Hal itu diungkapkan Jero Wacik usai memberikan pengarahan kepada para caleg Partai Demokrat se-Bali di Hotel Inna Grand Bali Beach Sanur, Denpasar, Minggu (21/7). Jero Wacik yang didampingi Ketua DPD Demokrat Bali Made Mudarta dan Ketua Fraksi Demokrat DPRD Bali Nengah Tamba menegaskan, sebenarnya bandara internasional itu kewenangannya ada pada Menteri Perhubungan. “Karena yang utama adalah keselamatan penerbangan. Tetapi kepentingan-kepentingan daerah tetap didengarkan,” ujar Jero Wacik. “Saya pencetus ide bandara internasional di Buleleng, Bali Utara, saat saya Menteri Pariwisata. Karena saya melihat bebannya di Bali Selatan. Sepertiga orang di Bali selatan ini berasal dari Bali Utara, entah itu Buleleng, Karangasem, Bangli. Beranak pinak, tinggal di Denpasar sehingga numplek di sini, ” tambah Jero Wacik.
Menurut Jero Wacik, geografis di Kubutambahan lebih tepat jika ditinjau dari sisi keselamatan penerbangan. “Feeling ini, saya insinyur mesin, saya tahu aerodinamika tetapi bukan ahli. Saya pernah terbang di atas Kubutambahan dari Lombok ke Jakarta, yang paling enak di Kubutambahan memang. Karena rata, tidak ada gunung. Saya potret-potret itu, memang lebih tepat di sana,” ujar Jero Wacik. Soal pembebasan lahan dan evakuasi warga serta relokasi pura? Pria asal Desa Batur, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, ini mengatakan pembebasan lahan dan mengevakuasi warga adalah urusan bupati. “Situs budaya di Sumberkima memangnya nggak ada? Di Pulau Bali ada situs semua. Yang penting ngomong baik-baik saja. Baik-baik dilakukan approach (pendekatan) bersama Pemprov Bali dan Pemkab Buleleng.
Kita kembalikan kepada pemimpin kitalah, presiden, gubernur, bupati yang penting itu adalah keselamatan penerbangan. Niat kita pemerataan pembangunan. Kalau di barat dibangun, nanti Karangasem nggak dapat cipratan,” ujar Jero Wacik. Soal adanya indikasi pejabat dan makelar borong-borong tanah, mantan Menteri Pariwisata dan Budaya, ini menegaskan tidak masalah. “Memang nggak boleh punya tanah di Kubutambahan. Wartawan kalau mau beli sekarang boleh kok. Masak mau dilarang. Inilah kalau mereka yang berpikir negatif, ya semua mau dilarang,” kata Jero Wacik. Soal status quo di wilayah yang bakal dibebaskan, menurut Jero Wacik, itu tidak perlu. Karena siapa saja bisa punya tanah dan membeli sekarang kemudian dijual lagi. “Nggak perlu diberlakukan status quo di sana. Tunggu saja di Kementerian Perhubungan kajiannya. Masih dilakukan kajian, nanti kalau sudah ada keluar kajian dan keselamatan penerbangan, barulah bisa ditetapkan lokasinya,” ujar mantan anggota DPR RI, ini.
Sementara Ketua Tim Kecil Kajian Bandara Buleleng yang juga Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Bali Dewa Punia Asa menegaskan Kajian Tim Kecil sudah final dan diserahkan ke Kementerian Perhubungan. “Kajian kami sudah final dan sudah kami serahkan kepada Kementerian Perhubungan, nanti terserah Kementerian Perhubungan,” ujar Punia Asa. Penetapan kawasan Desa Sumberkima, Kecamatan Gerokgak, Buleleng (Barat) sebagai lokasi bandara melalui pertemuan lintas lembaga di Gedung Wiswa Sabha Pratama Kantor Gubernur Bali, Niti Mandala Denpasar, Selasa (9/7). Bandara baru bernilai Rp 5,5 triliun yang akan dibangun di Desa Sumberkima ini ditargetkan rampung tahun 2018 mendatang. Rapat koordinasi lintas lembaga untuk penentuan lokasi bandara itu dihadiri Dirjen Kebandarudaraan Kementerian Perhubungan Bambang Cahyono, Gubernur Bali Made Mangku Pastika, Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana, Kadis Perhubungan Informasi Komunikasi Provinsi Bali Dewa Punia Asa selaku Ketua Tim Pengkaji Lokasi Bandara, dan Kadis PU Provinsi Bali Ketut Artika.
Dalam rapat tersebut terungkap ada tiga lokasi di wilayah Buleleng (Bali Utara) yang semula diajukan ke pusat sebagai lokasi bandara. Masing-masing, Desa Kubutambahan (Kecamatan Kubutambahan, Buleleng Timur), Desa Celukan Bawang (Kecamatan Gerokgak, Buleleng Barat), dan Desa Sumberkima (Kecamatan Gerokgak, Buleleng Barat). Desa Kubutambahan sebetulnya dianggap terbaik sebagai lokasi bandara internasional, namun tantangannya paling berat, karena menyangkut banyaknya keberadaan pura penting dan perumahan penduduk yang harus direlokasi. Akhirnya, Desa Sumberkima yang dipilih sebagai lokasi bandara. Meski ada 4 pura dan 4 masjid yang harus direlokasi, namun tantangannya lebih ringan di Desa Sumberkima. Akhirnya, Gubernur Pastika putuskan Bandara Buleleng dibangun di Desa Sumberkima. Sedangkan lokasi bandara di Desa Sumberkima, juga terancam persoalan teknis penerbangan.
Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Wayan Sudirta, menyatakan, dirinya sudah bertemu dengan Menteri Perhubungan beserta staf-stafnya. “Saya mendapat informasi, bahwa di Sumberkima itu ada dampak angin samping yang sangat membahayakan pesawat. Kalau betul pemerintah provinsi dan kabupaten memutuskan di Sumberkima, apakah mungkin Kementerian Perhubungan menyetujui, mengingat adanya bahaya angin samping itu?” ujarnya saat ditemui, Kamis (18/7). Sudirta bersama beberapa anggota Komite I DPD RI telah menerima aspirasi dan kajian sementara dari Tim Pemerhati Bandara Baru Provinsi Bali. Tim yang diperkuat beberapa guru besar, akademisi, aktivis LSM, dan ahli hukum itu sudah terbentuk. Tim ini merekomendasikan, lokasi sementara yang layak adalah di perbatasan Buleleng dengan Karangasem. Pertimbangan dan faktornya bisa memberikan manfaat dan dampak ke beberapa kabupaten, seperti Badung Utara, Bangli Utara, Klungkung Utara, Gianyar Utara, juga Karangasem.
“Pertimbangannya itu adalah pemerataan pembangunan dan memajukan perekonomian masyarakat,” ujar pria yang juga Ketua Kaukus Anti Korupsi DPD RI, ini. Ketika ditanya soal faktor keselamatan penerbangan, menurut Sudirta, harus disurvei dulu. Karenanya harus ada kajian akademis juga. “Faktor-faktor lainnya tentu harus disurvei dan dikaji secara profesional. Tiba-tiba ada berita bahwa lokasi diputuskan di Sumberkima, Buleleng Barat, juga harus disurvei dari kajian keselamatan penerbangan,” ujar senator asal Desa Pidpid, Kecamatan Abang, Kabupaten Karangasem, ini.
sumber : NusaBali