Vonis ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Tabanan, Awaludin, sebelumnya. Kala itu, JPU menuntut terdakwa Sukaja dengan hukuman penjara selama 6,5 tahun, plus denda Rp 200 juta subsider 3 bulan penjara, dan wajib mengganti kerugian negara Rp 455 juta. Amar putusan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Denpasar, Kamis kemarin, dibacakan langsung Ketua Majelis Hakim Sugeng Riyono. Dalam amar putusannya, majelis hakim menyatakan sependapat dengan JPU bahwa sesuai fakta persidangan, terdakwa Sukaja terbukti bersalah karena semua unsur di dakwaan primer dapat dibuktikan, sesuai Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 ayat (1) huruf (b) UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU NO.20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No.31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
"Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan melawan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diperbarui dengan UU Nomor 20 Tahun 2001," ujar Sugeng Riyono. “Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa selama 4 tahun,” imbuhnya. Sesuai fakta persidangan, demikian majelis hakim, terdakwa Sukaja bukanlah warga atau panitia penerima bantuan sosial (bansos) atau hibah senilai Rp 75 juta untuk pembangunan bak air di Banjar Lebah, Desa Payangan, Kecamatan Marga, Tabanan tahun 2006, bantuan sebesar Rp 150 juta untuk Pura Desa lan Puseh di Desa Munduk Pakraman Pakel (Desa Gadung Sari, Kecamatan Selemadeg Timur, Tabanan) tahun 2007, dan bantuan Rp 230 juta untuk Pura Rentaja di Banjar Bunyuh, Desa Pakraman Perean (Kecamatan Baturiti, Tabanan) tahun 2008.
Namun, menurut majelis hakim, terdakwa telah menguasai dana bantuan dari Pemkab Tabanan tersebut. Padahal, tidak ada kesepakatan antara warga atau panitia dengan terdakwa terkait penyerahan bantuan dari pemerintah kepada terdakwa Sukaja. Meski demikian, majelis hakim dalam putusannya tidak sepenuhnya menyebut ketiga proyek dari dana bansos itu tak terwujud sebagaimana surat dakwaan jaksa. Untuk pembangunan bak air, terdakwa Sukaja telah menguasai uang tersebut dan proyek tidak diwujudkan di Banjar Lebah sebagaimana proposal atau rencana anggaran biaya (RAB). Juga, tidak menyinggung kalau bak air itu dibangun di Desa Petiga, yang airnya mengalir untuk warga Banjar Lebah. Yang ada adalah bak air lama. Sebaliknya, terkait pembangunan Pura Desa lan Puseh di Desa Pakraman Munduk Pakel dan Pura Rentaja di Desa Pakraman Perean, diakui majelis hakim memang sudah terwujud. Namun, terdakwa Sukaja tetap dinyatakan bersalah telah menguasai uang bantuan dari pemerintah tersebut.
Ada pun hal yang memberatkan terdakwa adalah Sukaja sebagai tokoh masyarakat yang juga Ketua DPRD Tabanan waktu itu, justru menyalahgunakan wewenangnya dengan cara memanfaatkan bansos untuk kepentingan politik. Terdakwa juga tidak menyesali perbuatannya dan tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Sedangkan hal yang meringankan, tersdakwa Sukaja belum pernah dihukum dan sopan dalam persidangan. Sementara, terdakwa Sukaja langsung menyatakan banding atas vonis yang dijatuhkan majelis hakim. Di hadapan wartawan, mantan Sekretaris DPC PDIP Tabanan ini mengatakan tidak marah ataupun menyesal dengan putusan hakim, karena masih bisa menempuh proses hukum lainnya. “Saya tidak sedih, karena saya melihat ada rekayasa dan konspirasi besar dalam kasus ini. Ini rekayasa politik,” tegas politisi asal Desa Marga Dauh Puri, Kecamatan Marga, Tabanan, yang juga mantan anggota Fraksi PDIP DPRD Bali 2009-2014 ini. Sukaja menegaskan, dalam amar putusannya, majelis hakim sama sekali tidak mempertimbangkan fakta persidangan, alat bukti, dan pledoi (pembelaan) yang diajukannya.
