Warning tersebut disampaikan Gubernur Pastika dalam rapat paripurna DPRD Bali dengan agenda penyampaian jawaban atas pandangan umum fraksi-fraksi di Gedung Dewan, Niti Mandala Denpasar, Kamis (27/6). Pastika menegaskan, nihilnya dukungan dari kabupaten/kota akan berdampak pada pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2013-2018. Karena itu, kata Pastika, Pemprov Bali kemungkinan akan memilih jalan tengah dengan melaksanakaan program-program yang hanya menjadi kewenangan provinsi, tanpa mencampuri urusan kabupaten/kota, termasuk soal pembiayaan. “Saya mengajak anggota Dewan untuk bersama-sama memikirkan kembali apa yang menjadi program unggulan Pemprov Bali selama ini. Saya rasa, apa yang sudah dilaksanakan belum mendapatkan dukungan dan apresiasi dari pemerintah kabupaten/kota,” ujar Pastika.
Pastika memaparkan, belum adanya dukungan dari para Bupati/Walikota se-Bali, menjadi pertanyaan besar apakah RPJMD 2013-2018 perlu dilanjutkan atau tidak. ”Hal ini perlu kita sepakati, karena akan sangat menentukan arah priroritas pembangunan 5 tahun ke depan,” ujar Pastika dalam sidang paripurna yang dipimpin Wakil Ketua DPRD Bali dari Fraksi Demokrat, I Gusti Bagus Alit Putra itu. Tanpa dukungan dari Bupati/Walikota, menurut Pastika, sebaik apa pun program Pemprov Bali, tidak akan bisa jalan. Padahal, program pro rakyat yang digulirkan Pemprov Bali selama ini sebenarnya urusan dan kewenangan kabupaten/kota, bukan provinsi. “Saya mengajak anggota Dewan sekalian untuk mempertimbangkan apakah arah pembangunan yang kita susun nantinya hanya berpedoman dengan urusan kewenangan provinsi saja dan sepenuhnya tidak mencampuri urusan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota?” katanya.
Ditanya soal kemungkinan stop program-program pro rakyat Bali Mandara seusai rapat paripurna kemarin, Pastika mengatakan semuanya tergantung DPRD Bali. Dirinya hanya mengajak anggota Dewan mempertimbangkan dan mengkaji apakah Pemprov Bali cukup melaksanakan program sesuai dengan kewenangan provinsi. “Karena selama ini program Bali Mandara seperti bedah rumah, JKBM, Gerbangsadu, Simantri itu kan kita kasi ke kabupaten/kota, tapi ternyata tidak mendapatkan dukungan. Bahkan, ada program yang ditolak dan dihadang secara politis. Saya hanya menegaskan apakah program itu perlu saya lanjutkan?” tangkis Pastika. Sebenarnya, kata Pastika, program Bali Mandara itu untuk rakyat di kabupaten/kota, bukan untuk siapa-siapa.
“Makanya, saya ajak anggota Dewan, ke depannya seperti apa? Kalau saya disuruh hanya melaksanakan kewenangan Pemprov Bali, ya saya lakukan. Nggak usah kita repot, cukup duduk manis, normal-normal saja,” tegas Pastika. Warning yang disampaikan Gubernur Pastika di rapat paripurna kemarin langsung mendapat respons dari kalangan Dewan.
Anggota Fraksi PDIP DPRD Bali yang juga Ketua Komisi I, Made Arjaya, menilai ada gelagat Gubernur Pastika bakal menarik campur tangannya selama ini dengan program-program pro rakyat Bali Mandara. “Artinya kalau seperti itu, Pemprov Bali tidak akan menyentuh kewenangan kabupaten/kota. Kalau ini sampai terjadi, dampaknya kepada rakyat. Karena itu, saya minta Gubernur dan para Bupati/Walikota duduk bersamalah. Kalau ego kedaerahan jalan, pasti rakyat jadi korban,” tandas Arjaya. Menurut Arjaya, secara aturan, Gubernur bisa saja hanya bekerja sesuai dengan tugasnya dalam hal pengawasan dan koordinasi. “Kalau normatif seperti itu, program-program yang dibawa provinsi untuk kabupaten/kota bisa terhenti. Rakyat yang jadi korban,” Arjaya mengingatkan.
