Gubernur Bali Made Mangku Pastika saat menggelar simakrama di Wantilan DPRD Provinsi Bali, Sabtu (3/3). |
DENPASAR - Gubernur Bali, Made Mangku Pastika merasa kaget ketika mengetahui informasi pembatalan rencana pembangunan Bandara di Bali Utara.
Pastika mengaku belum mengetahui rencana pembatalan yang disampaikan oleh Menko Kemaritiman RI, Luhut Binsar Panjaitan tersebut dan akan segera mengeceknya.
“Saya belum tahu ini apakah betul-betul dibatalkan atau tidak, Nanti saya akan bicara dengan beliau (Luhut) dulu. Saya juga perlu mencari penjelasan,” ujar Pastika usai menghadiri simakrama dengan masyarakat di Wantilan Kantor DPRD Bali, Denpasar, Sabtu (3/2).
Pastika mengatakan, pembangunan bandara internasional di Bali Utara merupakan mimpi dari masyarakat Bali, dan ia merasa bingung jika pembangunannya dihentikan oleh Kemenko Kemaritiman.
“Waduh kacau itu, saya akan cek lagi apakah betul begitu. Karena itu kan mimpi kita dari zaman dahulu, tiba-tiba distop, saya kira repot ini,” katanya.
Ia melanjutkan, rencana pembangunan bandara tersebut sebenarnya sudah masuk dalam Perda Nomor 16 tahun 2009 tentang RTRWP Bali.
Artinya, Pastika menambahkan, payung hukum terkait pembangunan bandara sebenarnya sudah jelas dan menjadi keinginan seluruh masyarakat Bali.
Diungkapkannya, bandara akan dibangun sepenuhnya bersumber dari pembiayaan swasta.
“Itu yang membangun kan swasta, kita tahu duit dari pemerintah untuk membangun yang wilayah di pinggir-pinggir dan yang jauh-jauh, karena salah satu isi Nawacita (program Pemerintah Jokowi) adalah membangun dari pinggiran, kita ngerti,” terangnya.
Namun, Pastika menambahkan, bandara di Bali Utara tidak tergantung pada anggaran pemerintah.
“Kan sebenarnya sejak awal perencanaan, pembangunan bandara di Buleleng itu tidak tergantung pada anggaran pemerintah. Namun kita juga sadar, Bali sudah cukup maju dan memiliki Bandara Ngurah Rai yang begitu bagus,” tuturnya.
Sementara itu, Presiden Direktur (Presdir) PT. BIBU Panji Sakti, I Made Mangku, mengatakan dirinya tidak akan menanggapi berita terkait dibatalkannya rencana pembangunan bandara internasional di Buleleng (Bali Utara) oleh pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Koordinator (Kemenko) Kemaritiman.
“Saya tidak mau menanggapi isu,” kata Mangku saat ditemui di Sanur, Denpasar, Sabtu (3/3).
Sebelumnya, pada Jumat (2/3) Menko Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan mengatakan bahwa rencana pembangunan bandara internasional di Bali Utara dibatalkan.
Seperti diberitakan, pembatalan itu merujuk pada hasil studi yang dilakukan tim World Bank (Bank Dunia) dan Sarana Multi Infrastruktur (PT SMI).
Luhut mengungkapkan, Presiden Jokowi sudah dilapori tentang hasil studi yang berujung pembatalan rencana pembangunan bandara di Bali Utara itu.
Made Mangku mengatakan, dirinya tidak akan berkomentar terhadap pernyataan Luhut Panjaitan.
Sebab, pembangunan bandara internasional di Bali Utara pada dasarnya sudah disetujui oleh pemerintah.
Karena itu, menurut Made Mangku, pihaknya akan berpegang teguh pada surat yang sebelumnya dibuat Presiden RI melalui Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) terkait permohonan izin untuk Penetapan Lokasi (Penlok) bandara internasional Bali Utara.
Ia menceritakan, pada awalnya surat permohonan izin Penlok tersebut diajukan oleh Gubernur Bali kepada Presiden dengan tujuan untuk percepatan turunnya izin Penlok.
Akhirnya terbitlah surat dari Mensesneg ke Menteri Perhubungan (Menhub) agar dibuatkan izin Penlok.
“Saat ini kami masih menunggu jawaban dari Menteri Perhubungan (Menhub) soal izin Penlok itu,” kata Made Mangku.
