Seorang remaja dari Desa Budeng tengah melintas di jalan depan kantor Perbekel Budeng, Jembrana, Selasa (16/6/2015) |
NEGARA - Banjar Siti Nur Baya, mungkin kata itu yang cocok disematkan bagi Banjar Delod Pangkung, Desa Budeng, Kecamatan Jembrana, Kabupaten Jembrana, Bali.
Pasalnya, dulu Banjar ini dikenal dengan tradisi warganya yang tidak diperkenankan menikah keluar dari Banjar.
Jika melanggar, maka bersiaplah untuk membayar sejumlah sanksi adat.
Bendesa Adat Desa Budeng, I Ketut Hindu Riasa (40) mengatakan dulu jauh sebelum dirinya dilahirkan atau pada jaman kakek-neneknya tradisi warga yang tidak diperbolehkan untuk menikah keluar wilayah memang sempat dikenal oleh warga lainnya di Kabupaten Jembrana.
Bahkan, meskipun sudah memudar tradisi tersebut masih dilakukan oleh sejumlah warganya.
"Dulu itu memang sempat ada tradisi dari pendahulu kita untuk menikahkan anak-anak mereka dengan saudara atau tetangga-tetangga di satu Banjar. Katanya sih untuk melestarikan keturunan asli Budeng," ungkapnya ditemui Selasa (16/6/2015) kemarin.
Hal tersebut, kata dia, memang tidak dicantumkan dalam awig-awig Banjar atau Desa.
Tetapi, jika melanggar akan dikenakan sanksi berupa membayar patungan saat diadakan odalan di Pura Gede Budeng dan warga yang bersangkutan dikenai biaya setengah dari biaya piodalan atau upacara adat di pura tersebut.
"Saya juga menikah dengan tetangga. Padahal dulu itu setiap hari pas sekolah ketemu, tapi tidak ada perasaan apa-apa. Tapi entah kenapa, saat ngaturang ngayah di Pura Gede Budeng, pas lagi nyapu di bawah beringin mulai punya perasaan sama istri saya yang juga ikut nyapu. Pacarannya 5 tahun dari tahun 1998 terus menikahnya tahun 2003. Saya sendiri juga tidak mengerti kenapa bisa seperti itu," beber Riasa.
Hal senada juga diungkapkan oleh satu diantara tokoh adat yang juga selaku Pemangku di Pura Gede Budeng, I Nengah Sudantra (63).
Menurutnya, tradisi menikah antar saudara maupun tetangga tersebut masih ada sewaktu jaman kakek neneknya.
Bahkan, ia sendiri juga menikahi wanita yang merupakan tetangganya puluhan tahun silam lantaran disarankan mengikuti tradisi oleh kedua orangtuanya.
Selain itu, sudah seringkali terbukti apabila ada warga Banjar Delod Pangkung, maupun Banjar Budeng (2 Banjar di Desa Budeng) yang menikah keluar wilayah, kebanyakan mereka gagal dalam membangun perekonomiam keluarganya.
Oleh sebab itu tak sedikit warganya yang memutuskan untuk menikah tersebut akan kembali ke asalnya dan kemudian sukses dikemudian hari.
"Dari kecil kita sudah diwanti-wanti oleh orang tua agar menikahnya tidak keluar Desa. Jadi dari kecil orang tua kita itu sudah mengintip mana anak saudara atau tetangga yang kemudian dijodohkan dengan kita," terangnya.
"Dulu itu sulit untuk menikah keluar. Kalau ada, maka warga yang bersangkutan akan dikenai denda setengah biaya odalan di pura Gede Budeng. Bahkan sekarang saja masih seperti itu, warga yang keluar nikahnya keluar itu pasti kembali sembahyang ke sini karena mereka tak bisa lepas dari tradisi dulu," pungkas Sudantra yang akrab disapa Mangku Bingin ini.
sumber : tribun