Perihal putusan banding dari PT Denpasar yang memperberat hukuman terpidana mantan Bupati Badiada dan eks Kadispenda Buleleng Nyoman Pastika ini disampaikan Panitera Muda Pidana Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, I Gede Ketut Rantam, Kamis (4/7). Menurut Ketut Rantam, putusan banding ini telah diturunkan PT Denpasar, beberapa hari lalu. “Putusan banding yang memperberat hukuman kedua terpidana kasus korupsi dana upah pungut PBB ini juga sudah kita beritahukan kepada jaksa (Kejaksaan Negeri Singaraja, Red),” ungkap Ketut Rantam. Berdasarkan putusan banding PT Denpasar, hukuman bagi mantan Bupati Bagiada bukan hanya diperberat menjadi 4 tahun penjara dari semula 2 tahun. Denda yang harus dibayar mantan Bupati Buleleng dua kali periode ini juga naik menjadi Rp 200 juta subsider 6 bulan, dari semula Rp 150 juta subsider 3 bulan penjara---berdasar putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor Denpasar.
Sedangkan uang pengganti yang harus dibayarkan mantan Bupati Bagiada tetap sama dengan putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor sebelumnya, yakni sebesar Rp 574,71 juta. Ketentuannya, jika uang pengganti tidak dibayar, maka harta benda milik terpidana akan disita dan dilelang untuk menutupi kerugian tersebut. Jika tidak cukup, maka hukuman terpidana ditambah lagi 6 bulan. Nasib yang sama, kata Ketut Rantam, juga menimpa mantan Kadispenda Buleleng, Nyoman Pastika, yang notabene eks anak buah Putu Bagiada. Berdasar putusan banding PT Denpasar, hukuman bagi terpidana Nyoman Pastika bertambah menjadi 2 tahun dari semula 1 tahun penjara---sesuai putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor. Dalam putusan banding itu, PT Denpasar menyatakan tidak sependapat dengan majelis hakim tingkat pertama (Pengadilan Tipikor), terutama mengenai lamanya pidana yang dijatuhkan terhadap terpidana.
Majelis hakim Pengadilan Tinggi menilai hukuman kepada mantan Bupati Bagiada terlalu ringan dibandingkan nilai kerugian negara yang ditimbulkan oleh perbuatan terdakwa mencapai sekitar Rp 1,36 miliar. Uang yang dikorupsi terdakwa bersumber dari upah pungut UP PBB sektor P3 (Perkebunan-Perhutanan-Pertambangan) di Buleleng. Hakim PT Denpasar pun menyatakan mantan Bupati Bagiada bersalah melanggar pasal pasal 3 jo pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No 20 Tahun 2001 jo pasal 55 ayat (1) KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHP, yakni menyalahgunakan kewenangan, sehingga menguntungkan diri sendiri dan orang lain atau suatu korporasi sebagaimana dakwaan subsider. Hakim Pengadilan Tinggi juga menyatakan perbuatan Putu Bagiada tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Sesuai fakta persidangan, mantan Bupati Bagiada telah menerbitkan Surat Keputusan (SK) Bupati Buleleng Nomor 356 tahun 2005 tentang pembagian imbangan biaya pemungutan PBB P3 bagi pejabat dan pegawai di Pemkab Buleleng. Selanjutnya, SK tersebut direvisi menjadi SK Bupati Buleleng Nomor 977 tahun 2008. SK Bupati Nomor 356 tahun 2005, diajukan oleh Kadispenda Buleleng Arnaya, sedangkan revisinya yakni SK Bupati Nomor 977 tahun 2008 diajukan Kadispenda Nyoman Pastika. Penyusunan kedua SK Bupati ini pun tidak melalui prosedur yang benar. Sebab, draft SK Bupati dibuat Kadispenda dan langsung dibawa ke Bupati Bagiada untuk ditandatangani.
