DENPASAR - Sejumlah orang yang mengaku dari Organisasi Forum Yayasan Bumi Bali Bagus mendatangi Komisi Informasi (KI) Provinsi Bali, Rabu (10/8) kemarin. Kedatangan organisasi ini untuk melaporkan Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi (ForBALI) terkait sumber dana yang digunakan untuk kampanye selama 4 tahun secara getol dan masif dalam menolak Reklamasi Teluk Benoa.
Ketua Yayasan Bumi Bali Bagus, Komang Gede Subudi menyatakan pelaporan itu berkaitan dengan transparansi keuangan di tubuh organisasi yang sangat tegas menolak reklamasi seluas 700 hektare di Teluk Benoa tersebut. "Kami menanyakan informasi kepada Komisi Informasi Publik, agar tolong verifikasi dana ForBALI supaya tidak jadi fitnah di masyarakat. Saya harap Gendo (Koordinator ForBALI, red) bicara jujur dan berani transparan terkait sumber dana yang masuk," kata Komang Gede Subudi di Kantor Komisi Informasi Provinsi Bali, Jalan Tjok Agung Tresna, Denpasar, Rabu (10/8).
Subudi memandang, sebagai forum yang super aktif melakukan aksi demonstrasi tolak reklamasi Teluk Benoa, ForBALI diperkirakan sudah menggalang dana publik untuk operasional aksinya. Bahkan, ungkap Subudi, ForBALI mengelola aksi demonstrasi yang megah dengan pasangan umbul-umbul, bendera dan baliho yang tentu saja membutuhkan dana besar. "Hal itu patut dipertanyakan, dari mana dana mereka (ForBALI) berasal? Mengelola demo perlu dipertanyakan. Memangnya uang nenek terus menerus menggelar demo. Kami tidak ada tuntutan. Kami hanya menanyakan, dari mana dana tersebut," ungkapnya.
Subudi juga meminta kepada Koordinator ForBALI, I Wayan 'Gendo' Suardana untuk menghentikan cara-cara berbau SARA dalam melakukan penolakan terhadap reklamasi yang digarap PT Tirta Wahana Bali Internasional (TWBI) itu. "Tolong isu SARA dihentikan. Tidak berhak dia mengatakan hal itu. Gendo selalu mencaci maki orang mulai dari gubernur, pejabat, Menteri Susi, anggota DPR RI Adrian Napitupulu. Ini bertentangan dengan etika moral masyarakat Bali yakni Tat Twam Asi," pintanya. "Memang siapa dia mencaci maki orang. Ukuran moralnya apa yang dipakai seolah dia paling baik dan suci. Jangan pernah mendegradasi moral seseorang," imbuh Subudi.
Terkait hal ini, Ketua KI Provinsi Bali, I Gede Agus Astapa menyatakan jika ForBALI telah menjadi badan publik lantaran mendapat sumbangan dari masyarakat dalam gerakan penolakan reklamasi Teluk Benoa. Untuk itu, kata dia, ForBALI wajib mengumumkan sumber pendanaan yang masuk ke kas organisasi mereka untuk mendanai berbagai kegiatan mulai dari aksi demonstrasi, pemasangan baliho, bendera dan sejumlah kegiatan lainnya. "Badan publik itu dana operasionalnya dari APBD, APBN dan sumbangan masyarakat. Itu boleh dimintai informasi. ForBALI itu kan dapat sumbangan atau urunan dari masyarakat. Dia boleh dimintai informasi," jelasnya.
Menurut mantan jurnalis itu, ForBali bisa dimintai pertanggungjawaban atas sumbangan masyarakat dan itu wajib hukumnya. Jika Gendo tidak mau menjelaskan secara terbuka ke publik maka ia bisa terkena sanksi pidana. "Iya jelas ada sanksinya. Kalau dia Gendo tidak mau memberikan penjelasan maka ada sanksi pidana. Siapa yang meminta pertanggungjawaban itu, boleh siapa saja. Dalam waktu dekat kami akan mengirimkan surat kepada ForBaLI terkait hal ini," tegas Agus Astapa didampingi komisioner KIP Bali lainnya.
Sementara itu, Wayan ‘Gendo’ Suardana selaku penggerak ForBALI saat dikonfirmasi, kemarin, dengan tegas menyatakan rakyatlah yang membiayai gerakan tolak reklamasi. Bukan ForBALI. Menurutnya, rakyat Bali sangat terlatih membiayai dirinya sendiri dalam gerakan jika sudah merasa terinjak-injak. "Jika mau tahu tentang pembiayaan gerakan tolak reklamasi, sederhana saja, bisa dicek langsung ke lapangan bagaimana rakyat secara swadaya membiayai aksi-aksi mereka mulai dari mencetak kaos, memuat baliho, bendera-bendera, spanduk. Jika kerja swadaya ini kemudia ketemu dalam 1 titik aksi maka dapat dibayangkan berapa banyak bendera-bendera akan berkibar. Beragam kaos akan dikenakan oleh rakyat yang bergerak. Itulah kalau rakyat bergerak, jadi sebaiknya jangan kaget. Karena ketulusan perjuangan itu akan mengalahkan segala-galanya," ujarnya.
Ia juga mengatakan pergerakan rakyat Bali ini merupakan fenomena yang sama persis dengan yang terjadi saat tahun 1999 dimana rakyat Bali mendukung Megawati. Rakyat membiayai sendiri gerakan mereka, bukan dana dari Megawati atau saat rakyat secara sukarela mendukung Jokowi saat Pilpres lalu. Rakyat bergerak secara sukarela dengan biayanya sendiri. "Sebetulnya itu bisa dijadikan refleksi sehingga tak lantas mengecilkan nurani rakyat. Pertanyaan terkait malah terkesan mengkerdilkan kemampuan rakyat untuk mendanai sendiri gerakannya. Terlebih di Bali, jika rakyat sudah bergerak, mereka rela berkorban apapun, jangankan harta, nyawapun rela dikorbankan," terangnya.
Soal transparansi lanjut Gendo, sebenarnya tidak ada masalah bagi ForBALI sepanjang jelas dasar hukum dan kepentingan hukumnya. "Hal yang lebih penting lagi agar keadilan publik terjawab maka pihak investor sebaiknya juga transparan atas uang yang dinyatakan sudah dibelanjakan sebesar 1 triliun rupiah sepanjang rencana reklamasi. Kemana saja aliran uang itu, untuk apa saja mengingat proses reklamasi baru tahap AMDAL? Simpelnya sebaiknya ayo kita buka-bukaan saja. Itu baru fair dan adil, Berani apa tidak? ," tantangnya.
sumber : nusabali