Pastika Minta Jangan Main Hakim Sendiri
Kalangan tokoh dan elemen masyarakat dari semua kabupaten/kota se-Bali hadir dalam acara dialog yang digelar Gubernur Made Mangku Pastika di Gedung Wiswa Sabha Utama Kantor Gubernuran, Niti Mandala Denpasar, Minggu (2/3) siang. Sayangnya, pihak Jaringan Aksi Tolak Reklamasi (Jalak) Sidakarya tidak hadir memenuhi undangan dialog terkait spanduk provokatif ‘Penggal Kepala Mangku P’. Gubernur Pastika sendiri meminta krama Bali jangan bertindak gegabah dan maih hakim sendiri.
Dalam dialog sejak siang pukul 14.00 Wita hingga sore pukul 17.00 Wita kemarin, Gubernur Pastika didampingi Wagub Ketut Sudikerta, Sekprov Bali Tjokorda Ngurah Pemayun, dan sejumlah pejabat SKPD. Sedangkan tokoh yang hadir, antara lain, Raja Denpasar Ida Tjokorda Pemecutan XI, Petajuh Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP) Bali Dewa Gede Ngurah Suasta, akademisi Prof Dr dr LK Suryani SpKj, aktivis lingkungan yang tokoh reklamasi asal Sanur, Dr Made Mangku, tokoh Desa Tanjung Benoa Wayan Ranten, hingga budayawan Abubakar dan Ketua dan sesepuh Perguruan Sandhi Murthi I Gusti Ngurah Harta. Sebenarnya, Jalak Sidakarya diundang resmi oleh Pemprov Bali dalam dialog yang dipandu Wayan Juniarta tersebut. Namun, Jalak Sidakarya selaku pemilik spanduk ‘Penggal Kepala Mangku P’ tidak datang. Karenanya, mereka yang hadir otomatis adalah pihak masyarakat yang selama ini mendukung program-program Bali Mandara. Dialog kemarin siang berlangsung panas sejak awal.
Banyak elemen masyarakat dari daerrah, seperti Buleleng, Gianyar, dan Karangasem, yang kecan keras spanduk tolak reklamasi yang isinya provokatif dan minta pelakunya diproses secara hukum. Bahkan, mereka ‘siap perang’. Sebab, segelintir orang berkoar atas nama rakyat Bali. Tokoh asal Karangasem, Wayan Kari Subali, menyatakan sudah ada di media bahwa Polda Bali kantongi pelaku penyebar spanduk ancaman itu. “Sudah 4 hari ini berjalan dan penting diselidiki. Mudah-mudahan ini secepatnya tertangkap. Kalau tidak, kami yang akan datang ke Polda Bali. Kami bukan orang keras. Namun, kalau mau ribut kami akan ribut juga. Kalau orangnya mengaku salah, pasti dimaafkan, tapi proses hukum tetap jalan,” ujar Kari Subali yang juga anggota DPRD Bali. Sedangkan Ngurah Harta menggarisbawahi persoalan yang dilatarbelakangi masalah reklamasi ini malah berubah menjadi perbuatan kriminal. Menurut Ngurah Harta, reklamasi sudah bergulir sejak tahun 1996 silam. Pengajuannya itu oleh 9 perusahaan. Bahkan, Ngurah Harta mengantongi data ada anggota Dewan di Denpasar terima duit. Kemudian, ketika ada TWBI (Tirta Wahana Bali Internasional) masuk, kenapa ribut? “Sepertinya ada persaingan investor. Saya ada data, kenapa TWBI masuk ribut.
Kenapa setelah Pilkada baru rebut? Sadar nggak PDIP diatasnamakan di panduk ‘penggal kepala’ itu? Saya tidak bela TWBI, reklamasi jangan dipolitisasi?” ujar Ngurah Harta. Demo-demo reklamasi, kata Ngurah Harta, sasarannya juga bukan murni menentang reklamasi, tapi targetnya Gubernur Pastika. “Pak Mangku Pastika harus tegas. Pemenggalan kepala itu ancaman dan sudah masuk coup. Kalau UU Subversi diberlakukan, ini sudah teroris,” ujar pria asal Panjer, Denpasar Selatan ini. Di tengah situasi panas, pra tokoh memberikan jalan terbaik kepada Gubernur Pastika supaya pelaku juga dimaafkan. Raja Denpasar Ida Tjokorda Pemecutan XI, misalnya, mengatakan selama ini masyarakat sudah terlalu sering direcoki ungkapan kasar. Sehingga, kata-kata penggal kepala, injak kepalamu sudah biasa di Bali. Tapim, kalau bentuknya spanduk, sudah lain persoalannya. Namun, Cok Pemecutan mengingatkan Gubernur Pastika jangan marah. “Kita semua bersaudara. Soal penggal memenggal kepala itu, itu perbuatan anak-anak yang mungkin dikasi arak,” ujar Cok Pemecutan. Kalau penulis spanduk mau datang minta maaf, ya Pastika supaya memaafkan. “Bila perlu kasi pekerjaan mereka,” selorohnya. Mantan Ketua DPRD Badung ini mengatakan dirinya paling tidak suka ada penindasan kepada rakyat. Dirinya sebagai tedung jagat siap di depan kalau ada ancaman kepada masyarakat, siapa pun dia.
