Rabu, 27 Juni 2012, 05:49
ist |
Pemagaran rumah warga Kelompok Kecil di Banjar Pangkung Karung Kawan ini merupakan buntut kekesalan warga Kelompok Besar atas berlarut-larutnya masalah pemekaran desa adat, yan telah diperjuangkan sejak tahun 2008. Beruntung, suasana tetap kondusif karena warga dari Kelompok Kecil pilih tidak melakukan aksi balasan meski rumahnya dipagari.
Pantauan di lapangan, aksi pemagaran rumah warga Kelompok Kecil dengan memasang tembok batako setinggi lima trap itu dimulai Selasa siang pukul 14.00 Wita. Tembok batako itu dipasang di 9 titik, yang lokasinya di depan rumah dan gang.
Pemagaran ganda dilakukan di gang menuju rumah Nyoman Suratha, tokoh warga Kelompok Kecil yang kini menjabat sebagai Bendesa Adat Bedha---desa pakraman yang mewilayahi 38 banjar adat di tiga kecamatan, yakni Kecamatan Kediri, Kecamatan Tabanan, dan Kecamatan Kerambitan. Nyoman Suratha sendiri sudah diusir bersama keluarganya dari Desa Pangkung Karung, sebulan lalu, karena dituding pihak Kelompok Besar
sebagai biang masalah.
sebagai biang masalah.
Pemagaran pertama dilakukan di pintu masuk gang menuju rumah-rumah warga Kelompok Kecil. Sedangkan pemagaran berikutnya dipasang di sebelah barat batas rumah Nyoman Suratha, yang berlokasi di Banjar Pangkung Karung Kawan. Bukan hanya rumah Nyoman Suratha yang dipagari dengan tembok batako, tapi sejumlah rumah warga Kelompok Kecil lainnya.
Sebelum aksi pemagaran rumah Kelompok Kecil dilakukan, warga Kelompok Besar kemarin lebih dulu menggelar paruman (rapat adat) di jaba Pura Puseh Desa Adat Pangkung Karung, mulai pukul 12.30 Wita hingga 13.20 Wita. Paruman dipimpin langsung Bendesa Adat Pangkung Karung, I Ketut Suidja.
Dalam paruman yang dihadiri sekitar 200 kepala keluarga (KK) di jaba Pura Puseh kemarin siang, antara lain, dibahas langkah-langkah pasca kasus pencurian di Pura Puseh, Desa Adat Bedha. Selain itu, dalam rapat kemarin juga dilakukan penyampaian kronologis proses perjuangan pemekaran Desa Adat Pangkung Karung dari Desa Adat Bedha.
Rapat tersebut menghasilkan beberapa keputusan keputusan penting. Pertama, warga Desa Pangkung Karung harus meningkatkan kewaspadaan terkait kasus pencurian pratima (benda sakral) di Pura Puseh Desa Adat Bedha. Warga yang menemukan benda asing diimbau untuk tidak mengambil dan harus melaporkan kepada pihak kepolisian.
Kedua, terkait upaya pemekaran desa adat yang belum tuntas, diputuskan untuk menambah tekanan kepada Kelompok Kecil di Desa Pangkung Karung. Tekanan itu bukan hanya aksi pengusiran, tapi juga pemagaran gang dan rumah untuk menutup akses jalan warga Kelompok Kecil.
Begitu paruman di jaba Pura Puseh usai, ratusan warga Kelompok Besar yang mengenakan pakaian adat madya kemarin langsung bergegas mengambil alat-alat kerja bangunan seperti sekop, cangkul, dan cetok. Tidak berselang lama, sebuah truk muncul di lokasi untuk menurunkan material berupa pasir, batako, dan semen yang diangkutnya.
Aksi pemagaran aksis warga Kelompok Kecil pun dimulai. Pemagaran dibagi menjadi empat penjuru yang dikoordinasikan oleh prajuru yang sudah ditunjuk saat paruman. Saat aksi pemagaran berlangsung, Kapolres Tabanan AKBP Dekananto Eko Purwono juga turun ke lokasi untuk mengendalikan suasana agar tak terjadi tindakan anarkis. Dandim 1619 Tabanan, Letkol Inf Ari Yulianto, juga terjun ke Desa Pangkung Karung kemarin.
