DENPASAR - Inilah buntut ribut-ribut soal Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Besakih-Gunung Agung dan sekitarnya. Gubernur Made Mangku Pastika putuskan tutup semua Pura Sad Kahyangan dan Pura Dang Kahyangan untuk kunjungan turis yang berlibur di Bali. Selain itu, Gubernur juga berniat usulkan kepada Presiden SBY supaya membatalkan 11 KSPN di wilayah Bali.
Gubernur Pastika menyampaikan hal itu dalam closing statment saat Sarasehan ‘Pembangunan Pariwisata Bali ke Depan’ di Gedung Jaya Sabha, Jalan Surapati Nomor 1 Denpasar, Selasa (5/11). Sarasehan yang sekaligus untuk membedah pro-kontra soal KSPN Besakih-Gunung Agung dan sekitarnya kemarin, menghadirkan para tokoh Bali. Mereka yang hadir, antara lain, Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Prof Dr Ir I Gede Pitana MSc, Wakil Gubernur Bali Ketut Sudikerta, Petajuh Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP) Provinsi Bali I Dewa Gede Ngurah Swastha, Ketua Sabha Walaka PHDI Pusat Putu Wirata Dwikora, Ketua PHDI Bali Dr I Gusti Ngurah Sudiana, Ketua Sabha Walaka PHDI Bali Prof Dr dr I Made Bhakta, tokoh perempuan Prof Dr dr Luh Ketut Suryani SpKj, Ida Tjokorda Pemecutan XI, Ketua Komisi I DPRD Bali Made Arjaya, kalangan sulinggih, hingga kalangan pelaku pariwisata.
Gubernur Pastika menegaskan komitmennya untuk menutup Pura Sad Kahyangan dan Pura Dang Kahyangan dari aktivitas turis dan pariwisata, setidaknya selama 5 tahun ke depan. Gubernur tidak mau terjadi lagi ribut-ribut dan terus berkembang polemik soal kawasan suci pura. “Pura diputuskan clean dari aktivitas lain di luar untuk kepentingan ibadah, minimal di Pura Sad Kahyangan dan Pura Dang Kahyangan,” tandas Pastika. “Ini bukan saya ngambul. Sudah, pura itu tidak lagi dikatakan daya tarik pariwisata, tutup pura dari aktivitas pariwisata. Apalagi, tadi ada yang bacakan bhisama. Kalau sudah menyentuh pemimpin kena kutukan, saya paling takut ini,” lanjut Pastika seusai mendengar dialog disertai usulan dan saran para tokoh kemarin.
Pastika menegaskan, nantinya pura wajib dijaga semua komponen, termasuk kalangan pariwisata. “Nanti kita bicara dengan kalangan pariwisata tentang kondisi ini. Saya minta maaf kepada teman-teman yang sudah punya kalender soal piodalan-piodalan di pura-pura.” Selain itu, Pastika juga memutuskan buat sementara KSPN tidak diberlakukan di Bali. Jadi, bukan KSPN untuk Besakih-Gunung Agung dan sekitarnya yang yang diberangus, tapi juga 10 KSPN di Bali lainnya yang telah ditetapkan pusat melalui PP Nomor 50 Tahun 2011. Sikap seperti ini diambil Pastika, karena dalam sarasahan kemarin banyak desakan supaya KSPN Besakih-Gunung Agung dan sekitarnya ditiadakan saja. ”Saya berkesimpulan, jangan diberlakukan dulu KSPN di Bali, karena semua ada puranya. Nanti sulit lagi kita. Jadi, dalam radius tertentu harus bersih. Ini masalah sensitif. Yang suka mencari-cari masalah memang pintar, mereka cari yang sensitif seperti ini.
Miss World cukup sekali saja datang sembahyang ke Pura Besakih,” tegas mantan Kapolda Bali yang notabene pencetus konsep Majelis Utama Desa Pakraman (tingkat provinsi), Majelis Madya Desa Pakraman (tingkat kabupaten/kota), dan Majelis Alit Desa Pakramabn (tingkat kecamatan) saat masih menjabat Kapolda Bali tahun 2004 ini. Terkait sikapnya itu, Pastika akan melapor kepada Presiden SBY yang kebetulan hadir ke Bali dalam rangka Bali Democracy Forum, Rabu (6/11) ini. Kepada Presiden SBY, Pastika akan meminta supaya PP Nomor 50 Tahun 2011 berisi 11 KSPN wilayah Bali jangan diberlakukan dulu. “Saya akan sampaikan supaya ini dipertimbangkan. Bila perlu, dana Rp 5 miliar yang digelontor pusat untuk konsultan KSPN Sanur, Nusa Dua, dan Kuta dikembalikan saja,” tegas Pastika. Pastika sekalian menyentil I Gusti Agung Suryawan, praktisi dan akademisi pariwisata yang terlibat dalam konsultan KSPN Sanur, Kuta dan Nusa Dua. Dalam sarasehan kemarin, Agung Suryawan mengatakan pusat telah mengucurkan dana Rp 5 miliar untuk kawasan tersebut.