Sementara, Prof LK Suryani menyebut betapa ngerinya Bali kalau sampai ada adu mengadu dan penggal memeganggal kepala. “Jangan sampai peristiwa G 30 S/PKI 1965 terulang di Bali, jangan mau diadu. Hukum harus dihargai, tapi hukum tidak selamanya menyelesaikan masalah. Masyarakat Bali harus menyelesaikan persoalan ini dengan baik-baik dan jangan mau diadu,” tegas Suryani. Sedangkan Dewa Ngurah Suasta senada dengan Cok Pemecutan dan menyarankan Gubernur Pastika tetap membuka pintu maaf terhadap penulis spanduk ancaman. Pria berambut putih ini menegaskan jangan sampai ada balas membalas dan penggal memenggal kepala. “Kalau jalan dialog habis, hukum ditegakkan. Saya yakin Polda Bali sudah mengerti ini,” tegas Dewa Suasta. Sementara itu, dalam closing statement-nya, Gubernur Pastika meminta seluruh elemen masyarakat tetap menjaga nama baik Bali. Pastika pun membeberkan bagaimana dirinya pulang kembali ke Bali setelah transmigrasi 1963. Pastika menyatakan, dirinya pulang kembali tahun 2002 untuk mengungkap pelaku teror Bom Bali I.
Saat pulang, Pastika melihat Bali sudah banyak berubah. Setelah menjadi Kapolda Bali, Pastika bertambah kaget akan perubahan itu. Itu sebabnya, Pastika maju menjadi Calon Gubernur melalui Pilgub 2008 dan terpilih hingga dua periode dengan usung bisi misi Bali Mandara (Bali yang Maju, Aman, Damai, dan Sejahtera). “Bali punya kearifan lokal yang terkenal ke seluruh dunia. Tapi, apakah begini cara-cara orang Bali sekarang?” katanya. Menurut Pastika, semua sudah tahu siapa pemasang spanduk ‘Penggal Kepala Mangku P’. Karena direkam itu. Pastika menegaskan, Bali TV dan Bali Post yang pertama ada di sana. Tidaklah susah mencarinya. Ditegaskan Pastika, spanduk tersebut sudah mengancam dan kekerasan. Tanpa diadukan pun, sudah bisa dipidanakan. “Saya tahu persis itu,” ujarnya. “Selama ini, saya disebut anjing, apa pernah saya melaporkan ke polisi? Saya diberitakan membubarkan desa pakraman, itu berita bohong dan pidana. Tapi, saya tidak mempidanakannya karena saya sayang Bali Post yang aset Bali. Tapi, dibiarkan kok malah menjadi-jadi?” Pastika tambah kesel ketika soal spanduk penggal kepala, dirinya justru dituntut minta maaf dengan tudingan menyebar ancaman.
“Saya tidak mengancam. Saya pada jumpa pers dengan media menyebutkan saya pernah memenggal kepala orang ketika jadi Komandan Brimob di Timor Portugis tahun 1976, karena beberapa anak buah saya juga dipenggal. Tapi, saya terus dibayangi mimpi buruk penggal kepala waktu itu. Eh, itu saya dibilang mengancam,” ujarnya. Namun, Pastika berterimakasih atas saran para tokoh dalam dialog kemarin. ”Saya yakin yang nulis itu anak-anak kita yang mungkin dengan gagah-gagahan, tapi mau diprovokasi. Entah siapa yang memprovokasi. Saya kira ini kerjaan orang dendam dengan saya. Saya sekarang minta jangan ada yang bertindak sendiri-sendiri. Saya nggak bisa bayangkan Denpasar jadi lautan api kalau saya tidak undang Anda-anda ke sini,” katanya.
Gubernur Bali Akan Datangi Pembuat Spanduk Ancaman
Gubernur Bali Made Mangku Pastika menyatakan akan mendatangi sendiri dan mengajak berkomunikasi para pembuat spanduk ancaman yang bertuliskan "Penggal Kepala Mangku P" dengan semangat persaudaraan.
"Saya akan datangi ke rumahnya, tidak usah ramai-ramai. Saya datang sendiri, saya kira berani kok. Kalau mereka tidak mau datang, saya yang akan datangi. Saya katakan dengan semangat bersaudara, dia adalah anak saya, saudara saya yang harus diselamatkan," katanya saat menutup dialog terbuka dengan berbagai komponen masyarakat Bali, di Denpasar, Minggu.
