Informasinya, pengurus dari kelompok masyarakat penerima bansos dipaksa oknum Dewan menarik dananya di rekening, kemudian mau disunat langsung sebagai imbalan memperjuangkan bansos tersebut di SKPD Pemprov Bali. Besarnya bansos yang diterima kelompok masyarakat ini sebesar Rp 100 juta. Tidak terima bansosnya mau disunat oknum Dewan, kelompok masyarakat tersebut pun melapor ke SKPD Pemprov Bali. Rencananya, mereka akan kembalikan saja dana bansos ke pemerintah, supaya tidak berdampak ke kasus hukum. Kasus dugaan penyunatan bansos ini terjadi di wilayah Kecamatan Mengwi, Badung. Bansos tersebut bantuan APBD Bali yang cair tahun 2013. Awalnya, kelompok maykarakat tersebut menerima bansos senilai Rp 100 juta. Sumber dari kelompok masyarakat tersebut mengatakan, begitu bansos bisa cair, oknum Dewan yang memfasilitasinya tiba-tiba mengirim beberapa preman dan meminta agar segera dicairkan di rekening.
Dana Rp 100 juta mau dipotong langsung sebagai imbalan. “Kelompok kami tidak mau menerima dana bansos yang dipotong. Kami pun sepakat untuk mengembalikannya ke pemerintah. Sebab, yang mendatangi dan minta bagian adalah preman semua,” ujar sumber yang wanti-wanti namanya tidak dikorankan, Selasa (7/1).
Sementara, Pemprov Bali menyatakan hingga Selasa kemarin belum ada menerima informasi soal dana bansos dikembalikan masyarakat. Namun demikian, Pemprov Bali akan mengecek ke SKPD yang jadi leading sector bagi bansos yang hendak dikembalikan kelompok masyarakat tersebut. “Kami mau cek ke SKPD-SKPD dulu. Nanti kami akan sampaikan informasinya kalau memang ada,” ujar Sekretaris Provinsi (Sekprov) Bali, Tjokorda Ngurah Pemayun, saat dikonfirmasi secara terpisah kemarin. Menurut Tjok Pemayun, banyak SKPD di Pemprov Bali yang menangani bansos dan dana hibah, mulai dari Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Kebudayaan, Biro Kesra, hingga SKPD lainnya. “Banyak SKPD yang tangani bansos. Saya cek dulu, supaya tidak salah,” ujar Tjok Pemayun. Sementara itu, anggota Fraksi PDIP DPRD Bali Dapil Karangasem, Ni Made Sumiati, mengaku telah menalangi dana bansos dan hibah tahun anggaran 2013 sebesar Rp 2 miliar.
Sedangkan utang aspirasi dari konstituennya yang belum terbayar saat ini mencapai Rp 4 miliar. “Saya talangi dana bansos Rp 2 miliar itu melalui lembaga The Sumiati Center berupa pinjaman. Sebab, dana bansos mesti terbayar, terutama untuk upacara adat, kegiatan organisasi masyarakat, dan kegiatan sosial lainnya,” jelas Sumiati di kediamannya, Jalan Sultan Agung Amlapura, Selasakemarin. Anggota Komisi I DPRD Bali ini menegaskan, pihaknya harus bertanggung jawab secara moral atas bansos yang telah dijanjikan kepada masyarakat sebelumnya. “Berkorban untuk masyarakat kan sama artinya beryadnya. Dulu, tanpa bansos pun, saya bisa mendapat simpati masyarakat,” ujar Sumianti. Menurut Sumiati, utang bansos pada akhirnya akan terbayar, walau harus menunggu di APBD Perubahan 2014.
Demikian pula utang aspirasi yang terakumulasi hingga Rp 4 miliar, menurut Sumiati, masyarakat yang dijanjikan dapat bansos sudah telanjur merealisasikan programnya terlebih dulu. “Ya, saya bertanggung jawab atas janji itu. Pada waktunya yang tepat nanti, utang itu akan saya bayar,” ujar pendiri Yayasan Tresna Yadnya Amlapura ini. Sumiati sendiri mengaku tak ada beban terkait tidak cairnya bansos dan dana hibah untuk masyarakat. Yang jelas, dirinya sudah berupaya berjuang agar bansos cair, bahkan sempat harus menginap di Kantor Gubernur Bali selama 9 hari sampai malam tahun baru. “Syukurnya masyarakat mengetahui kondisi itu,” papar mantan Ketua Forum Komunikasi Masyarakat Karangasem (FKMK) ini. Sebelumnya, Gubernur Pastika secara khusus minta maaf kepada rakyat atas kasus belum cairnya bansos dan dana hibah saat rapat eksekutif-legislatif di Gedung DPRD Bali, Niti Mandala Denpasar, Senin (6/1) siang. “Saya meminta maaf kepada masyarakat Bali yang telah capek mengurus dana hibah yang dimohonkan kepada Pemerintah Provinsi Bali melalui anggota DPRD.
Semua ini bukan kesalahan anggota DPRD maupun staf saya. Ini aaya bertanggung jawab atas terjadinya persoalan bansos,” tandas Pastika di hadapan Dewan. Pastika memaparkan kisruh bansos dan seluruh masalah berikut alasan-alasannya. Menurut Pastika, tidak semua bansos milik anggota Dewan beku. Secara keseluruhan, proposal bansos dan hibah yang diajikan masyarakat melalui fasilitas anggota DPRD Bali mencapai 14.449 item, dengan dana total Rp 445 miliar. Dari jumlah itu, yang sudah cair mencapai Rp 256 miliar (57,75 persen), sementara sisanya tidak cair sebesar Rp 188 miliar (42,25 persen). Menurut Pastika, bansos masyarakat yang tidak cair sebesar Rp 188 miliar ini nantinya akan diproses di tahun 2014. Ada mekanisme dan tata cara prosesnya. “(Bansos) Yang tidak cair sekarang nantinya akan dianggarkan pada 2014, dengan syarat memenuhi semua ketentuan.
Mekanisme pengajuan dan pencairannya telah diatur,” tandas Pastika. Pastika menegaskan, sesuai hasil konsultasi dengan Mendagri, bansos dan hibah yang lewat 31 Desember 2013 memang tidak bisa dicairkan. Kalau dipaksakan, itu bisa menimbulkan masalah. Soalnya, anggaran tahun 2013 sudah tutup buku per 31 Desember. Ada banyak hal yang menyebabkan terhambatnya pencairan bansos. Di antaranya, masalah alamat penerima dana hibah-bansos, masalah rekening yang salah, hingga masalah kelengkapan KTP penerima. Karena itu, SKPD memerlukan waktu panjang untuk melakukan verifikasi. Padahal, untuk pencairan bansos memerlukan kelengkapan dan akurasi data supaya memenuhi syarat. “Kita harus meneliti betul, karena kita tidak mau melanggar hukum.”
sumber : NusaBali