SINGARAJA - Satu lagi jatuh korban tewas diduga akibat serangan rabies di Bali. Kali ini, korbannya I Kadek Dwiyantara, 18, siswa Kelas III SMA asal Banjar Kubu Anyar, Desa Pacung, Kecamatan Tejakula yang meninggal dalam perawatan di RSUD Buleleng, Kamis (4/6) malam pukul 23.00 Wita. Selang 4 jam sebelumnya, seorang siswa SMP asal Karangasem, I Komang Martin Sutama, 15, juga meregang nyawa dalam perawatan di RS Sanglah, Denpasar. Berarti, dalam sehari 2 siswa tewas akibat rabies.
Korban Komang Martin Sutama, siswa SMP asal Banjar Kubu Kangin, Desa/Kecamatan Kubu, Karangasem dinyatakan meninggal dalam perawatan di Kamar Khusus Ruang Nusa Indah RS Sanglah, Kamis malam pukul 19.00 Wita. Korban yang pernah punya riwayat tergigit anjing liar 12 Mei 2015 ini sebelumnya dilarikan ke RS Sanglah, Rabu (3/6) malam, dengan kondisi panas tinggi dan berperilaku aneh layaknya terserang rabies seperti takut melihat air, keluar air liur, dan susah menelan makanan. Sedangkan korban Kadek Dwiyantara, siswa Kelas III SMA asal Desa Pacung, Kecamatan Tejakula, meregang nyawa setelah sempat selama 13 jam dirawat di Ruang Isolasi RSUD Buleleng di Singaraja. Siswa yang baru saja dinyatakan lulus SMA ini dilarikan keluarganya ke RSUD Buleleng, Kamis pagi sekitar pukul 10.00 Wita. Oleh pihak RSUD Buleleng, korban terpaksa dirawat di Ruang Isolasi karena menunjukkan tanda-tanda aneh sebagaimana penderita rabies, seperti takut kena sinar, phobia air, mengeluarkan air liur, dan meronta-ronta hingga sempat memukul orangtuannya. Usut punya usut, korban ternyata punya riwayat digigit konyong sekitar 3 bulan silam. Hingga Jumat (5/6), jenazah korban rabies ini masih dititip di RSUD Buleleng di Singaraja. Jenazah korban rencananya akan dimakamkan keluarganya di Setra Desa Pakraman Pacung, Kecamatan Tejakula pada Soma Pon Gumbreg, Senin (8/6) lusa. Korban Kadek Dwiyantara sendiri merupakan anak kedua dari tiga bersaudara keluarga pasangan I Ketut Aniarsa, 43, dan Ni Kadek Piliani, 40.
Pantauan di rumah duka di Banjar Kubu Anyar, Desa Pakraman Pacung, Jumat siang, kedua orangtua korban tampak masih shock atas kematian tragis putra keduanya yang masih berstatus pelajar Kelas III SMA ini. Ibunda korban, Ni Kadek Piliani, bahkan terpaksa harus dipapah karena langsung jatuh pingsan begitu mendengar kembali kisah kematian putranya yang diceritakan kembali oleh sang suami, I Ketut Aniarsa. Sedangkan Ketut Aniarsa terlihat lebih tegar menghadapi kenyataan. Awalnya, Ketut Aniarsa mengaku tidak percaya putranya meninggal karena terkait gigitan konyong sekitar 3 bulan lalu. Namun, setelah dijelaskan oleh dokter yang menanganinya di RSUD Buleleng dengan tanda-tanda perilaku sebagai korban rabies, akhirnya Ketut Aniarsa bisa menerima kematian putra keduanya. Menurut Ketut Aniarsa, semula dia sama sekali tidak mengetahui kalau putranya ini pernah digigit konyong. Dia baru tahu masalah setelah putranya itu bercerita pernah digigit konyong. Putranya itu baru cerita ketika sudah dirawat di RSUD Buleleng, Kamis lalu. Konon, korban Kadek Dwiyantara digigit konyong di bagian lengan kanan, Maret 2015 lalu, saat asyik membuat Ogoh-ogoh untuk Hari Raya Nyepi. “Mungkin saja waktu itu lukanya diangap biasa. Katanya, luka bekas gigitan konyong sudah dibersihkan dengan air, kemudian diolesi betadin. Waktu digigit konyong, dia tidak bilang. Barulah setelah dirawat diu rumah sakit anak saya itu cerita,” kenang Ketut Aniarsa di rumah duka kemarin.
