JAKARTA - Badan Meteorologi Klimatologi
dan Geofisika (BMKG) menyatakan pada saat perayaan Hari Raya Nyepi di
Pulau Bali, terjadi penurunan emisi gas rumah kaca sebanyak 33 persen.
Hal ini disebabkan tidak adanya aktivitas apapun di Pulau Dewata
tersebut pada perayaan Nyepi.
"Kesimpulannya, terjadi penurunan
CO2 dan N2O pada saat perayaan Nyepi, yang mencapai 33 persen. Ini bukti
bahwa aktivitas manusia bisa meningkatkan emisi gas rumah kaca," kata
Edvin Aldrian, Kepala Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara BMKG, di
Gedung BMKG, Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis (11/4/2013).
BMKG
meneliti lima daerah di Pulau Bali, yaitu Denpasar, Bedugul, Karangasem,
Singaraja, dan Negara. Dari kelima daerah tersebut, kawasan Negara
merupakan daerah yang memiliki tingkat penurunan emisi gas rumah kaca
tertinggi pada perayaan Nyepi, dibandingkan pada hari biasa. "Penurunan
terbesar berasal di daerah Negara, mencapai 80 persen," ujar Edvin.
Edvin
mengatakan Bali dipilih menjadi lokasi penelitian terkait dampak
aktivitas manusia pada emisi gas rumah kaca, karena daerah ini merupakan
sebuah pulau yang memiliki satu hari penuh manusia berhenti
beraktivitas. "Bila dipilih Jakarta, seandainya pun masyarakat Jakarta
bisa berhenti aktvitias, tapi hasil emisi bisa dipengaruhi dari
masyarakat di Bogor ataupun Tanggerang. Sedangkan Bali itu sebuah Pulau,
cukup terisolasi," tuturnya.
Menurut Edvin, penelitian ini
dilakukan dengan dua metoda. Pertama, penelitian langsung di Denpasar
dengan menggunakan alat digital Wolf Pack Area Monitor dan Continous
Analyzer IRIS 4600. Alat ini mengukur konsentrasi gas rumah kaca per
jam, dengan parameter untuk karbondioksida (CO2) dan nitrogendioksida
(NO2).
Sedangkan metoda kedua diterapkan di empat daerah penelitian lainnya. "(Yaitu) menggunakan teknik sampling flask sampler
pada pukul 14.00 WITA saat pada hari raya Nyepi , dan analisis
laboraturium untuk sampel menggunakan metode Gas Chormatography," ujar
Edvin.
sumber : KOMPAS