Namun, Agung Suryawan sendiri menolak Besakih-Gunung Agung dan sekitarnya masuk KSPN. Dia ingin KSPN cukup sampai dikawasan bawahnya saja yakni Putung dan Bukit Jambul. Sikap yang diambil Gubernur Pastika dalam kesimpulan seusai sarasehan kemarin, membuat hadirin tercengang dan tegang. Usai sarasehan, banyak yang menilai ini keputusan ini akan ditolak kalangan pariwisata. Namun, saaat dikonfirmasi, Pastika dengan tegas menyatakan itu adalah keputusan atas dasar pendapat sulinggih, akademisi, kalangan pariwisata juga yang hadir kemarin. “Lho, ‘kan ini dasarnya dari usulan dan pendapat beliau-beliau dari sulinggih, paruman walaka, sabha walaka PHDI, tokoh-tokoh umat, sampai dengan Dekan Fakultas Pariwisata Unud. Bahkan, ada mahasiswa sampai membacakan bhisama bahwa pemimpin yang melanggar akan kena kutukan,” tandas Pastika. “Tadi kan Anda dengar juga itu. Ya, sudah, pura itu untuk tempat ibadah (sembahyang) saja, tidak lagi jadi daya tarik wiata, tidak juga jadi objek pariwisata, karena pura adalah tempat suci,” lanjut Gubernur pertama asal kawasan Bali Utara, Buleleng ini.
Sementara itu, Ketua PHDI Bali IGN Sudiana menyatakan sepakat dengan closing statement Gubernur Pastika. Menurut Sudiana, orang boleh masuk ke aeral pura kalau untuk sembahyang. “Selain kepentingan itu, tidak boleh. Saya yakin yang dimaksud itu masuk ke areal pura. Tapi, kalau cuma melihat pura dari luar saja, saya rasa boleh, tidak ada larangan,” ujar Sudiana. Siapa yang menjamin? Menurut Sudiana, semuanya tergantung kepada umat dan pamangku. “Kan bisa dilarang dan dikontrol oleh pamangku. Kalau memang tidak sembahyang, ya dilarang masuk ke pura,” kata tokoh umat yang akademisi ini. Sudiana menegaskan, dalam radius tertentu, pura ada kawasan Madya Mandala dan Utama Mandala. Nah, kawasan Madya mandala dan Utama Mandala ini yang tidak boleh ada aktivitas turisnya. Sedangkan untuk Nista Mandala, tak masalah. Sedangkan dalam acara dialog dan sarasehan Pembangunan Pariwisata Bali ke Depan’ di Gedung Jaya Sabha kemarin, hampir seluruh sulinggih, tokoh umat, akademisi mengusulkan Besakih-Gunung Agung dan sekitarnya tidak diotak-atik.
Seorang mahasiswa asal Kuta, I Made Bawa, bahkan membacakan bhisama. “Kalau pemimpinnya tidak mengindahkan bhisama, bencana itu akan datang, mulai gempa bumi, tsunami, wabah penyakit, hingga banjir dan sebagainya,” papar Made Bawa. Sebaliknya, Agung Suryawan menyatakan setuju ada KSPN di Bali. Namun, untuk kawasan Besakih-Gunung Agung dan sekitarnya, tidak boleh masuk KSPN. Menurut Agung Suryawan, cukup diturunkan sampai radius di bawahnya yakni kawasan Putung dan Bukit Jambul. Anehnya, Agung Suryawan malah kompromi dengan KSPN Danau Batur (di Bangli) dan KSPN Bedugul-sekitarnya (di Tabanan), meski di sana juga ada pura besar. Alasannya, kawasan Batur dan Danau Beratan sudah ditetapkan sebagai daya tarik wisata khusus. Agung Suryawan menyebutkan, pihak konsultan yang menetapkan KSPN Besakih-Gunung Agung dan sekitarnya adalah orang yang tidak punya idealisme untuk Bali dan umat Hindu. “Kecurigaan-kecurigaan itu harus ada. UNESCO saja kita tolak menjadikan Besakih sebagai kawasan konservasi.
