Unik, Hanya ada di Banjar Buruan Tampaksiring, Tradisi Mencabik Kain Mayat
"AIIIITT...!" Begitu pekikan seorang pria terdengar keras memberikan isyarat sembari mengangkat kedua tangannya di depan gapura rumah almarhum, Gusti Putu Karang (68) yang meninggal enam hari yang lalu, Kamis (19/2/2015).
Sejurus kemudian, tanda tersebut direspon dengan hentakan baleganjur. Puluhan warga Banjar Buruan, Desa Pekraman Tampaksiring, Kecamatan Tampaksiring Gianyar, langsung siaga.
Pekikan demi pekikan bertalu, seakan mereka tidak sabar menunggu moment itu. Tak berselang lama, sejumlah pria berbadan kekar keluar mengangkat mayat yang sudah terbungkus rapi oleh kain kafan, batik, tikar, hingga dua lapis rantai bambu.
Guyuran air dari rumah warga menghujani jalanan. Saat itulah di mana tradisi mesbes bangke (mencabik kain mayat) dimulai.
"Aiit, aaiit, aiiitt...!" Hanya itu suara yang terdengar di tengah hentakan baleganjur yang semakin mengeras. Semangat warga seakan semakin membara.
Satu-persatu bahkan berebutan. Bahkan mereka mencoba naik ke atas mayat. Mencabik dan menggigit tikar, kain kafan, dan rantai bambu yang kemudian dihempaskan ke udara.
Kesan kesedihan keluarga saat mayat almarhum dicabik-cabik warga sebanjar terbantahkan. Ini terlihat saat keluarga almarhum juga turut serta di dalamnya. Sekitar 15 menit berlalu, rapinya bungkusan mayat berubah wujud menjadi compang-camping.
Serpihan tikar bertebaran di jalan sekitar 200 meter dari jarak rumah menuju pertigaan dimana bade dan lembu menunggu. Saat itu, hentakan baleganjur pun berhenti.
Baru kemudian mayat dinaikkan ke atas bade. Mereka yang awalnya mesbes bangke beralih menuju sanan bade lalu mengangkatnya menuju Setra Desa Pekraman Tampaksiring.
"Bau sih bau, namanya juga bangke matah, baru enam hari. Tapi semangat dan rasa kebersamaan kami yang membuat bau itu tidak berarti," ujar I Made Putra.
Putra yang bersimbah keringat setelah mengikuti tradisi mesbes bangke mengutarakan rasa herannya. Pria 30 tahun ini mengaku tidak tahu penyebab warga tidak jijik saat mencabik-cabik mayat. Pasalnya, tradisi mesbes bangke tidak hanya dengan tangan saja, melainkan ada yang menggunakan gigi.
"Kalau baleganjur sudah menghentak, jeg semangat kami berkobar. Saya tidak tahu, saya tidak jijik, yang lain juga tidak jijik. Sepertinya sudah mendarah daging," jelasnya tersenyum keheranan.
Sementara, I Komang Suteja (26) mengatakan, tradisi mesbes bangke bukan sebagai ajang balas dendam. Dengan gamblang ia menjelaskan, ini hanya tradisi yang sudah berjalan dari turun-temurun. Tak sekalipun tradisi mesbes dijadikan ajang pembalasan apabila warga yang meninggal memiliki masalah dengan warga lainnya.
"Masalah personal atau kesepekan banjar, tidak ada. Tradisi ini tidak ingin kami nodai dengan hal-hal seperti itu. Keluarga almarhum bahkan ikut mesbes. Ini hanya tradisi leluhur yang terus kami jalankan," jelasnya.
Tradisi Unik Mencabik Mayat di Banjar Buruan Ramai di Media Sosial
GIANYAR - Tradisi mesbes bangke (mencabik mayat) di Banjar Buruan, Tampaksiring, Gianyar, sempat menjadi perbincangan di media sosial (medsos). Ada pro dan kontra.
Banyak yang memuji karena warga dianggap mampu bersikap konservatif di tengah arus globalisasi. Namun tak sedikit juga yang mengecam karena tradisi tersebut dianggap tidak berperikemanusiaan terhadap keluarga almarhum.
Kelian Adat dan Dinas Banjar Buruan, I Ketut Darta menegaskan, tradisi mesbes bukan untuk ajang balas dendam atau menyakiti hati keluarga almarhum. Tradisi yang diwariskan turun temurun ini sejatinya adalah wujud kebersamaan warga.
"Keluarga almarhum sudah rela, bahkan turut serta. Ini membuktikan tidak ada maksud jelek kepada almarhum maupun keluarganya," jelasnya.
Berdasarkan cerita tetua jaman dahulu, mesbes sejatinya bertujuan untuk menghilangkan bau busuk yang bersumber dari mayat. Jika suasana gembira, maka bau busuk tersebut sudah hilang dari pikiran.
"Padahal warga naik sampai ke tubuh mayat yang diangkat. Mencabik tidak hanya pakai tangan, pakai gigi juga. Kenapa warga tidak jijik? Iya karena kami yakin kalau rasa itu akan hilang dengan mesbes," ucapnya.
Ternyata, tradisi ini juga memiliki tantangan. Saat mesbes digelar, mayat sama sekali tidak boleh jatuh ataupun menyentuh tanah. Jika itu terjadi, maka adat akan mendapat sanksi untuk menggelar pencaruan. Darta berucap syukur, sampai saat ini, belum sekalian terjadi peristiwa tersebut.
"Makanya yang ngangkat mayat adalah warga yang kami anggap kuat, tinggi tubuh setara. Tujuannya agar mayat tidak jatuh saat dicabik. Syukur belum pernah, kalau sampai maka adat akan kena denda menggelar pecaruan," ungkapnya.
Dari 13 banjar di Desa Tampaksiring, hanya Banjar Buruan yang masih setia menjalankan tradisi mesbes bangke. Kendati menjadi perbincangan hangat di sosial media saat ini terkait pro dan kontra, Darta hanya berharap, tradisi ini bisa terus dilaksanakan.
sumber : tribun