DENPASAR - Komisi I DPRD Bali pertemukan Shri Gusti Ngurah Arya Wedakarna vs Forum Relawan Bali Mandara (Forbara) selaku pendukung Gubernur Made Mangku Pastika, pihak berseteru atas pernyataan di media yang dituding statemen makar, Kamis (19/9). Dalam pertemuan untuk menjernihkan persoalan terkait statemen Arya Wedakarna yang hendak ‘turunkan Gubernur’ kemarin, keduabelah pihak sepakat berdamai.
Pertemuan yang dipimpin langsung Komisi I DPRD Bali Made Arjaya, Kamis kemarin, digelar di Lantai III Gedung Dewan, Niti Mandala Denpasar. Arya Wedakarna, Ketua DPD PNIM Bali yang Rektor Universitas Mahendradatta, datang bersama sejumlah mahasiswanya. Mengenakan pakaian adat madya, rombongan Wedakarna duduk dalam posisi berhadapan dengan rombongan Foruym Relawan Bali Mandara (Forbara). Sedangkan rombongan Forbara dipimpin langsung Ketua Umum Forbara, Putu Arsana Atmaja. Sementara, Made Arjaya (anggota Fraksi PDIP) selaku Ketua Komisi I DPRD Bali kemarin didampingi beberapa anggotanya seperti Ni Made Sumiati (Fraksi PDIP), Tjokorda Gede Budi Suryawan (Fraksi Golkar), Nyoman Sugawa Korry (Fraksi Golkar), dan Tjokorda Gede Ngurah (Fraksi Golkar). Wakil Ketua DPRD Bali dari Fraksi Golkar, Ketut Suwandhi, juga hadir.
Pertemuan kemarin menjadi menarik, karena pentolan dari pihak-pihak yang berseteru maupun penengahnya sama-sama calon anggota DPD RI ke Pileg 2014. Mereka masing-masing Arya Wedakarna, Putu Arsana Atmaja, dan Made Arjaya. Sebelum dialog dimulai, Made Arjaya lebih dulu memberikan rambu-rambu. “Kami yang memimpin pertemuan ini punya hak prerogatif dan mengingatkan supaya saudara-saudara tidak melebar dari persoalan awal. Kita cari solusi terbaik dan harus ada introspeksi diri demi Bali,” ujar Arjaya.
Kemudian, Putu Arsana Atmaja yang mendapatkan kesempatan bicara lebih dulu, menuding Wedakarna telah membuat rakyat dan masyarakat Bali resah serta cenderung tidak kondusif, menyusul pernyatannya di media Bali Post edisi 6 September 2013. “Karena pernyataan itu sangat provokatif, menyesatkan masyarakat dan inskonstitusional. Kami membawa perwakilan Forbara seluruh Bali ke sini (Gedung Dewan). Kami meminta saudara Wedakarna mengklarifikasi pernyataannya,” tuntut Arsana Atmaja. Ketegangan tidak terhindarkan, karena Wedakarna juga ngotot bahwa pernyataannya di media Bali Post bukan untuk menurunkan Gubernur.
Tapi, pernyataan itu untuk mengkiritisi Gubernur Pastika terkait dengan keluarnya SK Reklamasi Teluk Benoa, Kecamatan Kuta Selatan, Badung. Wedakarna menyebutkan, dirinya memang diwawancarai wartawan Bali Post pada 5 September 2013 tentang rencana reklamasi Teluk Benoa. Wedakarna mengaku tidak menyinggung dan tidak pernah bicara turunkan Gubernur. ”Saat itu, saya diwawancara soal rencana reklamasi Teluk Benoa. Saya saat itu berbicara soal Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang terutama isi pasal 73,” jelas Wedakarna. Dalam Pasal 73 ayat (1) Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang tersebut, kata Wedakarna, disebutkan ‘setiap pejabat pemerintah yang berwenang menerbitkan izin tidak sesuai dengan rencana tata ruang sebagai mana dimaksud pada Pasal 37 ayat (7), dipidana dengan pidana penjara paling lama lima (5) tahun dan denda lima ratus juta rupiah (500.000.000)’.
Wedakarna juga menjelaskan Pasal 73 ayat (2) yang menyebutkan selain sanksi pidana sebagaimana maksud pada Pasal 37 ayat (1), pelaku dapat dikenai sanksi tambahan berupa pemberhentian secara tidak terhormat dari jabatannya. Atas penjelasan Wedakarna tersebut, Arjaya selaku penengah kemudian memberikan pendapat bahwa keduabelah pihak punya pemahaman masing-masing dan sudah dibuka lebar akar masalahnya. Pihak Forbara akhirnya mau menerima dan mengerti inti pendapat Wedakarna yang memang tidak ada membuat pernyataan ‘turunkan Gubernur’, tapi dimuat media seperti itu. “Saya rasa sudah jelas masalahnya. Sekarang kami berharap saudara-saudara bisa bersama-sama membangun Bali ke depan dan persoalan ini sudah berakhir sampai di sini,” tegas politisi militan PDIP asal Sanur, Denpasar Selatan ini. Begitu bubaran, Wedakarna dan Arsana Atmaja saling berangkulan hangat pertanda berdamai.
Bahkan, Wedakarna sempat menyampaikan ‘selamat berjuang dan sama- sama nanti akan mengkiritisi program-program Pemprov Bali’. “Selamat berjuang ya, Bli,” ujar Wedakarna sambil foto bersama Arsana Atmaja dengan salam komando. Sementara, seusai pertemuan kemarin, Arjaya mengatakan ada hikmah yang perlu disikapi dan dipetik di balik persoalan Wedakarna vs Forbara ini. Ke depan, media massa supaya benar-benar menjadi jembatan dan menyuarakan fakta. ”Dengan hasil tadi, kedua belah pihak berangkulan dan sudah saling menyadari akar permasalahannya. Saya rasa, persoalan ini selesai,” ujar Arjaya.
Sementara itu, sebelum opertemuan Wedakarna vs Forbara yang berakhir damai, Kamis kemarin sempat digelar aksi demo massa Forbara di Lobi Gedung DPRD Bali. Massa Forbara yang demo kemarin dikomandani Komang Mudita. Dalam orasinya, Mudita intinya protes statemen Wedakarna di media Bali Post. Menurut Mudita, pasangan Made Mangku Pastika-Ketut Sudikerta sdalah Gubernur-Wakil Gubernur yang sah dan dipilih rakyat secara langsung melalui Pilgub, 15 Mei 2013 lalu, dengan mengalahkan pasangan AA Ngurah Puspayoga-Dewa Sukrawan. Dalam Undang-undang, jelaslah Pastika dinyatakan sah sebagai Gubernur, sehingga tidak bisa diturunkan begitu saja. ”Jangan usik Gubernur yang dipilih rakyat secara langsung.
Mangku Pastika dan Sudikerta adalah pemimpin yang sah atas kehendak rakyat Bali,” tandas aktivis Forbara asal Buleleng ini dalam orasinya di Lobi Gedung Dewan kemarin. Pihak Forbara juga menuntut Wedakarna meminta maaf dan melakukan klarifikasi atas pernyatannya yang mau ‘turunkan Gubernur’.
sumber : NusaBali