Siapa yang jamin konsultan nasional itu punya idealisme dan itikad baik untuk Bali?” tanya Agung Suryawan. Beda lagi pandangan Petajuh MUDP Bali, Dewa Gede Ngurah Swastha. Tokoh adat yang juga akademisi ini menegaskan, dalam pembuatan peraturan dan perundang-undangan, mengacu dengan nilai filosofis dan sosiologis. “Jangankan Gubernur atau Menteri, Presiden SBY saja tidak akan berani kalau desa pakraman dan PHDI menolak. Jangan coba-coba,” ujar Ngurah Swastha. “Desa Pakraman berhak mengawasi pawongan, palemahan, dan parahyangan. Soal KSPN ini, saya rasa SBY juga ada di situ. Bagi kami, kesukertan (kesejahteraan dan ketenteraman) itu paling utama. Bentuk tim kalau memang mau tolak KSPN, ajukan yudicial review. Itu lebih bagus daripada ribut-ribut di koran.” Sebaliknya, Ketua Komisi I DPRD Bali Made Arjaya melihat pro dan kontra soal KSPN Besakih ini kental muatan politiknya.
“Saya mohon maaf Pak Agung Suryawan yang akademisi. Sebagai orang politik, saya melihat kisruh KSPN ini kental muatan politiknya. Entah siapa yang menunggangi dan ditunggangi, yang jelas kenapa baru sekarang ribut soal KSPN di media? Padahal, barangnya sudah jadi pada 2011, dua tahun lalu,” papar politisi militan PDIP ini. “Ada kepentingan apa ini? Yang jelas, KSPN ini pertentangan entah memang murni dibangun oknum atau tidak. Kenapa baru dikeluarkan setelah Pilgub 2013? Kami berpikiran sederhana saja, soal KSPN ini sudah ada Perda Nomor 16 Tahun 2009 tentang tata ruang. DPRD dan Gubernur akan menegakkan ini. Kawasan yang diatur RTRW ini tidak bisa diotak-atik,” lanjut Arjaya. Pernyataan Arjaya lngsung dijawab Ketua Sabha Walaka PHDI Pusat, Putu Wirata Dwikora. Ketua Bali Coruuption Watch (BCW) ini menegaskan, PHDI tidak serta merta berbicara ketika KSPN ribut di media.
“Kami menunggu 2 bulan aspirasi masyarakat dan masukan tokoh umat. Kami berbicara sekarang tidak ada yang menunggangi. Kami juga tidak mau terseret konflik Gubernur dengan salah satu media,” tandas Wirata. Menurut Wirata, dalam 11 KSPN di Bali, Besakih-Gunung Agung dan sekitarnya supaya dikecualikan. “Ini setelah kami bicara dengan para sulinggih. Kami juga akan tegas supaya tegakkan Perda RTRW dan bhisama soal 10 KSPN yang lain,” ujar Wirata. Pernyatan Wirata didukung Ketua Sabha Walaka PHDI Bali, Prof Made Bhakta. Mantan Rektor Unud ini meminta Besakih-Gunung Agung dan sekitarnya dikeluarkan dari 11 KSPN. “Kami harap Gubernur dan DPRD Bali supaya memohon revisi kepada Presiden. Yang direvisi bukan PP 50 Tahun 2011, tapi cukup lampirannya,” ujar Prof Bhakta. Di sisi lain, tokoh masyarakat dari Puri Pemecutan, Ida Tjokorda Pemecutan XI, menyatakan siapa pun tidak akan setuju kalau Besakih diotak-atik. Soal KSPN, menurut Tjok Pemecutan, ada pura, puri, dan purana.
Batasan mana yang boleh dan tidak. KSPN jangan kayak reklamasi kasusnya. “Soal KSPN, orang pusat saya minta jangan otak-atik Besakih. Atur saja dan tata, tapi jangan masukkan KSPN,” katanya. Tjok Pemecutan juga mengingatkan bahwasanya yang menjadi raja-raja di Bali sekarang adalag para Bupati, Walikota, dan Gubernur. “Saya imbau Pak Gubernur setelah menjabat, tidak boleh Buleleng sentries karena berasal dari Buleleng. Ini saya ingatkan, karena di Bali ada kepala daerah yang kerjanya memperbaiki rumahnya, sampai gang-gang rumahnya, sementara rakyatnya dibiarkan miskin,” tandas tokoh yang juga sesepuh Golkar ini.
sumber : NusaBali