19 Siswa Pengungsi ke Sekolah Diantar Jemput Polisi
AMLAPURA - Para siswa SMP korban bencana Gunung Agung berjumlah 19 orang yang mengungsi ke Desa Padangbai, Kecamatan Manggis, Karangasem, sejak 24 September 2017 lalu, mendapat perlakuan spesial. Semuanya Nebeng di SMPN 1 Manggis.
Mereka diantar-jemput petugas Polsek Kawasan Laut Padangbai untuk berangkat ke sekolah tempatnya nebeng belajar di SMPN 1 Manggis.
Seluruh 19 siswa SMP yang mengungsi ke Desa Padangbai ini berasal dari satu kampung, yakni Desa Jungutan, Kecamatan Bebandem, Karangasem---desa yang ma-suk Kawasan Rawan bencana (KRB) III Gunung Agung. Sebelum mengungsi ke Desa Padangbai, mereka sekolah di SMPN 1 Bebandem yang berlokasi di Banjar/Desa Jungutan.
Selama mengungsi, 10 siswa SMP yang terdiri dari 11 laki-laki dan 8 perempuan ini tinggal menyebar di Bale Banjar Karja (Desa Padangbai) dan Bale Serba Guna (Desa Padangbai). Mereka diantar jemput polisi dari tempat pengungsiannya ke sekolah di SMPN 1 Manggis.
Data yang dihimpun, Minggu (15/10), total ada 123 pengungsi asal Desa Jungutan di Desa Padangbai. Sabagian berstatus pelajar, yakni siswa TK (5 orang), siswa SD (44 orang), siswa SMP (19 orang), dan siswa SMA (6) orang. Para siswa SMA yang mengungsi ini buat sementara nebeng belajar di SMAN Manggis.
Khusus untuk 19 siswa SMP yang mengungsi, mereka pulang pergi ke sekolah tempatnya nebeng belajar di SMPN 1 Manggis dengan naik mobil patroli kepolisian. Menurut Kapolsek Polsek Kawasan Laut Padangbai, Kompol I Ketut Suharto Giri, antar jkemput ke sekolah ini dilakukan atas permintaan para orangtua siswa yang mengungsi.
Setiap hari, 19 siswa SMP pengungsi bencana Gunung Agung ini berangkat ke sekolah dengan dikawal 2 petuga kepolisian selaku sopir, yakni Aiptu I Gusti Nyoman Getas dan Bripka Heru Setiono. Mereka masuk siang hari dan biasa berangkat dari tempat pengungsiannya menuju SMPN 1 Manggis pukul 11.30 Wita.
Mereka diantar sampai di pintu gerbang SMPN 1 Manggis, untuk memastikan benar-benar sampai di sekolah. Sedangkan sorenya pukul 17.00 Wita, mereka kembali dijemput petugas kepolisain ke sekolah dengan menggunakan mobil patroli.
Menurut Kapolsek Kompol Suharto Giri, mengantar jemput siswa SMP yang me-ngungsi ini merupakan tugas kemanusiaan. Selain melaksanakan tugas kemanusiaan, petugas sekaliain melakukan patroli. “Ini dilakukan terus menerus, selama Gunung Agung berstatus awas,” ujar Kompol Suharto Giri, Minggu kemarin.
Sementara, Wakil Kepala Sekolah (Wakasek) Kesiswaan SMPN 1 Manggis, I Wayan Niarta, mengatakan pihaknya menampung total 107 siswa titipan dari berbagai desa yang mengungsi akibat bencana Gunung Agung. Mereka semua doplot belajar siang hari sampai sore.
Siswa titipan yang ditampung di SMPN 1 Manggis tersebut berasa dari berbagai desa di Kecamatan Manggis, yakni Desa Ulakan, Desa Nyuhtebel, Desa Pesedahan, Desa Tenganan, dan Desa Padangbai. “Semua siswa titipan difokuskan belajar mulai siang hari hingga sore,” jelas Kasek Wayan Niarta.
Para siswa pengungsi tersebut, kata Niarta, belajar berbaur dengan siswa SMPN 1 Manggis yang kebetulan belajar mulai siang. Secara manajemen, mereka belum dipisahkan. “Nantilah laporannya terpisah, setelah siswa titipan permanen belajar di SMPN1 Manggis,” katanya.
Sementara itu, Bendesa Pakraman Padangbai, I Wayan Jandra Budiana, mengakui kedatangan pengungsi bencana Gunung Agung, termasuk yang berstatus anak sekolah, mau tak mau harus dipikirkan kelanjutan pendidikan mereka. Khusus 44 pengungsi dari Desa Jungutan yang berstatus siwa SD, semuanya ditampung belajar di SDN Padangbai
Para siswa SD berjumlah 44 orang yang mengungsi di Desa Padangbai ini masing-masing berasal dari enam sekolah di Desa Jungutan. Rinciannya, dari SDN 1 Jungutan, SDN 2 Jungutan, SDN 3 Jungutan, SDN 4 Jungutan, SDN 5 Jungutan, dan SDN 6 Jungutan.
