Prajuru adat Kubutambahan saat bertemu dengan Wakil Bupati Buleleng. Gerakan warga itu ada kaitannya dengan wacana pembangunan bandara Buleleng |
SINGARAJA - Lama diam, Prajuru Adat Desa Pakraman Kubutambahan, Desa/kecamatan Kubutambahan, akhirnya ‘melawan’. Mereka meladeni gerakan dari sekelompok warga yang mengatasnamakan Komunitas Pemerhati Desa Kubutambahan (KPDK) yang mempersoalkan keabsahan dari pembentukan Desa Pakraman Kubutambahan.
Seluruh prajuru termasuk para jero mangku di seluruh Pura di Kubutambahan mengadukan situasi Pakraman Kubutambahan kepada Pemkab Buleleng, Senin (18/1) pagi.
Kehadiran prajuru dan para jero mangku Pakraman Kubutambahan itu diterima oleh Wakil Bupati Buleleng Nyoman Sutjidra, didampingi para asisten dan staf ahli Pemkab Buleleng, di ruang pertemuan Kantor Bupati, Jalan Pahlawan Singaraja.
Pengulu Desa Pakraman Kubutambahan Jero Pasek Ketut Warkadea mengatakan, pihaknya hanya menyampaikan kondisi yang terjadi di Desa Pakraman Kubutambahan yang sangat kondusif. Namun, kegaduhan terjadi belakangan ini karena ulah sekelompok warga yang memiliki tujuan tertentu, dan telah terjadi penistaan adat. Ditegaskan, awig-awig Desa Pakraman Kubutambahan telah dicatatkan pada lembaran daerah Kabupaten Buleleng No 04 Tahun 1992, tertanggal 10 Desember 1992. “Kami tidak terprovokasi, tapi kami lihat sudah adanya unsur-unsur penistaan. Mereka tidak menghargai warisan dan adat yang telah kita laksanakan selama turun-temurun. Ini kami serahkan kembali pada pemerintah,” jelasnya
Jero Pasek Warkadea mengakui adanya kepentingan-kepentingan tertentu yang mewarnai gerakan sekelompok warga tersebut. Salah satunya menyangkut tanah adat yang luasnya mencapai 500 hektare lebih. “Jelas ini ada maksud tertentu, karena saya dapat pesan singkat dari salah satu anggotanya yang menyebut, gerakan itu ada kaitannya dengan wacana pembangunan bandara,” ungkapnya tanpa mau merinci maksud pesan singkat yang dimaksudkan.
Wakil Bupati Buleleng Nyoman Sutjidra mengatakan akan mengupayakan jalan keluar atas kegaduhan tersebut. Ia tegas mengingatkan agar tidak memanfaatkan adat untuk kepentingan-kepentingan lain. Karena adat merupakan wilayah otonom dan murni sebagai sebuah pengabdian kepada Ida Sanghyang Widhi Wasa. "Jika ada kepentingan-kepentingan tertentu, ini yang harus kita waspadai," tegasnya.
Sebelumnya, kisruh adat itu muncul setelah KPDK mempermasalahkan keabsahan dari Desa Pakraman Kubutambahan. KPDK menilai pembentukan Desa Pakraman Kubutambahan masih rancu karena tidak mengacu pada Perda Nomor 3 Tahun 2001 yang diubah menjadi Perda Nomor 3 Tahun 2003 tentang Desa Pakraman. Salah satunya, pimpinan adat tidak memakai Kelian Desa Pakraman melainkan Pengulu Desa Pakraman yang diambilkan dari keturunan Pasek. KPDK membawa permasalahan itu ke DPRD Buleleng.
sumber : NusaBali