Sebenarnya dia sangat ingin komponen yang tergabung dalam Jaringan Aksi Tolak Reklamasi (Jalak) Sidakarya, Denpasar, sebagai pihak yang memasang spanduk ancaman dan Masyarakat Sipil Bali (MSB) untuk hadir dalam acara dialog itu. Meskipun undangan sudah disampaikan lewat surat, telepon dan pesan singkat, kedua komponen tersebut absen dalam dialog itu.
"Saya tidak pendendam, saya mendambakan kedamaian, saya hanya ingin tahu siapa yang nyuruh nulis itu. Saya yakin yang nulis itu tidak sadar, jangan-jangan cuma gagah-gagahan saja anak-anak kita," ucapnya sembari meneteskan air mata.
Demikian juga dengan mereka yang membubuhkan cap jempol darah pada spanduk, menurut dia, kemungkinan juga supaya terlihat gagah. Tetapi mantan Kapolda Bali itu berkeyakinan, di balik tindakan pembuatan dan pemasangan spanduk itu ada yang menyuruh dan ada yang memprovokasi.
"Itu yang saya mau dapat yang memprovokasi. Kalau dibiarkan, ini balik lagi, membuat opini lagi, dan bisa membuat rusuh," ujarnya sembari menyebut tidak keberatan untuk memaafkan.
Terkait siapa dalang dalam pembuatan spanduk itu, pihaknya menyerahkan sepenuhnya pengusutan pada Polda Bali. Selain itu ia memandang memang sudah sepantasnya kepolisian mengusut karena secara hukum ada kewajiban untuk mencegah orang lain dibunuh. Apalagi dalam spanduk itu kata-katanya jelas, memakai cap jempol darah dan dipasang di tempat umum.
"Biarkanlah aparat kepolisian menangani masalah ini, percayakan pada mereka. Saya juga mantan anggota Polri, mari berikan kepercayaan pada mereka. Saya harapkan masyarakat tenang dan tidak perlu mengambil tindakan sendiri-sendiri," harap Pastika.
Di sisi lain, terkait persolan penolakan reklamasi Teluk Benoa, Badung, yang menjadi salah satu dasar pembuatan spanduk, Pastika mengharapkan supaya masyarakat tidak khawatir karena dirinya sangat sayang pada Bali dan tidak mungkin merusak Bali.
Sebelumnya, Gubernur Bali Made Mangku Pastika dalam kesempatan jumpa media menyatakan sangat menyayangkan pemasangan spanduk di pojok barat kantor gubernur setempat pada Rabu (26/2) yang berisi ancaman pemenggalan kepala terhadap dirinya terkait penolakan reklamasi Teluk Benoa.
Terhadap pemasangan spanduk tersebut apalagi diisi dengan cap jempol darah, menurut dia, persoalannya menjadi berbeda dan merupakan hal serius. "Saya menganggap serius karena judulnya `Penggal Kepala Mangku P`," katanya.
Pastika: Masyarakat Jangan Gegabah Sikapi Spanduk Provokatif
Gubernur Bali Made Mangku Pastika mengharapkan masyarakat jangan berbuat gegabah dan bertindak sendiri-sendiri menyikapi pemasangan spanduk provokatif yang berisi ancaman pemenggalan kepala dirinya itu.
"Saya berharap dan memohon kepada semua pihak `cooling down` (menahan diri) dan jangan bertindak sendiri-sendiri karena hal itu akan merusak kita semua," katanya saat mengadakan dialog terbuka dengan komponen masyarakat Bali, di Denpasar, Minggu.
Dia menegaskan, sebagai seorang pemimpin, maka dirinya bertanggung jawab untuk senantiasa menjaga kondusivitas daerah, keamanan, dan kenyamanan Bali. Kalau ada yang sampai bertindak sendiri-sendiri, maka ia akan merasa gagal sebagai pemimpin.
"Biarkanlah aparat kepolisian menangani masalah ini, percayakan pada mereka. Saya juga mantan anggota Polri, mari berikan kepercayaan pada mereka. Saya harap tenang dan tidak perlu mengambil tindakan sendiri-sendiri," ujar mantan Kapolda Bali itu.
Pertemuan yang digelar itupun, tambah dia, menjadi upaya untuk mencegah jangan sampai terjadi tindakan anarkis.
Dalam acara yang dihadiri oleh Wagub Bali Ketut Sudikerta, Sekda Prov Cok Pemayun, jajaran pejabat eselon II di lingkungan Pemprov Bali, tokoh-tokoh masyarakat, beserta elemen masyarakat Bali, Pastika mengatakan bahwa tujuan acara itu adalah meluruskan berita yang berkembang terkait isu spanduk provokatif tersebut serta mendengar aspirasi dan masukan masyarakat terkait langkah Gubernur melaporkan aksi tersebut ke Polda Bali.