Menurut Menko Kemaritiman Luhut Panjaitan, ada empat alasan pembatalan pembangunan PT. BIBU.
Pertama, kesulitan membangun akses kereta api. Kedua, pemerintah akan memprioritaskan pengembangan Bandara Internasional Ngurah Rai.
Menurut Luhut, pemerintah akan membuat runway (landasan terbang) tambahan di Ngurah Rai.
Ketiga, pemerintah akan memperbanyak tempat parkir pesawat di Bandara Ngurah Rai.
Keempat, pemerintah akan membangun jalur kapal Roro dari Pelabuhan Banyuwangi ke Bali Utara.
Dengan begitu, nanti mobil yang masuk ke Denpasar bisa berkurang 30% sampai 40%.
Untuk diketahui, pembangunan bandara di Bali Utara telah direncanakan sejak tahun 2009.
Karena adanya kendala lahan untuk dibangun di darat, bandara Bali Utara akhirnya direncanakan akan dibangun di lepas pantai di Kabupaten Buleleng, menjadi bandara terapung.
Ingin Tertulis
Made Mangku memiliki alasan mengapa tidak mau menanggapi berita mengenai pembatalan tersebut.
Sebab, ia menginginkan ada surat tertulis dari Menhub yang menyatakan izin Penlok dapat atau tidak dapat diberikan.
“Kalau surat harus dijawab surat, bukan surat dijawab isu. Harus ada hitam di atas putih. Seandainya pembatalan itu dijawab melalui surat ya oke lah,” tuturnya.
Terkait penilaian ketidaklayakan pembangunan bandara dari hasil kajian yang dilakukan World Bank dan PT. SMI, Made Mangku membantahnya.
Menurut Made Mangku, World Bank tidak pernah mengkaji kelebihan dan kekurangan bandara internasional Bali Utara.
Sebab, kata Made Mangku, pada saat World Bank turun ke lapangan, yang dilakukannya adalah meninjau rencana lokasi pembangunan.
Di samping itu, imbuh dia, yang dibahas oleh tim World Bank saat turun ke Bali adalah kajian dari PT. BIBU sendiri, bukan kajian dari World Bank.
“Tim dari World Bank tidak mengkaji, tetapi mengunjungi rencana lokasi bandara,” ucapnya.
Mengenai kajian dari PT. SMI, menurut Made Mangku, itu bukan kajian atas bandara, melainkan kajian terhadap alur kereta api.
Awalnya, ide alur kerata api dimunculkan pemerintah untuk mengikuti pembangunan bandara.
“Tetapi, jangan kemudian karena mereka tidak cocok dengan kereta api di Bali, lantas bandara dikaitkan dengan itu. Tidak bisa,” tandas Made Mangku.
Ia menuturkan bandara Bali Utara akan memiliki alur sendiri, seperti jalan pintas (short cut) dan bisa saja juga membangun tol Denpasar-Singaraja.
Made Mangku mengingatkan bahwa pendanaan proyek bandara Bali Utara itu berasal dari swasta murni, tidak ada kaitan dengan pemerintah dan BUMN.
Direncanakan proyek pembangunannya akan melibatkan 16 investor, dan mengalokasikan dana sekitar 2 miliar dolar AS atau senilai Rp 27 triliun, dan bekerjasama dengan investor dari Kanada, Kinesis Capital and Investment (KCI).
“PT. BIBU tidak menggunakan dana dari pemerintah sepeser pun,” tandasnya
Ia menuturkan, jangan karena kereta api tidak cocok digunakan di Bali, kemudian menggagalkan semua ide yang diharapkan bisa direalisasi oleh masyarakat, seperti pembangunan bandara di Bali Utara.
“Jangan karena tidak cocok dengan kereta api yang lain tidak jadi dibangun. Masih ada alternatif lain, seperti short cut dan jalan tol Denpasar-Singaraja,” tutur pria asal Sanur ini.
Kendati demikian, Made Mangku mengaku tidak akan kecewa jika program tersebut dibatalkan, karena ia tidak memiliki kepentingan apapun.
“Saya tidak ada urusan apapun kecuali memang murni saya ingin memberikan ide untuk kepentingan masyarakat Bali. Tapi kalau pemerintah pusat tidak menghendakinya ya sudah. Cuma, tidak begini caranya,” terangnya.
Sumber : tribun