“Kalau pemerintahan berjalan normatif, urusan dewe-dewe (sendiri-sendiri) jadinya,” lanjut politisi militan PDIP asal Sanur, Denpasar Selatan ini. Sementara, Ketua Fraksi Demokrat DPRD Bali, Nengah Tamba, mengingatkan Pemprov dan Pemkab/Pemkot harus melakukan rekonsiliasi. Nengah Tamba melihat ini masih berbau politis, dampak dari Pilgub Bali 2013. “Sebaiknya urusan rakyat itu tidak menyentuh lagi urusan perbedaan pilihan ketika Pilgub Bali,” ujar Nengah Tamba. Menurut Nengah Tamba, bagaimana pun Gubernur Bali adalah pemimpin yang dipilih rakyat Bali sekaligus sebagai orangtua. Program Bali Mandara yang pro rakyat itu tetap harus jalan.
“Kita seluruh komponen, para pemimpin dan pemangku kebijakan, hentikanlah ketegangan karena perbedaan-perbedaan itu. Bagi kita di DPRD Bali, program Bali Mandara harus tetap jalan,” ujar politisi Demokrat asal Jembrana ini. Sementara itu, di hadapan rapat paripurna DPRD Bali kemarin, Gubernur Pastika merespons usulan Fraksi PDIP tentang lelang jabatan dalam promosi pejabat struktural di lingkungan Pemprov. Pastika menyatakan sependapat dengan usulan tersebut, tapi namanya bukan lelang jabatan, melainkan promosi secara lebih terbuka dan profesional. Menurut Pastika, upaya promosi jabatan secara lebih terbuka dan profesional sejatinya bukan hal baru bagi di Pemprov Bali. Sejak beberapa tahun terakhir, Pastika telah merintis terobosan dengan mengadakan psikotes bagi staf yang memenuhi syarat secara kepangkatan untuk menduduki jabatan eselon IV.
Psikotes bagi calon-calon pejabat struktural di lingkungan Pemprov Bali ini, kata Pastika, bertujuan untuk mengukur empat aspek: kepribadian, intelektual/kecerdasan, endurance (daya tahan), dan kemungkinan berkembang. “Dalam tes kepribadian, dapat diukur mengenai disiplin, loyalitas, integritas, dan jiwa kepemimpinan seseorang. Sementara tes intelektual bisa mengukur kecerdasan seseorang,” jelas Pastika. Selain itu, seorang pejabat juga dituntut untuk memiliki daya tahan dalam menghadapi suatu masalah. Pejabat juga dihitung kemungkinannya untuk berkembang. Saat ini, kata Pastika, psikotes baru dilakukan kepada staf yang secara kepangkatan telah memenuhi syarat untuk menduduki eselon IV. Sedangkan untuk promosi jabatan eselon III, disyaratkan untuk membuat kertas kerja yang kemudian dipresentasikan.
Sebelumnya, anggota Fraksi PDIP DPRD Bali Dapil Gianyar, Nyoman Parta, teriak agar penjaringan calon Kepala Bappeda melalui proses lelang. Ketua Komisi IV DPRD Bali ini mengingatkan Gubernur Pastika agar digelar lelang secara terbuka jabatan Kepala Bappeda pengganti Tjokorda Ngurah Pemayun. “Jabatan Kepala Bappeda sebagai pejabat Eselon II, harus dilelang,” tegas Parta, Kamis (20/6) lalu. Menurut Parta, pejabat yang akan dipakai Kepala Bappeda harus memenuhi persyaratan dulu, wajib melamar, kemudian diuji kelayakan. Hal ini juga harus diberlakukan mulai jabatan Kasubag, Kasi yang Eselon IV, Kabag, Kabid (Eselon III), Kadis, Kepala Badan, Kepala Biro (Eselen II). ”Gubernur harus membuat trobosan baru dengan melelang secara terbuka jabatan tersebut,” pintanya sembari menyebut, calon Kepala Bappeda bukan hanya harus profesional, tapi juga mesti berdasarkan proses yang maksimal melalui jalur birokrasi dan penggodokan yang independen.
sumber : NusaBali