Penampakan Gunung Agung dari Pos Pantau Gunung Api Agung, Rendang, Karangasem, Rabu (22/11/2017) sore (grafis) |
3 Kali Tremor Menerus Terekam di Pengamatan 6 Jam Terakhir, Makin Intens Tapi Status Masih Siaga
AMLAPURA - Alat seismograf tik PVMBG di Pos Pantau Gunung Api Agung di Desa/Kecamatan Rendang, Karangasem, Bali, Kamis (23/11/2017) kembali merekam tremor menerus (microtremor) pada periode pengamatan 00.00 Wita- 06.00 Wita.
Tremor menerus yang terekam sebanyak tiga kali, yakni pukul 00:20 - 01:04 WITA.
Kemudian pukul 01:30 - 03:30 WITA, dan pukul 03:57 - 04:28 WITA dengan amplitudo 2 - 4 mm (dominan: 2 mm).
"Tremor itu indikasi fluida pergerak di permukaan. Manifestasinya kita lihat berupa hembusan asap putih mengandung uap air yang membumbung tinggi hingga 700 meter seperti saat ini. Tapi amlitudo tremor yang terekam, amplitudonya relatif masih kecil," jelas Kepala PVMBG, Kasbani ketika ditemui di Pos Pengamatan Gunung Api di Desa/Kecamatan Rendang, Karangasem.
Tremor menerus ini mulai intens terekam, pasca Gunung Agung (GA) mengalami erupsi freatik, Selasa sore (21/11/2017).
Meskipun tremor makin intens terekam, namun PVMBG sejauh ini belum ada rencana untuk kembali meningkatkam status Gunung Agung dari level III (Siaga) jadi Level IV (Awas).
"Kita akan pantau terus perkembangannya seperti apa. Kita akan cocokkan dengan parameter lainnya. Tingkat gempa vulkaniknya juga masih belum signifikan, begitu juga deformasi gunung yang masih belum ada peningkatan signifikan. Jadi statusnya masih di level III atau siaga," Jelas Kasbani
Pihaknya juga meminta masyarakat untuk tetap tenang dengan kondisi tersebut.
Sesuai rekomendasi, masyarakat harus mengosongi wilayah 6 kilometer dan sektoral 7,5 kilometer dari kawah Gunung Agung.
"Intinya masyarakat harus tetap tenang. Pariwisata tetap jalan, selama di luar radius rawannya yang hanya 6 Kilometer dan 7,5 kilometer sektoral," Jelas Kasbani.
Drone Kembali Diterbangkan Pantau Kawah Gunung Agung, Fokus untuk Mendeteksi Ini
AMLAPURA - Tim Drone PVMBG kembali melakukan penerbangan drone untuk memantau kawah Gunung Agung, Kamis (23/11/2017).
Titik penerbangan drone tersebut kembali dilakukan di lapangan lapangan Selat, Karangasem, Bali.
Ketua tim drone PVMBG Umar Rosadi menjelaskan, penerbangan drone yang dilakukan Kamis (23/11/2017) akan menggunakan drone jenis Ai 450.
Drone jenis ini memiliki ukuran lebih besar dari pada Ai 300 yang selama ini biasanya digunakan untuk mengambil gambar kondisi kawah gunung Agung.
Drone Ai 450 tersebut dipasangi sensor yang akan fokus untuk mendeteksi kadar Sulfur dioksida (SO2) dan kadar Hidrogen Sulfida yang dihasilan gunung Agung setelah mengalami peningkatan aktivitas vulkanik
"Drone ini akan terbang ke atas kawah, dengan menyisir sisi selatan Gunung Agung. Penerbangan drone hari ini akan fokus untuk mendeteksi kadar belerang (SO2) dan Hidrogen Sulfida (H2S) pasca gunung Agung mengalami erupsi freatik, Selasa sore lalu," jelas Umar Rosadi.
Gunung Agung Tipe Gunung Api Tertutup, Kemungkinan Fasenya Sama dengan Letusan 1963
AMLAPURA - Gunung Agung telah mengalami fase letusan freatik, Selasa (21/11/2017) sore.
