DENPASAR - Dalam warningnya, Fraksi PDIP menyebutkan pemerintah pusat akan membangun 10 destinasi baru atau ‘Bali Baru’ sebagai objek pariwisata nasional.
Warning soal terancamnya pariwisata ini dibeberkan Fraksi PDIP saat penyampaian pandangan umum fraksi-fraksi terhadap Ranperda Pencabutan Perda Mikol dalam sidang paripurna DPRD Bali di Gedung Dewan, Niti Mandala Denpasar, Kamis (4/2). Pandangan umum Fraksi PDIP DPRD Bali dibacakan Dr IGA Diah Werdhi Srikandi SE MM dari Dapil Jembrana.
Dalam pandangan umumnya, Diah Srikandi menyebut ancaman 10 ‘Bali Baru’ membuat pariwisata Bali mendapatkan saingan. Menurut Diah Srikandi, Pemprov Bali harus segera mengambil langkah-langkah penting guna kemajuan pariwisata Pulau Dewata.
“Tahun 2016 ini, pemerintah pusat akan membangun 10 ‘Bali Baru’ untuk memenuhi target kunjungan wisatawan ke Indonesia. Sehingga, target pendapatan pariwisata mengalahkan sektor migas, tambang, dan batubara,” ujar Diah Srikandi dalam sidang paripurna yang dipimpin Ketua DPRD Bali Nyoman Adi Wiryatama (Fraksi PDIP) didampingi Wakil Ketua DPRD Bali Nyoman Sugawa Korry (Fraksi Golkar) itu.
Menurut Srikandi PDIP yang mantan Rektor Universitas Mahendradatta Denpasar ini, tantangan baru bagi Bali ke depan dalam hal pembangunan pariwisata adalah 10 ‘Bali Baru’ itu. Bahkan, 10 ‘Bali Baru’ ini merupakan sebuah ancaman. Selama ini, sektor pariwisata memberikan kontribusi hampir 65 persen untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD) Bali.
“Faktor pariwisata selalu dominan. Kami minta Gubernur dan pemerintah kabupaten/kota memikirkan langkah penting untuk kemajuan pembangunan pariwisata kita. Fraksi kami (PDIP) memandang ada pergeseran what a market want (keinginan pasar),” tegas Diah Srikandi dalam sidang paripurna yang juga dihadiri Gubernur Made Mangku Pastika, Wagub Ketut Sudikerta, dan pejabat SKPD Pemprov Bali tersebut.
Fraksi PDIP, kata Diah Srikandi, khawatir lama tinggal (length stay) wisatawan di Pulau Dewata bisa berkurang terus, kalau pariwisata Bali tidak ada pengembangan. “Kami khawatir dengan langkah pusat. Kunjungan wisatawan ke Bali bisa terus menurun,” jelas adik dari anggota DPD RI Dapil Bali, Shri I Gusti Ngurah Arya Wedakarna ini.
“Sekarang 60 persen wisatawan cenderung meminati wisata buatan atau creating tourism. Kita harapkan ada upaya dari pemerintah,” lanjut Diah Srikandi, yang baru sebulan duduki kursi Fraksi PDIP DPRD Bali Dapil Jembrana dengan status PAW, menggantikan almarhum Ida Bagus Ketut Birawa.
Sementara itu, Gubernur Mangku Pastika mengatakan bersyukur atas warning dari Fraksi PDIP DPRD Bali terkait ancaman pariwisata ini. Gubernur Pastika yang kemarin menjawab pertanyaan media terkait dengan penolakan Reklamasi Teluk Benoa, menyatakan apresiasi dengan sikap Fraksi PDIP.
“Itu artinya PDIP sudah ngeh (sadar). Pariwisata memang sedang mendapatkan “ancaman’ persaingan. Nggak main-main itu. Sekarang pariwisata buatan itu memang diminati. Bali mau kembangkan apa? Belum apa-apa sudah ditolak,” ujar Pastika yang kemarin didampingi Wagub Ketut Sudikerta.
Pastika menyebutkan, pusat menggelontor triliunan rupiah untuk pengembangan objek pariwisata. Destinasi baru yang digelontor dana oleh pusat ini untuk membuat 10 ‘Bali Baru’, di antaranya Mandalika (di NTB), Banyuwangi (di Jawa Timur), Danau Toba (Sumatra Utara), Labuan Bajo (di NTT), dan Borobudur (Jawa Tengah). “Kita akan jadi Bali ke-11. Makanya, jangan dianggap remeh program pusat. Kalau kita tidak mau mengembangkan diri....?” ujar Pastika.
Mantan Kapolda Bali ini menyentil juga ribut-ribut di Bali yang selalu menolak pembangunan pariwisata. Padahal, generasi Bali membutuhkan pekerjaan. “Anak- anak saya sih sudah selesai semua sekolah dan mereka telah kerja. Kalau generasi kalian (wartawan), ayo mau ngapain? Saya bukan bagaimana, yang demo-demo itu generasi mereka nanti butuh pekerjaan. Masa mau jadi pegawai kontrak terus?” sentil Pastika.
Pastika menyebutkan salah satu proyek pengembangan pariwisata seperti pengembangan Teluk Benoa (di Kelurahan tanjung Benoa, Kecamatan Kuta Selatan, Badung) dituding sebagai ‘Proyek Mangku Pastika’. Padahal, proyek itu membangun 12 pulau baru yang tingginya hanya 2,5 meter dari permukaan air laut.
“Kalau sekarang 2,5 meter itu lumpur semua, nggak bisa dimanfaatkan. Tapi, malah dikatakan itu ‘Proyek Mangku Pastika’. Saya tegaskan itu pembangunan untuk rakyat Bali. Setelah 30 tahun, punyanya Pemprov Bali karena statusnya Hak Guna Bangunan (HGB). Itu harus dipahami, jangan dikatakan proyek Mangku Pastika,” tegas Pastika.
sumber : nusabali