Jumat, 11 November 2011 | 08:49
JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum Martha B Tobing dianggap mengabaikan fakta persidangan dengan berpegang pada berita acara pemeriksaan dalam kasus tuduhan pelecehan seksual yang dilakukan Anand Krishna.
Prashant Gangtani, putra Anand Krishna, menyampaikan pandangan itu dalam pernyataannya seusai pembacaan tanggapan jaksa penuntut atas pleidoi (replik) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (10/11/2011). Ia menyatakan, keterangan di BAP sangat berbeda dengan di pengadilan. "Ini berarti JPU menilai fakta persidangan nol. Buat apa sidang kalau begitu," kata Prashant.
Ia menjelaskan, selama proses persidangan terlihat, baik keterangan korban maupun saksi-saksi di BAP bertentangan atau tidak sesuai keterangan di persidangan. Tara Pradipta Laksmi sebagai korban mengaku mengalami pelecehan berkali-kali selama beberapa bulan selama dua jam. Kemudian dia mengubah menjadi selama dua bulan, dan pada akhirnya merujuk pada kejadian di Anand Ashram Ciawi, Bogor, pada 21 Maret
2009.
2009.
Fakta yang terungkap di persidangan menunjukkan bahwa, pada waktu bersamaan, Anand sedang mengadakan acara yang dihadiri 80-an orang di kediamannya di Sunter.
Hasil sidang di TKP yang dipimpin oleh hakim pengganti Albertina Ho pun menunjukkan, banyak keterangan Tara di BAP tidak sesuai dengan situasi di TKP. Terlebih lagi, keterangan korban di BAP terkait pelecehan seksual yang dialaminya juga tidak sesuai dengan banyaknya ketidaktahuan wanita berusia 20 tahun itu saat ditanyai di pengadilan.
Contoh lain yang disebutkan Prashant adalah mengenai saksi Dian Mayasari. Dalam BAP, Dian memberikan keterangan setebal 30 halaman. Namun, saat di persidangan, dia lebih banyak menjawab tidak tahu atau mengaku lupa.
Saat Hakim Hari Sasangka yang diduga melakukan pelanggaran kode etik diganti dengan Hakim Albertina Ho, Dian tidak pernah lagi menanggapi permintaan sebagai saksi di persidangan kasus pelecehan seksual itu. "Dipanggil lima kali, tetapi selalu beralasan enggak bisa hadir," ujar Prashant.
Ia menilai tuntutan dua tahun enam bulan yang dipertahankan jaksa penuntut sebagai rekayasa belaka. Proses pengadilan dan BAP di kepolisian seharusnya dijadikan pertimbangan secara berimbang oleh jaksa penuntut. "Ini pelecehan terhadap pengadilan. Kami mempersilakan hakim untuk menilai," pungkas Prashant.
sumber : kompas