Ada pun hal yang memberatkan terdakwa adalah Sukaja sebagai tokoh masyarakat yang juga Ketua DPRD Tabanan waktu itu, justru menyalahgunakan wewenangnya dengan cara memanfaatkan bansos untuk kepentingan politik. Terdakwa juga tidak menyesali perbuatannya dan tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Sedangkan hal yang meringankan, tersdakwa Sukaja belum pernah dihukum dan sopan dalam persidangan. Sementara, terdakwa Sukaja langsung menyatakan banding atas vonis yang dijatuhkan majelis hakim. Di hadapan wartawan, mantan Sekretaris DPC PDIP Tabanan ini mengatakan tidak marah ataupun menyesal dengan putusan hakim, karena masih bisa menempuh proses hukum lainnya. “Saya tidak sedih, karena saya melihat ada rekayasa dan konspirasi besar dalam kasus ini. Ini rekayasa politik,” tegas politisi asal Desa Marga Dauh Puri, Kecamatan Marga, Tabanan, yang juga mantan anggota Fraksi PDIP DPRD Bali 2009-2014 ini. Sukaja menegaskan, dalam amar putusannya, majelis hakim sama sekali tidak mempertimbangkan fakta persidangan, alat bukti, dan pledoi (pembelaan) yang diajukannya.
“Hakim sama sekali tidak memprtimbangkan pledoi yang kami ajukan,” sesal Sukaja. Karena itu, Sukaja pilih menempuh upaya banding ke Pengadilan Tinggi Denpasar. Selain itu, Sukaja juga akan melaporkan JPU Kejari Tabanan ke Pengadilan Tinggi Denpasar atau Komisi Yudisial atas diabaikannya materi pledoi dan juga bukti-bukti yang ada di lapangan. “Melalui tim kuasa hukum, JPU akan dilaporkan ke Pengadilan Tinggi ataupun Komisi Yudisial besok (hari ini). Karena, mereka mengabaikan materi pledoi dan juga bukti-bukti di lapangan yang kami ajukan,” sambuh kuasa hukum Sukaja, Ketut Hartayasa. Di sisi lain, ratusan massa pendukung Sukaja yang memadati ruang persidangan Pengadilan Tipikor sempat ricuh pasca putusan majelis hakim kemarin. Bahkan, salah satu pendukung Sukaja langsung ngamuk di ruang sidang dan berusaha memburu jaksa.
Sedangkan ratusan pendukung Sukaja lainnya pilih berkumpul di depan ruang sidang sembari melakukan orasi. Massa Sukaja juga mengurung tim jaksa yang masih berada di dalam ruang pengadilan dan menunggunya di luar. Ratusan polisi yang berjaga di lokasi pun langsung melakukan pengamanan, sehingga tidak terjadi aksi anarkis. Sukaja sendiri sempat turun langsung menemui massa pendukungnya dan meminta mereka untuk pulang secara tertib. Tidak lama berselang, ratusan massa pendukung Sukaja meninggalkan Pengadilan Tipikor dengan tertib, selanjutnya pulang ke Tabanan. Sedangkan Sukaja dikembalikan ke sel tahanan LP Tabanan. Dengan vonis 4 tahun penjara ini, Sukaja terancam gagal maju ke Pileg 2014 sebagai caleg DPRD Bali dari Hanura Dapil Tabanan. Padahal, Sukaja sebelumnya telah melengkapi berkas pencalegan dengan menjalani tes kesehatan di Poliklinik LP Tabanan, Senin (29/4) lalu. Meski pencalegannya terancam, namun Sukaja menyatakan proses politik menuju Pileg 2014 tetap jalan.
“Meski vonis hakim sudah dijatuhkan, itu belum bisa disahkan, karena saya akan melakukan banding. Karenanya, proses politik menuju Pileg 2014 tetap berjalan,” tegas Sukaja. Menghadapi Pileg 2014, Hanura setor 5 kandidat caleg DPRD Bali dari Dapil Tabanan ke KPU. Selain Wayan Sukaja, empat kandidat lagi masing-masing I Gusti Made Semadi Yoga, Ni Ketut Ayu Suweningsih, I Wayan Wardita, dan Ni Wayan Sukendri. Perlu dicatat, ketiga kandidat pria yang diusung Hanura Tabanan ke DPRD Bali ini semuanya merupakan mantan kader PDIP. IGM Semadi Yoga dan Wayan Wardita, misalnya, sempat menjadi anggota Fraksi PDIP DPRD Tabanan 2004-2009. Hanya saja, saat Pileg 2009 lalu, Semadi Yoga dan Wardita gagal lolos untuk kedua kalinya ke kursi Dewan. Sukaja sendiri juga mantan Ketua DPRD Tabanan 2004-2009 dari Fraksi PDIP. Dia merupakan caleg peraih suara terbanyak se-Bali untuk kursi DPRD Provinsi dalam Pileg 2009. Namun, Sukaja kemudian diberangus induk partainya dari keanggotaan Fraksi PDIP DPRD Bali dan dipecat sebagai kader setahun lalu, gara-gara membelot sebagai Calon Bupati (Cabup) Tabanan yang diusung Golkar di Pilkada 2010. Sukaja kemudian hijrah ke Hanura.
sumber : NUSABALI