Biasanya setelah fase letusan freatik, gunung api yang mengalami peningkatan aktivitas vulkanik akan mengalami fase letusan freatomagmatik hingga akhirnya terjadi letusan magmatik (letusan utama).
Namun karena Gunung Agung tipe gunung api tertutup, masih butuh waktu cukup lama dari fase erupsi freatik sampai ke fase magmatik.
Kepala Bidang Mitigasi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, I Gede Suantika, menjelaskan letusan freatomagmatik didorong oleh interaksi langsung antara magma dan air.
Kepulan asap letusan ini akan mengandung material abu disertai kadar belerang yang lebih besar dan pekat daripada letusan freatik.
"Pada fase freatomagmatik ini sudah ditandai dengan batu/lava pijar yang terlontar, hujan abu lebat, dan kemungkinan bunyi letusan akan terdengar. Bahkan letusan ini akan diikuti oleh awan panas," ungkap Suantika di Pos Pantau Gunungapi Agung di Desa/Kecamatan Rendang, Karangasem, Rabu (22/11/2017).
Umumnya letusan freatik dan freatomagmatik merupakan proses pembongkaran pipa kawah yang mampet, sebelum magma keluar ke permukaan yang menyebabkan terjadinya letusan magmatik, letusan dahsyat yang mengeluarkan banyak material dari perut gunung.
Pada letusan Gunung Agung 1963, belum ada alat yang mengukur peningkatan aktivitas Gunung Agung sehingga tidak ada data-data rinci yang merekam fase letusannya.
Namun berdasarkan keterangan saksi hidup saat kejadian itu, Gunung Agung sebulan lamanya mengeluarkan asap pekat berwarna hitam, sebelum meletus hebat bulan Februari 1963.
"Berdasarkan catatan-catatan yang ada, warga melihat kepulan asap pekat selama sebulan di kawah Gunung Agung, sebelum letusan utama (magmatik) pada Februari," katanya.
Ada kemungkinan fase yang sama akan kembali terjadi bila nanti Gunung Agung meletus.
Ia menjelaskan, erupsi freatik yang terjadi Selasa sore merupakan letusan awal.
Dari erupsi freatik ke freatomagmatik hingga magmatik, tergantung dengan kekuatan pipa magmanya.
"Gunung Agung itu tipe gunung api yang tertutup, kemungkinan masih membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk mengalami erupsi magmatik. Tapi semoga aktivitas vulkaniknya segera normal, sehingga tidak sampai mengalami erupsi tersebut," kata Suantika.
Namun debu vulkanik yang disebabkan oleh erupsi tersebut cukup menganggu kesehatan jika terhirup, dan juga dapat mematikan tumbuhan holtikultura seperti sayur-sayuran yang ditanam petani.
Masyarakat pun diharapkan segera menggunakan masker jika wilayahnya terpapar abu vulkanik dari letusan freatik tersebut.
Kemarin, siswa-siswa di wilayah Abang, Karangasem, pun sudah tampak memakai masker.
"Abu vulkanik letusan kemarin terbang ke arah tenggara dan timur, laporan masyarakat debu tipis menutupi sejumlah wilayah di Kecamatan Abang, Karangasem. Meskipun letusan freatiknya cenderung kecil, tapi berbahaya jika ada warga yang berada di atas gunung. Bisa pingsan karena kekurangan oksigen. Jadi jangan lagi ada aktivitas di radius 6 km sampai sektoral 7,5 kilometer dari kawah Gunung Agung," kata Suantika.
Sementara dari pengamatan Rabu sore kemarin, kawah Gunung Agung hanya mengeluarkan asap putih yang mengandung uap air.
Asap kawah bertekanan lemah teramati berwarna putih dan kelabu dengan intensitas tipis hingga sedang dan tinggi 500-800 meter di atas puncak kawah.
Asap condong ke timur dari kawah puncak.
Sering Terjadi Freatik
Menurut Suantika, letusan freatik yang pertama terjadi pada Selasa lalu tidaklah terlalu besar.
