Indah Nur Savitri (16), siswi yang dikeroyok tersebut saat ditemui, Sabtu mengatakan, penganiayaan terhadap dirinya berawal pesan dari kepala sekolah, kepada siswi berinisial S, yang dilarang masuk sekolah sebelum orang tuanya datang menghadap.
"Sebenarnya yang dititipi pesan pak kepala sekolah itu teman saya, tapi ia meminjam handphone saya untuk mengirim pesan pendek kepada siswi tersebut," katanya.
Dari sinilah, katanya, S tidak terima dengan melontarkan kata-kata kasar, baik lewat pesan pendek maupun status di facebook.
Perang kata-kata antara dua siswi ini terus terjadi, yang menurut Indah, saat pelajaran olahraga Kamis (28/8), S sempat menantangnya berkelahi dan menendang perutnya.
"Saat pulang sekolah pada hari itu, saya sempat dicegat, dan terpaksa meladeni ia berkelahi karena sudah tidak kuat dihina terus. Tapi kami dipisahkan oleh teman-teman lain," ujarnya.
Permusuhan dua siswi yang sama-sama duduk di kelas III ini kembali berlanjut, dengan tantangan S mengajaknya duel pada hari Jumat (29/8).
Tantangan ini diladeni Indah, dengan janjian mereka akan bertemu di bendungan atau dam di Desa Baluk, usai pulang sekolah.
"Saya datang kesana bersama tiga orang teman dengan satu diantaranya murid cowok, sementara ia mengajak pacarnya. Kami sempat berkelahi, dengan dia duluan menjambak rambut saya," katanya.
Perkelahian dua pelajar perempuan ini sempat terjadi beberapa menit, sebelum AP (19), pacar S ikut campur saat melihat pacarnya tersebut terpojok.
Menurut Indah, pemuda tersebut memukulinya pada bagian wajah dan leher sebanyak lima kali, sementara teman-temannya yang lain tidak berani melawannya.
Pulang sekolah, Syarif Rahman dan Sri Wahyuni, yang melihat muka anaknya bengkak bekas dipukuli, tidak terima dan melaporkan kasus ini ke Polsek Negara.
"Sebenarnya saya sempat mencari pemuda yang memukuli anak saya ke rumahnya, tapi ia malah menantang untuk melaporkan kasus ini ke polisi. Karena maunya seperti itu, kami turuti saja," kata Syarif.
Ia berharap polisi menuntaskan kasus ini, dan menjerat pelaku dengan undang-undang yang mengatur tentang perlindungan anak.
"Kami orang tidak tahu hukum, tapi dari mendengar dan melihat di televisi, katanya kalau korbannya anak-anak, ada undang-undang yang melindunginya. Saya juga sudah bertanya kepada keluarga, katanya anak saya masuk dalam perlindungan undang-undang tersebut, karena umurnya baru 16 tahun, sementara pelaku sudah 19 tahun," kata Wahyuni.
Kapolsek Negara, Kompol M. Didik Wiratmoko yang dikonfirmasi lewat pesan pendek, belum memberikan jawaban hingga berita ini dibuat.
sumber : Antara Bali