Menurut dia, pihak Dinas Kesehatan Buleleng bersama petugas dari Puskesmas Tejakula sudah datang meminta keterangan terkait dugaan kematian putranya akibat rabies. Dari penelusuran itu diketahui bahwa anak anjing yang dulu menggigit korban Kadek Dwiyantara ternyata sempat juga menyerang 11 warga lainnya di Desa Pacung. “Ini diketahui setelah anak kami meninggal akibat rabies, sehingga banyak anak-anak tetangga di sini yang melapor pernah digigit anak ajing yang sama,” papar Ketut Aniarsa. Rencananya, petugas Puskesmas Tejakula akan memberikan suntikan Vaksin Anti Rabies (VAR) kepada 11 warga sekampung yang pernah digigit konyong yang sama. Bahkan, pasutri Ketut Aniarsa dan Kadek Piliani selaku orangtua korban tewas rabies juga akan diberikan tindakan pencegahan. Sedangkan dari 11 warga Desa Pacung yang sempat digigit konyong yang sama, termasuk di antaranya paman korban Kadek Dwiyantara, yakni I Wayan Sridasa. Terungkapo, Wayan Sridasa merupakan korban terakhir yang digigit koyong sebelum anak anjing penebar petaka itu dibunuh dengan senjata linggis, sekitar 3 bulan lalu. Konyong penebar petaka itu diketahui milik tetangga korban Kadek Dwiyantara, yang didatangkan khusus dari Kintamani, Bangli. “Kami besok (hari ini) diminta datang ke Puskesmas I Tejakula, katanya untuk diberikan suntikan VAR. Saya dan istri juga diminta datang buat disuntik VAR, karena saya memang sempat memeluk erat anak saya sewaktu meninggal di rumah sakit,” tutur Ketut Aniarsa.
Kematian tragis Kadek Dwiyantara sekadar menambah daftar korban tewas akibat rabies di Gumi Panji Sakti Buleleng. Selama tahun 2015 ini, mulai periode Januari hingga Juni, tercatat ada 3 korban tewas akibat rabies di Buleleng. Dua (2) korban tewas rabies sebelumnya masing-masing seorang balita asal Desa Gobleg (Kecmatan Banjar) dan warga asal Desa Kaliasem (Kecamatan Banjar).
Secara keseluruhan, ada 8 korban tewas akibat rabies di seantero Bali selama periode Januari-Juni 2015. Angka ini naik tajam ketimbang kasus serupa selama tahun 2014 yang di Bali tercatat hanya 2 korban trewas rabies (1 di Buleleng, 1 di Karangasem). Dari 8 korban tewas akibat rabies di Bali tahun 2015 ini, memang terbanyak di Buleleng yakni 3 orang. Sedangkan 4 korban tewas lainnya masing-masing di Badung (1 orang), Bangli (1 orang), Gianyar (1 orang), Tabanan (1 orang), dan Karangasem (1 orang). Korban tewas terakhir akibat rabies di Bali sebelumnya adalah Afliana Agustina, 52, ibu rumah tangga asal Banjar Bongan Kauh, Desa Bongan, Kecamatan Tabanan yang meninggal dalam perawatan di RS Sanglah, Denpasar, 21 Mei 2015 malam. Korban Afliana Agustina diketahui pernah punya riwayat digigit konyong (anak anjing) peliharaannya 6 bulan silam, tepatnya November 2014.
Sementara itu, Wakil Bupati Buleleng Nyoman Sutjidra mengaku pihaknya telah berbuat maksimal untuk mengantasi penyebaran rabies di Gumi Panji Sakti. Penanganan yang dilakukan, mulai dari tindakan pemberian vaksinasi kepada anjing peliharaan hingga penyadaran masyarakat agar mereka memelihara anjingnya dengan baik. “Tapi, kadang kita temui di lapangan, masyarakat belum sadar betul bagaimana memelihara anjing dengan baik. Karena kita sering temukan masih banyak anjing yang hidup liar. Ini sebenarnya yang sangat berbahaya, kita terus upayakan eliminasi terhadap anjing-anjing liar itu,” ujar Wabup Sutjidra saat dikonfirmasi secara terpisah di Singaraja, Jumat kemarin.
Ditanya terkait stok VAR, menurut Sutjidra, sejatinya Buleleng masih cukup memiliki persediaan vaksin tersebut. Di seantero Bali, hanya Buleleng yang memiliki stok VAR yang cukup. “Tapi, stok itu cepat habis karena permintaan VAR tidak saja datang dari warga Buleleng, tapi juga asal daerah lain. Karena menyangkut kemanusiaan, ya kita terpaksa berikan,” ujar politisi PDIP asal Desa Bontihing, Kecamatan Kubutambahan, Buleleng ini.
sumber : nusabali