Danau Tamblingan |
SINGARAJA -Upaya penataan kawasan Danau Tamblingan, Desa Munduk, Kecamatan Banjar, Buleleng yang dicanangkan Catur Desa Adat Dalem Tamblingan, Pemkab Buleleng, dan Balai Konservasi Sumberdaya Daya Alam (BKSDA) Provinsi Bali mendapat perlawanan. Warga kelompok nelayan berjumlah 22 kepala keluarga (KK) tetap ngotot tolak pindah dari pemukiman di tepi Danau Tamblingan, meskipun telah dideadline untuk mengosongkan pekarannanya per 25 April 2015 ini.
Mereka tolak pindah, karena tidak puas dengan solusi yang ditawarkan Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana. Terkait masalah ini, Bupati Agus Suradnyana telah berupaya menemui 22 KK warga nelayan yang masih bermukim di tepi Danau Tamblingan. Bahkan, dua kali sebara beruntun Bupati Agus Suradnyana bertemu dengan warga nelayan 22 KK. Namun, warga nelayan 22 KK tetap belum bersedia pindah dari tepi Danau Tamblingan.
Penolakan pertama dilontarkan warga nelayan 22 KK saat pertemuan perdana dengan Bupati Agus Suradnyana di rumah asalnya di Desa Banyuatis, Kecamatan Banjar, Buleleng, Kamis (23/3) sore. Kala itu, pertemuan dilakukan dengan mengundang seluruh KK) yang masih bertahan di tepi Danau Tamblingan. Sedangkan pertemuan kedua dengan warga nelayan 22 KK ini kembali dilakukan Bupati Agus Suradnyana di salah satu rumah makan kawasan Desa Wanagiri, Kecamatan Sukasada, Buleleng, Jumat (24/4) sore pukul 17.00 Wita. Namun sayangnya, dalam dua kali pertemuan secara marathon dengan Bupati Agus Suradnaya tersebut, warga nelayan 22 KK tetap belum bisa menerima solusi yang ditawarkan alias total pindah dari pemukiman Danau Tamblingan. Dalam pertemuan kemarin sore, Bupati Agus Suradnyana menawarkan solusi bagi warga nelayan yang tidak memiliki tempat tinggal, nantinya akan dibantu melalui program bedah rumah, sepanjang yang bersangkutan memiliki lahan. Sedangkan untuk aktivitas di Danau Tamblingan seperti memancing dan berjualan, Bupati Agus Suradnyana tetap mengizinkannya, agar warga nelayan 22 KK memilik mata pencaharian. Selain itu, warga nelayan 22 KK juga tetap diizinkan Bupati Agus Suradnyana untuk jualan di tepi Danau tamblingan, asalkan mereka menggunakan gerobak sehingga mudah pindah.
Namun, solusi yang ditawarkan Bupati Agus Suradnyana ini tetap ditolak warga nelayan 22 KK, karena dianggap belum sesuai harapan. Mereka ingin agar disediakan lahan yang bisa ditempati, termasuk ada peluang kerja. Warga nelayan 22 KK mengaku tidak memiliki lahan lagi, selain yang ditempati sekarang di pemukiman tepi Danau Tamblingan.
“Mungkin harapan kami terlalu besar. Tapi, solusi yang tadi disampaikan itu (oleh Bupati Agus Suradnyana, Red) belum sesuai dengan harapkan kami. Karenanya, kami akan tetap tinggal di tepi Danau Tamblingan, lantaran itu tempat kami satu-satunya,” ungkap salah satu perwakilan warga nelayan 22 KK, I Putu Suryadi.
Di sisi lain, Bupati Agus Suradnyana dalam pertemuan dengan warga nelayan 22 KK, kemarin sore, menyatakan pihaknya akan menindak tegas warga yang bikin onar dalam penataan kawasan Danau Tamblingan. “Tolong jaga situasi agar tetap kondusif. Tapi, kalau ada yang bertindak onar, tentu ada tindakan tegas sesuai hukum yang berlaku,” ancam Bupati yang juga Ketua DPC PDIP Buleleng 2015-2020 ini.
Sementara itu, Tim Sembilan Catur Desa Adat Dalem Tamblingan juga menggelar pertemuan terkait masalah penataan kawasan Danau Tamblingan, di Aula Desa Gobleg, Kecamatan Banjar, Buleleng, Jumat sore. Pertemuan kemarin sore dihadiri para tokoh perwakilan dari Catur Desa Adat Dalem Tamblingan (Desa Pakraman Munduk, Desa Pakraman Gobleg, Desa Pakraman Gesing, dan Desa Pakraman Uma Jero).
Pertemuan Tim Sembilan kemarin sore juga dihadiri Pengrajeg Adat Dalem Tamblingan, I Gusti Agung Ngurah Pradnyan. Dalam pertemuan sore itu diputuskan bahwa Catur Desa Adat Dalem Tamblingan akan menerjunkan pecalang dan seluruh krama lokasi tepi Danau Tamblingan saat hari H deadline pengosongan kawasan, Sabtu (25/4) ini. Mereka akan meminta agar warga yang masih bertahan di tepi Danau Tamblingan, yakni 22 KK nelayan, segera pindah sesuai dengan batas akhir pengosongan lahan. Dalam pertemuan Tim Sembilan Catur Desa Adat Dalem Tamblingan kemarin sore juga diputuskan bahwa pemindahan warga yang bermukim di tepi Danau Tamblingan tetap menggedepankan etika. “Ya, memang tadi (kemarin sore) ada sangkep (rapat adat) Catur Desa Adat Dalem Tamblingan. Intinya, kami mengendepankan etika dalam kegiatan besok (minta warga nelayan 22 KK pindah hari ini, Red),” terang salah keluarga Pengrajeg Adat Dalem Tamblingan yang juga anggota Fraksi Demokrat DPRD Buleleng, I Gusti Agung Ngurah Putra Sudewa. Selama ini, ada puluhan rumah tinggal semi permanen milik 50 KK di pemukiman tepi Danau Tamblingan. Selain kelompok nelayan, yang berdomisili di sana juga krama Menega. Yang disebut belaklangan, krama Menega, adalah kelompok yang secara turun temurun bertugas menjaga kawasan dan kesucian pura-pura di seputar Danau Tamblingan.
Krama Menega merupakan bagian dari Catur Desa Adat Dalam Tamblingan, karena berada dalam struktur awig-awig dan bertugas khsus sebagai penjaga kawasan Danau Tamblingan berikut pura-pura yang ada di sekitarnya. Krama Menega secara sukarela sudah membongkar rumah mereka di pemukiman tepi Danau Tamblingan, sejak 27 Maret 2015 lalu. Pihak Catur Desa Adat Dalam Tamblingan sendiri berkepentingan menata kawasan, karena lahan yang dijadikan pemukiman oleh krama Menega dan kelompok nelayan diklaim sebagai tanah Pelaba Pura di kawasan Danau Tamblingan. Luas tanah Pelaba Pura itu disebutkan mencapai 2,7 hektare.
sumber : nusabali