet, dengan janji mendapat imbalan Rp 2 miliar.
Sementara itu, status Margriet dapat ditingkatkan sebagai tersangka dalam kasus kematian Angeline Megawe seiring dengan adanya alat bukti sah.
Kapolda Bali mengatakan, penetapan Margriet sebagai tersangka dalam kasus penelantaran Angeline dapat menjadi pintu masuk untuk mengetahui keterkaitan Margriet dalam kasus pembunuhan Angeline.
Saat ini, polisi masih menunggu hasil laboratorium forensik atas bercak darah yang ditemukan di kamar Margriet dan Agus.
“Kita menunggu hasil labfor soal bercak darah. Saya yakin, kalau hasil labfor soal bercak darah ini sudah didapatkan, kasus ini akan lebih terang. Siapa-siapa saja yang terlibat,” katanya.
Ia katakan, untuk menjadikan seseorang sebagai tersangka, harus ada bukti permulaan.
Hasil tes DNA dari bercak darah di kamar Margriet itu akan menjadi bukti permulaan yang menentukan, apakah Margriet menjadi tersangka kasus lain selain pelantaran anak atau tidak.
Hanya saja, hasil dari tes DNA ini, membutuhkan waktu yang cukup lama, dalam hitungan minggu.
Bercak darah yang diambil oleh Labfor Polda Bali akan diperiksa dengan dibantu oleh Labfor Mabes Polri yang bekerja sama dengan ITB.
Benarkah Agus Diancam Akan Dibunuh? ‘Itu Rahasia, Kamu Bisa Mati Nanti’
DENPASAR - Agustinus Tai, tersangka kasus pembunuhan Angeline mengaku kerap mendapat ancaman pasca-dia berhenti sebagai pembantu di rumah ibu angkat Angeline, Margriet Christina Megawe.
Salah satu bentuk ancaman itu, menurut pengacara Agus, Haposan Sihombing, berupa telepon yang hampir tiap malam dia terima, baik melalui SMS maupun telpon langsung.
Isinya "Itu rahasia, kamu bisa mati nanti. Itu rahasia !!".
"Pengancaman itu sejak tanggal 25 Mei lalu," kata Haposan.
Akibat ketakutan, akhirnya Agus mematahkan kartu sim handphonenya.
Ancaman itu berawal ketika Agus memilih untuk berhenti bekerja.
Kabid Humas Polda Bali, Kombes Pol Herry Wiyanto membenarkan bahwa Agus mengaku sempat mendapat beberapa ancaman dari orang tak dikenal.
Pihaknya telah menindaklanjuti informasi tersebut dengan melakukan pemeriksaan terhadap Agus untuk menelusuri oknum yang melakukan pengancaman.
Selain itu, polisi juga melakukan tes kebohongan.
Sebab, sejauh ini, Agus sering memberi keterangan berubah-ubah.
"Lie detector itu sudah digunakan di beberapa negara," kata Kapolda Bali, Irjen Pol Ronny F Sompie, Senin (15/6/2015).
Menurutnya, selain mencari kebenaran dari keterangan yang diberikan Agus, uji ini juga akan dilakukan kepada Margriet Christina Megawe, ibu angkat Angeline.
"Lie detector tersebut menjadi alat bantu bagi penyidik untuk meyakini keterangan yang diberikan berdasarkan kebenaran," kata jenderal bintang dua.
Satu di antara keterangan mengejutkan Agus yaitu pembunuhan terhadap Angeline dilakukan atas suruhan Margriet, dengan janji mendapat imbalan Rp 2 miliar.
Sementara itu, status Margriet dapat ditingkatkan sebagai tersangka dalam kasus kematian Angeline Megawe seiring dengan adanya alat bukti sah.
Kapolda Bali mengatakan, penetapan Margriet sebagai tersangka dalam kasus penelantaran Angeline dapat menjadi pintu masuk untuk mengetahui keterkaitan Margriet dalam kasus pembunuhan Angeline.
Saat ini, polisi masih menunggu hasil laboratorium forensik atas bercak darah yang ditemukan di kamar Margriet dan Agus.
“Kita menunggu hasil labfor soal bercak darah. Saya yakin, kalau hasil labfor soal bercak darah ini sudah didapatkan, kasus ini akan lebih terang. Siapa-siapa saja yang terlibat,” katanya.
Ia katakan, untuk menjadikan seseorang sebagai tersangka, harus ada bukti permulaan.
Hasil tes DNA dari bercak darah di kamar Margriet itu akan menjadi bukti permulaan yang menentukan, apakah Margriet menjadi tersangka kasus lain selain pelantaran anak atau tidak.
Hanya saja, hasil dari tes DNA ini, membutuhkan waktu yang cukup lama, dalam hitungan minggu.
Bercak darah yang diambil oleh Labfor Polda Bali akan diperiksa dengan dibantu oleh Labfor Mabes Polri yang bekerja sama dengan ITB.
sumber : tribun