DENPASAR - Bupati Buleleng Putu Bagiada balik diserang menyusul tudingannya terhadap akademisi dan tokoh yang tergabung dalam Tim Advokasi dan Pemberdayaan Masyarakat Bali untuk Bandara Baru, yang dinilai menyalip di kegelapan terkait wacana pembangunan bandara internasional di Bali Utara. Tim Advokasi bahkan tuduh Bupati menebar fitnah.
Serangan balik terhadap Bupati Bagiada ini dilontarkan Tim Advokasi dalam keterangan persnya di Denpasar, Jumat (29/4). Sekretaris Tim Advokasi, Putu Wirata Dwikora, mengatakan pihaknya
menilai pernyataan Bupati Bagiada yang menyebut statemen para tokoh soal bandara menyesatkan, sebagai fitnah.
menilai pernyataan Bupati Bagiada yang menyebut statemen para tokoh soal bandara menyesatkan, sebagai fitnah.
Dikatakan Wirata, Tim Advokasi berbicara dan menyodorkan kajian bandara kepada Komisi I DPRD Bali, yang direkomendasikan dibangun di kawasan Tejakula (Buleleng Timur), bukannya tanpa dasar. Mereka berpijak pada UU Penerbangan. “Para guru besar dan akademisi itu menyodorkan kajian bandara, justru karena memperhatikan UU Penerbangan dan peraturan lainnya,” ujar Wirata seraya menyindir Bupati Bagiada meremehkan guru besar. Menurut Wirata, dalam pasal 396 dan pasal 397 UU Penerbangan diatur peran serta masyarakat dan kewajiban pemerintah untuk menindaklanjutinya. Karena itu, para tokoh yang tergabung dalam Tim Advokasi tidak sekadar ikut-ikutan. “Visinya jelas, dasar hukumnya pun jelas. Masyarakat, baik perseorangan, kelompok, organisasi profesi, maupun badan usaha berhak memberikan masukan kepada pemerintah,” ujar Wirata yang juga aktivis Bali Corruption Watch (BCW). Sementara, Penasihat Tim Advokasi, Prof Dr Nengah Supartha, menyatakan soal penentuan lokasi bandara ada di tangan menteri, bukan investor. Hal itu tertuang dalam pasal 201 ayat 1 UU Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Menteri pun tidak sewenang-wenang, karena penetapan lokasi bandara haruslah memperhatikan beberapa hal mendasar, sebagaimana diatur dalam pasal 201 ayat 3 UU Penerbangan, seperti keselamatan dan keamanan penerbangan, keserasian dan keseimbangan dengan budaya setempat, kelayakan ekonomis, finansial, sosial, pengembangan wilayah, dan kelayakan lingkungan.
Dalam hal ini, berdasarkan kajiannya, Tim Advokasi mengusulkan bandara baru dibangun di wilayah Tejakula. “Kalau sisi kelayakan ekonomis pengembangan wilayah, Tejakula dekat dengan Kabupaten Bangli, Klungkung, Karangasem, Gianyar, dan Badung,” ujar Prof Supartha.
Hal senada juga disampaikan mantan Wakil Ketua DPRD Bali, Ida Bagus Suryatmaja Manuaba, yang notabene praktisi pariwisata. Politisi senior PDIP ini mengingatkan tokoh masyarakat di Buleleng harus berpikir positif terkait dengan rencana pembangunan bandara internasional, yang diwacanakan dibangun di wilayah Tejakula. Pasalnya, hal ini untuk kepentingan Bali secara menyeluruh.
“Tidak ada salahnya tokoh-tokoh di Buleleng mendengarkan aspirasi daerah lain, termasuk dari Badung Utara. Kabupaten Badung toh sudah mendahului berbagi PHR dengan kabupaten lainnya di Bali, mengingat ini kepentingan bersama dan kita satu saudara secara geografis,” jelas tokoh asal Desa Sempidi, Kecamatan Mengwi, Badung ini. Sebelumnya, Bupati Bagiada menyayangkan langkah-langkah Tim Advokasi yang dinilainya membuat suasana tambah keruh. Menurut Bagiada, siapa pun tokoh masyarakat, entah akademisi maupun LSM, hendaknya saling koordinasi dan mengisi segala kekurangan dalam membangun Buleleng. ”Jangan saling mendahului, seperti menyalip di kegelapan. Yang merencanakan bandara itu Bupati, tidak ada urusan dengan mereka yang mengaku-ngaku tokoh masyarakat,” kata Bagiada di Buleleng, Kamis (28/4).
Bagiada menyebut sekelompok orang yang membentuk Tim Advokasi untuk menentukan lokasi bandara adalah hal yang salah sasaran. Pasalnya, yang menentukan di Buleleng bagian mana akan dibangun adalah investor, sesuai dengan hasil kajian tim studi kelayakan yang hingga kini masih berada di Bali.
Ditegaskan, Buleleng mendapat kesempatan membangun bandara adalah suatu perjuangan yang panjang. Tujuan pembangunan transportasi udara di Bali Utara dimaksudkan agar tidak ada ketimpangan pembangunan antara kawasan Bali Utara dan Bali Selatan. Hingga kini, pihaknya masih mempresentasikan masalah bandara ini kepada menteri terkait dan Presiden, agar mendapat dukungan dari pusat.
“Investor dibawa oleh Bupati, yang berjuang itu Bupati. Jangan sampai masyarakat Buleleng terprovokasi dengan statemen yang menyesatkan. Pembangunan bandara bukan masalah dekat dengan daerah lain, tapi berdasarkan kajian teknis oleh investor,” imbuh Bagiada.
Soal lokasi bandara di kawasan Tejakula (Buleleng Timur) untuk kedekatan dengan wilayah Bali lainnya, sebagaimana diwacanakan Tim Advokasi, Bagiada tidak sependapat. “Kita kita tidak bicara soal kedekatan, tapi soal kelayakan. Kalau begitu, kenapa Bandara Internasional Ngurah Rai Tuban (Badung) tidak dipindahkan saja ke Gianyar, misalnya, biar dekat dengan wilayah lain? Sekali lagi, bukan soal kedekatan,” tukasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Bali Ketut Suwandhi menyatakan Pulau Bali sangat besar peluangnya untuk memperoleh jatah bandara dari pusat. Yang diperlukan sekarang, kata Suwandhi, Bali tinggal mengatakan kesiapan saja dan menyiapkan diri.
“Jangan ribut-ribut lagi, karena jatah bandara ini memang prioritas untuk Bali. Kalau situasinya tidak kondusif, jatah pembangunan bandara oleh pemerintah pusat untuk Bali, bisa batal,” ujar Wakil Keytua Dewan dari Fraksi Golkar ini.
sumber : NusaBali