Menurut Jandra, secara keseluruhan ada 870 pengungsi koban bencana Gunung Agung di Desa Padangbai. Mereka disebar mengungsi di sejumlah lokasi, yakni Bale Serba Guna Desa Padangbai (sebanyak 344 jiwa), Bale Banjar Karya Nadi (251 jiwa), Bale Banjar Luhur (sebanyak 123 jiwa), Bale Banjar Melanting (73 jiwa), Bale Banjar Segara (48 jiwa), dan Bale Banjar Mimba (31 jiwa).
Anak Pengungsi Nyaman Belajar di Atas Rumput
GIANYAR - Tinggal di posko pengungsian tak menyurutkan semangat anak-anak untuk belajar.
Seperti tampak, beberapa anak-anak di Posko Induk Pengungsian Sutasoma, Sukawati, Gianyar, Minggu (15/10). Mereka tampak lebih nyaman mengerjakan PR (pekerjaan rumah) di atas rerumputan, Kampus AKN Gianyar, depan posko itu.
Salah satunya, Ni Luh Putu Desita Sari,9, siswa SDN 1 Buana Giri yang kini numpang belajar di SDN 3 Desa Batuan, Sukawati. Luh Putu mengaku suasana belajar tersebut tak jauh berbeda dengan di kampungnya. "Disini sudah banyak teman. Pelajarannya juga sama dengan yang dulu," ujarnya.
Saat ditemui, Luh Putu sedang mengerjakan PR Agama Hindu. Dia pun sesekali membantu temannya untuk mengerjakan PR serupa. Lain lagi dengan Wayan Dika, teman Luh Putu, lebih memilih untuk mengerjakan tugas menggambar.
Menariknya, Wayan Dika terinspirasi dengan ancaman letusan Gunung Agung. Tampak pada kedua gambarnya, Wayan Dika melukis sebuah gunung berwarna merah membara mengeluarkan material bebatuan dan lahar. "Waktu disuruh gambar suasana di rumah, saya kepikiran lukis gunung meletus," ujarnya.
Pengungsi dan Warga Rebutan Air
AMLAPURA - Pipa yang mengalirkan air dari mata air Bujaga patah akibat tertimpa material tanah longsor.
Pipa saluran air minum di Banjar Bujaga, Desa Nongan, Kecamatan Rendang, Karangasem, jebol. Akibatnya suplai air untuk warga setempat dan aliran Desa Pesaban, Kecamatan Rendang macet. Sebanyak 1.519 pengungsi dan warga Desa Pesaban rebutan air bersih yang disuplai PMI Provinsi Bali dan PMI Kecamatan Rendang, Karangasem.
Perbekel Desa Pesaban I Dewa Ketut Sarjana mengatakan, pipa jebol akibat tanah longsor di Banjar Bujaga, Desa Nongan, Kecamatan Rendang, Selasa (10/10). Material tanah longsor menyebabkan pipa patah dan air yang bersumber dari mata air Bujaga tidak bisa dialirkan secara gravitasi. Perbekel Dewa Sarjana mensyukuri krisis air bersih ini ditanggulangi oleh PMI Provinsi Bali, PMI Kecamatan Rendang, dan relawan. “PMI Bali dibantu relawan fokus salurkan bantuan air kepada warga Desa Pesaban dan pengungsi untuk keperluan dapur umum, mencuci pakaian, mandi, dan buang air di toilet umum di lima titik pengungsian,” terang Dewa Sarjana, Minggu (15/10).
Perbekel Dewa Sarjana mengatakan, pembagian air antara pengungsi dengan warga diperkirakan tidak berlangsung lama. “Kami telah memperbaiki saluran air dengan menyambung pipa yang jebol,” terangnya. Diperkirakan perbaikan tuntas pada Selasa (17/10). Setelah pipa terpasang, nantinya fokus melayani kebutuhan air untuk pengungsi. Tercatat dari 1.519 pengungsi di Desa Pesaban, tersebar di Banjar Pesaban Kangin (205 jiwa), Banjar Pesaban Pangejeroan (623 jiwa), Balai Desa Pesaban (376 jiwa), dan di rumah penduduk (315 jiwa).
Relawan PMI Provinsi Bali, I Wayan Aryawan mengaku berusaha memenuhi kebutuhan air untuk pengungsi dan warga Desa Pesaban. “Dua-duanya membutuhkan air, makanya kami atur di lapangan agar tidak krodit saat pembagian air,” jelas Aryawan. Tokoh Desa Pesaban, I Putu Dani Antara turut membantu di lapangan bagikan air agar warga mau antre. “Kami turut meyakinkan masyarakat agar bersabar antre. Pasti dapat air,’ kata Putu Dani. Salah seorang pengungsi di Pos I Bale Desa Pesaban, I Ketut Subrata mengatakan, meski suplai air dari pipa air milik Desa Pesaban jebol namun pasokan air tetap lancar. “Mobil tangki PMI silih berganti datang bawa air,” jelas Subrata, pengungsi dari Banjar/Desa Muncan, Kecamatan Selat.
sumber : nusabali