Menyingkap Berita Tanpa Ditutup Tutupi
Home » » Banyak Pura Di Bali Dikomersialkan, “Sulit Sekali Memisahkan Budaya Dengan Agama’’

Banyak Pura Di Bali Dikomersialkan, “Sulit Sekali Memisahkan Budaya Dengan Agama’’

Written By Dre@ming Post on Senin, 07 Mei 2018 | 10:46:00 AM

Kalau berbicara tentang dunia pariwisata, khususnya Bali, tentu tidak terlepas dari budaya dan agama. Sebab spirit kebudayaan di Bali adalah agama Hindu.Karena itu, ada pepatah mengatakan, “Sulit sekali memisahkan budaya dengan agama’’.
Saat ini banyak pura di Bali dikomersialkan menjadi destinasi pariwisata, dengan tujuan membuka lapangan kerja dan mencari penghasilan untuk biaya perawatan dan pembangunan pura tersebut.

Namun belakangan ini, kerap muncul aktivitas turis yang menodai kesucian pura. Seperti naik ke atas palinggih, seakan palinggih tersebut benda profan.

Kerapnya kasus seperti ini terjadi, apakah pura masih layak dijadikan destinasi pariwisata?

Kalau berbicara tentang dunia pariwisata, khususnya Bali, tentu tidak terlepas dari budaya dan agama. Sebab spirit kebudayaan di Bali adalah agama Hindu.

Karena itu, ada pepatah mengatakan, “Sulit sekali memisahkan budaya dengan agama’’.

Meskipun demikian, akan tetapi agama dan budaya bukanlah sesuatu yang sama.

Agama berlaku absolut atau akan tetap seperti itu hingga akhir zaman. Sementara budaya akan terus mengalami proses perubahan. Sebab budaya terbentuk dari tiga unsur, yaitu ideologi, pranata (perilaku) dan material.

Dikarenakan budaya ini bersifat dinamis, maka orang lain akan memandang budaya Bali dari dua paradigma.

Dia dilihat sebagai monumen tanpa spirit atau benda profan. Jika orang tersebut melihatnya dari sudut ideologi berlandaskan spirit agama, maka dia menilainya sebagai sesuatu yang sakral.

Nah, ketika kita menjadikannya sebagai destinasi pariwisata ─ bukan objek pariwisata karena objek itu bisa diapa-apakan, kita harus siap menanggung risiko.

Sebab, di satu sisi dia mendatangkan devisa bagi negara, sementara yang menganggap itu sebagai tempat suci dia akan menghormati pura itu.

Tapi pertanyaan kita, seberapa banyak turis yang punya sudut pandang seperti ini?

Mohon maaf sekali, bukan saya menjustifikasi, tetapi di era global seperti ini kebanyakan turis itu berideologis simulakrum. Mereka tidak suka menduplikasi cara orang lain sebagai rujukannya, akan tetapi menduplikasi dirinya sendiri untuk kepentingan popularistas.

Contohnya, masih segar di ingatan kita, seorang turis naik dan duduk di atas Padmasana di Pura Gelap Besakih.

Dia tidak sadar apakah itu salah atau benar, yang penting dirinya melakukan sesuatu yang tidak dilakukan orang lain.

Jika sudah terjadi hal seperti itu, yang menjadi korban ialah umat kita. Sebab pikiran umat saat muspa di palinggih yang sudah dinodai perilaku simulakrum, tidak akan jernih lagi.

Kepercayaan umat bisa saja goyah, karena tempat suci yang mereka sakralkan diduduki. Beda halnya jika palinggih itu dinaiki sebelum disakralisasi atau dalam rangka pembangunan.

Turis yang duduk di atas Padmasana itu yang terekspos ke media sosial (medsos). Bagaimana dengan yang tidak diekspos ke medsos, kan bisa saja, maaf sekali, turis tersebut melakukan sanggama. Apalagi turis itu kadang-kadang suka dengan tantangan, menguji spirit yang ada di pura.

Penistaan tempat suci saya yakin tidak akan berakhir sampai di situ, jika pengawasan kita masih tetap longgar seperti sekarang ini.

Nah, jika kita masih tetap ingin menjadikan pura sebagai destinasi pariwisata, kuncinya adalah di pelaku pariwisata dan lembaga adat yang menjadi lokasi destinasi pariwisata itu.

Mereka ini, harus lebih cermat dalam mengawasi turis. Tidak boleh longgar hanya untuk kepentingan gemerincing dolar.

Selain itu, marilah Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI), Majelis Utama Desa Pekraman (MUDP), pemangku kebijakan dan stakeholder pariwisata duduk bersama, untuk membentuk lembaga pengawas pura.




Pendarmawacana : Ida Pandita Mpu Jaya Acharya Nanda



sumber : tribun
Share this article :

Menuju Bali I 2018

Visitors Today

Recent Post

Popular Posts

Hot Post

Aduh!! Saat Kuningan, Ada 2 Ulah Pati Dengan Gantung Diri di Bangli

Proses identifikasi korban bunuh diri di Banjar Kendal, Desa Songan B, Kecamatan Kintamani, Bangli, Sabtu (9/6). BANGLI - Pada Hari ...

 
Support : Dre@ming Post | Dre@aming Group | I Wayan Arjawa, ST
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Bali - All Rights Reserved
Template Design by Dre@ming Post Published by Hot News Seventeen