"Saya tidak pendendam, saya mendambakan kedamaian, saya hanya ingin tahu siapa yang nyuruh nulis itu. Saya yakin yang nulis itu tidak sadar, jangan-jangan cuma gagah-gagahan saja anak-anak kita," ucapnya sembari berkeyakinan di balik tindakan pembuatan dan pemasangan spanduk itu ada yang menyuruh dan memprovokasi.
Sementara itu, psikiater Luh Ketut Suryani yang hadir pada acara itu memberikan masukan supaya setiap permasalahan diselesaikan dengan berkomunikasi. Ia mengajak masyarakat untuk senantiasa menjaga ketenangan Bali.
Pendapat senada disampaikan, Penglingsi Puri Cokorda Ngurah Pemecutan dan Dewa Ngurah Swastha dari Majelis Utama Desa Pakraman Provinsi Bali. Menurut mereka, setelah nanti pelakunya ditemukan, wajib untuk dimaafkan.
Mereka juga sepakat tidak ada larangan bagi masyarakat untuk berdemonstrasi dan memasang spanduk, namun hendaknya tetap memperhatikan etika dan sopan santun serta jangan sampai melanggar hukum.
"Jika ada permasalahan, itu semestinya dapat diselesaikan dengan berdialog. Ingatlah kita semua ini bersaudara. Ke depan tidak boleh lagi terulang penyampaian aspirasi yang berisi ancam mengancam," ujar Swastha.
Namun, lanjut dia, ketika lewat dialog permasalahan tak dapat diselesaikan, maka dapat ditempuh jalur hukum.
Sebelumnya, Gubernur Bali Made Mangku Pastika dalam kesempatan jumpa media menyatakan sangat menyayangkan pemasangan spanduk di pojok barat kantor gubernur setempat pada Rabu (26/2) yang berisi tulisan ancaman "Penggal Kepala Mangku P" terkait penolakan reklamasi Teluk Benoa.
Pastika Akui Jadi Target Nomor Satu Teroris
Gubernur Bali Made Mangku Pastika mengakui dirinya menjadi target nomor satu para teroris sehingga ia mengkhawatirkan terjadi penyusupan dalam berbagai kegiatan penyampaian aspirasi masyarakat di Pulau Dewata.
"Kalau dibilang target nomor satu teroris, itu sebenarnya saya. Jadi seperti itulah situasinya, saya khawatir hal-hal yang masuk seperti itu. Ini saya kira akan merugikan kita semua," katanya saat menggelar dialog terbuka dengan komponen masyarakat Bali, di Denpasar, Minggu.
Pastika mengkhawatirkan kemungkinan adanya kelompok radikal yang menggunakan kesempatan atau menyusup pada kasus pemasangan spanduk provokatif yang bertuliskan "Penggal Kepala Mangku P" di pojok barat Kantor Gubernur Bali pada Rabu (26/2).
"Saya terus terang saja, mungkin banyak yang tidak begitu tahu sesungguhnya saya menjadi target para teroris," ujar mantan Kepala Investigasi Bom Bali I itu.
Ia juga mengkhawatirkan, jika spanduk provokatif itu merupakan pekerjaan orang-orang yang dendam pada dirinya.
"Tidak ada Densus 88 kalau tidak ada saya, tidak ada UU Anti-Terorisme kalau tidak ada saya. Orang mungkin tidak tahu prosesnya bagaimana saya dimusuhi oleh semua pihak. Perjuangannya panjang tetapi saya tidak mungkin cerita satu persatu di balik peristiwa pengeboman tersebut dan mengapa peristiwa itu terjadi," kenangnya.
Mantan Kapolda Bali itu menegaskan selama ini tidak pernah mempersoalkan adanya demonstrasi karena hal itu merupakan hak asasi warga negara.
"Mau demo apapun, saya tidak melaporkan kepada polisi. Kecuali hal ini karena saya bukan mempersoalkan demonya tetapi ancaman jiwa itu. Siapapun di Bali kalau mengancam jiwa seseorang, menurut saya patut disikapi serius," katanya.
Ia mengatakan tidak mencampuri proses hukum yang sedang berlangsung pascakasusnya dilaporkan ke Polda Bali. "Mungkin ada yang menduga saya sebagai mantan Kapolda Bali bisa mencampuri proses hukum, tetapi hal ini saya serahkan sepenuhnya kepada kepolisian karena dapat menyangkut siapa saja, tidak hanya saya," ujarnya.
Pastika berkeyakinan yang menulis spanduk itu bisa jadi tidak sadar dan jangan-jangan cuma gagah-gagahan. Namun, di balik tindakan pembuatan dan pemasangan spanduk itu ada yang menyuruh dan memprovokasi.
sumber : nusabali, antarabali