Erupsi freatik tersebut juga tidak diikuti dengan awan panas.
"Kemarin memang telah terjadi ledakan freatik. Asap putih yang didominasi uap air, berubah jadi berwarna abu pekat yang mengepul 700 meter dari puncak kawah. Abu menyebar ke arah timur dan tenggara, sehingga memang benar ada laporan warga terkait hujan abu di beberapa wilayah," ungkapnya.
Letusan freatik disebabkan oleh air berlebihan akibat curah hujan yang tinggi, masuk ke zona panas yanh disebabkan oleh magma.
Akibatnya terjadi ledakan di dalam gunung, dan membawa material batuan samping yang telah terpanaskan sebelumnya.
"Pipa magma selama peningkatan aktivitas vulkanis Gunung Agung suhunya sangat tinggi, ditambah tekanan uap air. Inilah yang membawa abu ke atas," jelas Suantika.
Ia memprediksi letusan freatik Gunung Agung akan lebih sering terjadi atau berulang secara periode dalam beberapa hari ke depan.
"Tadi malam (Selasa malam, red) saya kira kepulan abu vulkanik itu akan terus terjadi dan semakin tinggi, dibarengi dengan tingginya aktivitas gempa tremor menerus. Tapi itu tidak terjadi. Justru asap pekat berangsur mereda, amplitudo tremor juga menurun," ungkapnya.
Meskipun telah mengalami erupsi, tidak ada peningkatan status Gunung Agung, yakni tetap pada Level III (Siaga).
Menurut Suantika, peningkatan status gunung api masih harus melihat berbagai parameter lainnya, seperti seismik dan deformasi.
"Saat drone kita mengambil gambar kawah, sebenarnya juga telah terdeteksi mulai keluarnya belerang. Tapi sejauh ini kita masih bertahan di status Siaga, karena aktivitas gempa juga kemarin malam menurun. Kita masih terus monitor aktivitas vulkanik Gunung Agung ini," jelasnya.
Warga Merasa Aman Tetap Tinggal di Rumah Pasca Erupsi Freatik Gunung Agung
AMLAPURA - Sementara sejumlah warga kembali mengungsi setelah erupsi freatik di Gunung Agung.
Namun jumlahnya tak terlalu banyak.
Di Karangasem, Bali, jumlah pengungsi hingga kemarin tercatat 11.492 orang, sedang di Klungkung 2.966 orang.
Kepala Pelaksana (kalak) BPBD karangasem, IB Ketut Arimbawa, menyatakan sebagian warga mengungsi pada Selasa malam.
Mereka adalah warga yang berada di kawasan rawan bencana (KRB) III.
"Semalam itu warga sempat panik. Mereka kemudian mengungsi di daerah Karangasem dan Klungkung karena jaraknya cukup dekat," kata Arimbawa, Rabu (22/11/2017).
Untuk di Karangasem, warga mengungsi di Desa Sibetan, Sukehet, Desa Rendang, Desa Duda Timur, dan Desa Pesaban.
Sedangkan di Klungkung warga ngungsi ke GOR Swecapura, Gelgel.
Warga yang mengungsi sebagian besar tinggal di zona KRB III (di lereng gunung), seperti warga dari Yeh Kori, Desa Jungutan, Desa Besakih, Desa Sebudi, Desa Amerta Bhuana, Desa Ban, Bhuana Giri, serta DesaTihingan.
"Ada juga warga yang tetap tinggal di rumah karena merasa aman dan nyaman. Jumlahnya lumayan banyak. Meraka enggan ngungsi karena sudah jenuh," kata Arimbawa.
Pihaknya berharap warga yang berada di KRB II dan I tidak panik dengan kondisi seperti ini.
Terpisah, Wakil Gubernur Bali, Ketut Sudikerta, mengimbau masyarakat Bali untuk tenang menghadapi situasi ini.
"Yang penting diri kita sendiri diamankan dari bencana tersebut. Pertama pengamanan diri, nyawa, harta benda nantilah,” ujar Sudikerta di Denpasar, kemarin.
sumber : tribun