Rabu, 11 Pebruari 2012 09:09
Merayakan Galungan, Denpasar Mulai Lengang
DENPASAR- Merayakan hari raya Galungan hari ini, Kota Denpasar yang biasanya ramai mulai terlihat lengang, karena sebagian besar umat Hindu kembali ke kampung halaman mereka.
DENPASAR- Merayakan hari raya Galungan hari ini, Kota Denpasar yang biasanya ramai mulai terlihat lengang, karena sebagian besar umat Hindu kembali ke kampung halaman mereka.
Pantauan di lapangan, beberapa ruas jalan protokol seperti Jalan Sudirman, Teuku Umar, Diponegoro, hingga kawasan Renon terlihat lengang. Tidak hanya kantor pemerintahan yang libur, pertokoan dan pusat bisnis juga tutup.
"Biasanya Hari Raya Galungan ini warga Hindu yang tinggal di Denpasar banyak yang mudik merayakan Galungan di kampung masing-masing," kata Ida Bagus Wiana, tokoh Hindu di Denpasar, Selasa (31/1/2012).
Sama halnya dengan umat Islam yang merayakan Lebaran, umat Hindu yang berada di perantauan juga mudik. Sebagaimana terlihat banyaknya pemudik sepeda motor dari Denpasar menuju ke sejumlah daerah di Bali.
Terminal Ubung juga terlihat padat dari biasanya karena banyaknya warga yang mudik menggunakan angkutan bus.
Di pihak lain, Wiana menjelaskan, prosesi galungan yang disebut penampahan galungan, sudah dimulai tadi
pagi dengan pemotongan babi di banjar masing-masing.
pagi dengan pemotongan babi di banjar masing-masing.
Tak heran jika saat ini umat Hindu tengah berpesta makan babi guling atau lawar di banjar dan rumah. "Maknanya prosesi ini kita mengusir sifat-sifat buruk seperti malas, banyak tidur dan lainnya," imbuhnya.
Selain pesta babi, kemeriahan Hari Raya Galungan juga terlihat di semua sudut banjar yang dipasangi penjor yakni pohon bambu berhiaskan hasil bumi dan janur.
Tradisi mudik saat hari Galungan diakui Pande Yudha seorang perantau asal Desa Nongan Kecamatan Rendang, Karangasem.
"Setiap galungan saya pulang kampung berkumpul keluarga dan teman-teman," katanya. Momen Galungan, selain untuk mengikuti kegiatan persembahyangan juga dimanfaatkan juga untuk bersilaturahmi mengunjungi kerabat.
Makna Galungan dan Kuningan
Galungan adalah hari raya suci Hindu yang jatuh pada Buda Kliwon Dungulan berdasarkan hitungan waktu bertemu sapta wara dan panca wara. Umat Hindu dengan penuh rasa bhakti melaksanakan rangkaian hari raya suci Galungan dan Kuningan dengan ritual keagamaan.
Menurut lontar Purana Bali Dwipa disebutkan :
"Punang aci galungan ika ngawit bu, ka, dungulan sasih kacatur tanggal 25, isaka 804, bangun indra bhuwana ikang bali rajya".
Artinya:
"Perayaan hari raya suci Galungan pertama adalah pada hari Rabu Kliwon, wuku Dungulan sasih kapat tanggal 15 (purnama) tahun 804 saka, keadaan pulau Bali bagaikan lndra Loka".
Mulai tahun saka inilah hari raya Galungan terus dilaksanakan, kemudian tiba-tiba Galungan berhenti dirayakan entah dasar apa pertimbangannya, itu terjadi pada tahun 1103 saka saat Raja Sri Eka Jaya memegang tampuk pemerintahan sampai dengan pemerintahan Raja Sri Dhanadi tahun 1126 saka Galungan tidak dirayakan. Dan akhirnya Galungan baru dirayakan kembali pada saat Raja Sri Jaya Kasunu memerintah, merasa heran kenapa raja dan para pejabat yang memerintah sebelumnya selalu berumur pendek. Untuk mengetahui sebabnya beliau bersemedi dan mendapatkan pawisik dari Dewi Durgha menjelaskan pada raja, leluhumya selalu berumur pendek karena tidak merayakan Galungan, oleh karena itu Dewi Durgha meminta kembali agar Galungan dirayakan kembali sesuai dengan tradisi yang berlaku dan memasang penjor.
Macam - Macam Galungan
A. Galungan
Di dalam lontar Sundarigama menyebutkan pada Buda Kliwon wuku Dungulan disebut hari raya Galungan.
B. Galungan Nadi
Apabila Galungan jatuh pada bulan Purnama disebut Galungan Nadi, umat Hindu melaksanakan tingkatan upacara yang lebih utama. Berdasarkan Lontar Purana Bali Dwipa bahwa Galungan jatuh pada sasih kapat (kartika) tanggal 15 (purnama) tahun 804 saka Bali bagaikan lndra Loka ini menandakan betapa meriahnya dan sucinya hari raya itu.
C. Galungan Naramangsa.
Dalam Lontar Sanghyang Aji Swamandala mengenai Galungan Naramangsa disebutkan apabila Galungan jatuh pada Tilem Kapitu dan sasih Kasanga rah 9, tengek 9, tidak dibenarkan merayakan hari raya Galungan dan menghaturkan sesajen berisi tumpeng seyogyanya umat mengadakan caru berisi nasi cacahan dicampur ubi keladi, bila melanggar akan diserbu oleh Balagadabah.
Sumber : okezone, berbagai sumber