Setelah itu, barulah dimintakan nomor di Bagian Hukum Pemkab Buleleng. Seharusnya, draft SK Bupati itu dibuat Kadispenda, lalu dibawa ke Bagian Hukum dan Sekretaris Kabupaten (Sekkab) untuk dilakukan penelitian dan paraf. Kalau sudah sesuai, barulan dibawa ke Bupati untuk ditandatangani. Berdasarkan SK Bupati Nomor 356 tahun 2005, Bupati Buleleng mendapatkan bagian 40 persen dana upah pungut PBB, sementara Kadispenda Buleleng kebagian 25 persen, disusul Sekkab Buleleng dapat 10 persen, staf Dispenda Buleleng kecipratan 15 persen, dan sisanya 10 persen untuk biaya operasional. Dalam SK Bupati pertama ini, Wakil Bupati Buleleng yang kala itu dijabat Gede Wardana tidak kebagian jatah dana upah pungut. Namun, dalam revisinya di SK Bupati Nomor 977 tahun 2008, jatah Bupati Buleleng dikurangi 10 persen, sementara jatah Kadispenda Buleleng dikurangi 5 persen. Selanjutnya, jatah 15 persen dana upah pungut PBB hasil pengurangan Bupati dan Kadispenda tersebut dialihkan untuk mengakomodasi Wakil Bupati Buleleng. Kala itu, jabatan Wakil Bupati Buleleng dipegang Made Arga Pynatih.
Putusan banding PT Denpasar juga menyebutkan, dana perimbangan dari pemerintah pusat untuk ketiga sektor PBB, yakni Kehutanan, Perkebunan, dan Pertambangan tidak untuk dibagi-bagikan kepada pejabat dan pegawai di lingkup Pemkab Buleleng. Melainkan, peruntukannya adalah buat kegiatan operasional. Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Singaraja, Wayan Suardi, membenarkan telah keluarnya putusan banding PT Denpasar yang memperberat hukuman terpidana Putu Bagiada dan Nyoman Pastika ini. “Putusan banding ini sama dengan tuntutan yang kami ajukan (di sidang Pengadilan Tipikor Denpasar),” tegas Wayan Suardi saat dikonfirmasi per telepon secara terpisah di Singaraja, Kamis kemarin. Terpidana mantan Bupati Bagiada sendiri sebelumnya divonis 2 tahun penjara dalam sidang putusan Pengadilan Tipikor Denpasar, 5 Maret 2013 lalu. Selain vonis 2 tahun penjara, majelis hakim Pengadilan Tipikor yang diketuai I Gusti Agung Bagus Komang Wijaya Adhi juga mengganjar Putu Bagiada denda Rp 150 juta dan wajib mengembalikan kerugian negara sebesar Rp 574,71 juta.
Hal yang memberatkan, mantan Bupati Bagiada dianggap tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi dan tidak mengakui perbuatannya. Sedangkan hal yang meringankan, Putu Bagiada belum pernah dihukum, sopan dalam persidangan. Selain itu, apa yang didapat Putu Bagiada jauh lebih kecil dibandingkan apa yang telah diberbuatnya bagi negara selama 10 tahun menjadi Bupati Buleleng (2002 hingga 2012). Vonis untuk mantan Bupati Bagiada ini jauh lebih ringan dari tuntutan JPU sebelumnya, yang menuntut 4 tahun penjara, plus denda Rp 200 juta subsider 6 bulan dan wajib kembalikan uang pengganti kerugian negara Rp 574,71 juta. Mantan Bupati Bagiada dijebloskan ke sel tahanan LP Singaraja sejak 3 September 2012, hanya berselang dua bulan pasca lengser dari kursi Bupati Buleleng periode kedua.
Sebaliknya, mantan Kadispenda Buleleng Nyoman Pastika divonis 1 tahun penjara dalam sidang putusan Pengadilan Tipikor Denpasar berselang sehari pasca vonis Putu Bagiada, yakni 6 Maret 2013. Selain vonis 1 tahun penjara, Nyoman Pastika juga diwajibakan membayar denda sebesar Rp 100 juta subsider kurungan 2 bulan, plus membayar kerugian negara Rp 29,9 juta sebagai kekurangan dari uang yang dinikmatinya. Vonis bagi Nyoman Pastika di Pengadilan Tipikor juga lebih rendah dari tuntutan JPU Kejari Singaraja, Wayan Suardi cs, yang sebelumnya menuntut 3 tahun penjara. Nyoman Pastika sendiri sebelumnya dijebloskan ke sel tahanan LP Singaraja, 16 Agustus 2012.
dreamingpost.com_____
sumber : NusaBali