DENPASAR - Pemprov Bali mengingatkan sekolah-sekolah agar tidak lagi memungut dana yang tak memiliki landasan hukum.
Pemprov Bali pun ancam akan jatuhkan sanksi tegas bagi SMA dan SMK yang masih lakukan pungutan liar.
Warning ini disampaikan Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) Provinsi Bali, Tjokorda Istri Agung (TIA) Kusumawardhani, dalam konferensi pers di Kantor Gubernur, Niti Mandala Denpasar, Kamis (15/12). TIA Kusumawardhani menegaskan, pihak sekolah dan para kepala sekolah (Kasek) diharapkan melaksanakan prosedur dan aturan, sehingga tidak berpotensi melanggar hukum.
"Kalau pungutannya tidak sesuai aturan, tidak sesuai prosedur, dan tanpa ada landasan yang jelas, maka diberlakukan sanksi bagi oknum kepala sekolah atau yang terlibat. Sanksi itu tergantung tingkat kesalahannya. Sanksi itu mulai dari surat peringatan sampai terberat. Sanksi dilakukan oleh Badan Kepegawaian Daerah (BKD)," ujar TIA Kusumawardhani, yang kemarin didampingi Karo Humas Setda Provinsi Bali, Dewa Gede Mahendra Putra.
Menurut TIA, tidak boleh ada kebijakan tanpa landasan yang bisa dikategorikan pungli di sekolah. Namun demikian, Disdikpora Provinsi Bali tetap akan berkomunikasikan dengan kepala sekolah dan SMK/SMA yang kewenangan dan pengelolaannya di bawah Provinsi Bali, terutama menyangkut dana apa saja yang bisa dipungut.
"Jangan sampai ada anggapan ketika SMA/SMK dikelola Provinsi Bali, ini tidak boleh, itu tidak boleh," ujar mantan Kadisdikpora di era Gubernur Bali Dewa Made Beratha yang sempat dialihkan jadi Kepala Badan Pendidikan dan Latihan Provinsi Bali, sebelum balik lagi sebagai Kadisdikpora Provinsi Bali ini.
TIA mencontohkan, pungutan komite di sekolah harus ada kesepakatan dan punya landasan hukum. Kemudian, penggunaan dana BOS juga harus jelas peruntukannya. "Jangan sampai ada kesalahan dan melenceng dalam pemanfaatan dana BOS. Kalau sudah terpenuhi dari APBD, tapi ada yang kurang dan dibutuhkan, silakan disepakati dengan komite. Kalau pemerintah mampu membiayai, ya akan dibiayai," tandas TIA.
Disdikpora Provinsi Bali, kata TIA, akan undang pihak komite sekolah untuk menyam-paikan masalah pungutan-pungutan yang tidak ada landasan hukumnya. Para kepala sekolah dan komite akan dipertemukan. “Pertemuan inilah media yang kami pakai, apa yang harus dilakukan dalam menyikapi masalah pungutan," katanya.
Pengelolaan SMA dan SMK kini sudah beralih ke Provinsi Bali, dari semula di tangan Kabupaten/Kota. Pemprov Bali mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar 23 persen dari total APBD. Ini jauh melebih syarat minimal 20 persen dari total APBD untuk pos pendidikan, sesuai yang diamanatkan dalam Undang-undang Pendidikan.
Menurut TIA, APBD Bali Induk Tahun 2017 dirancang sebesar Rp 5,4 triliun. Sebanyak 23 persen atau Rp 1,213 triliun di antaranya dialokasikan untuk anggaran pendidikan. Dari jumlah tersebut, paling banyak untuk belanja pegawai, mulai dari gaji dan tunjangan, sebesar Rp 704 miliar.
Apalagi, saat ini Pemprov Bali menerima pelimpahan guru SMA/SMK yang berstatus tenaga kontrak sebanyak 4.617 orang. "Paling banyak untuk belanja pegawai. Tapi, dari sisi aturan dan perundang-undangan, sudah melebihi dari yang disyaratkan. Kita perkirakan anggaran pendidikan hampir 23 persen dari APBD Bali 2017," tegas TIA.
Sementara itu, DPRD Bali akan memantau pelaksanaan anggaran pendidikan yang besarnya mencapai Rp 1,213 triliun ini. Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Bali untuk APBD Induk 2017, I Ketut Kariyasa Adnyana, menyebutkan pungutan di sekolah juga harus diminimalkan.
"Besarnya anggaran pendidikan ini harus dipantau dan dikawal. Kami lembaga kontrol dan pengawasan akan melaksanakan peran dengan maksimal. Kita koordinasi dengan Komisi IV DPRD Bali yang membidangi pendidikan," tegas politis PDIP asal Busungbiu, Buleleng yang telah tiga periode duduk di DPRD Bali Dapil Buleleng ini.
sumber : nusabali