Saat rumah dan gang menuju kediamannya dipagari, warga Kelompok Kecil tidak melakukan reaksi apa pun. Kapolres dan Dandim sempat memediasi warga setempat di bale banjar. Dalam mediasi tersebut, Kapolres Tabanan AKBP Dekananto Eko Purwono meminta warga untuk tidak berbuat anarkis.
Jika sampai ada perbuatan anarkis, Kapolres mengingatkan warga akan berhadapan dengan aparat hukum. “Selama upaya-upaya dilakukan secara adat, kami akan tetap awasi. Namun, bila ada yang melanggar hukum tentu akan kami tindaklanjuti,” tegas Kapolres.
Di hadapan warga setempat, Kapolres mengakui pihaknya sudah membicarakan masalah tuntutan pemekaran adat yang diperjuangkan warga Kelompok Besar dari Desa Pangkung Karung. Hanya saja, proses pemekaran adat itu butuh waktu. Karenanya, warga diimbau tetap sabar dan tidak mengambil tindakan-tindakan yang melanggar hukum selama proses berlangsung.
“Kita mendorong majelis adat untuk segera menyelesaikan masalah adat ini,” tandas Kapolres. Dandim Letkol Inf Ari Yulianto juga mengimbau warga untuk bersabar mengikuti proses dan mengedepankan forum musyawarah. Sementara itu, salah satu warga dari Kelompok Kecil di Desa Pangkung Karung, Juni Ernawati, berharap pemerintah segera turun tangan agar permasalahan yang terjadi di desanya tidak berlarut-larut. Apalagi, sekarang malah muncul aksi pemagaran rumah dan akses jalan.
Dengan ditutupnya akses jalan oleh warga Kelompok Besar kemarin, Juni Ernawati dan keluarganya hanya bisa melalui jalur tikus jika ingin keluar rumah untuk bekerja. Sementara sepeda motor maupun kendaraan lainnya, praktis tidak bisa lagi keluar masuk rumahnya. “Harapan kami, bagaimana kasus ini segera berakhir. Pemerintah harus turun tangan agar permasalahan tidak berlarut-larut,” harap wanita paruh baya ini.
Dikonfirmasi terpisah, Bendesa Adat Bedha, I Nyoman Suratha, mengatakan pihaknya sangat menyayangkan kasus pemagaran jalan dan rumah warga Kelompok Kecil di Desa Pangkung Karung. Nyoman Suratha menjelaskan, sesuai UUD 1945, bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya adalah milik negara. Karenanya, perbuatan warga dari Kelompok Besar dianggap tidak sesuai dengan hukum di Indonesia.
Menurut Nyoman Suratha, pihaknya akan menempuh jalur hukum atas aksi pemagaran rumah dan akses jalan warga Kelompok Kecil ini. Desa Adat Bedha sendiri, kata dia, segera bakal mengambil sikap atas kejadian-kejadian yang dialami warga Kelompok Kecil di Pangkung Karung.
“Besok (hari ini) Desa Adat Bedha akan menggelar rapat untuk mengambil sikap terkait kasus yang terjadi di Desa Pangkung Karung. Kita juga akan menempuh jalur hukum atas kasus pemagaran rumah ini,” tandas dosen Fakultas Teknik Unud yang telah diusir bersama keluarga dari rumahnya di Desa Pangkung Karung oleh warga Kelompok Besar ini.
Desa Adat Bedha di mana Nyoman Suratha menjabat sebagai Bendesa merupakan desa pakraman yang mewilayahi 38 banjar adat di tiga kecamatan. Desa Pangkung Karung juga masuk wewidangan Desa Adat Bedha. Sedangkan Kelompok Besar dan Kelompok Kecil di Desa Pangkung Karung sudah berselisih soal perjuangan pemekaran desa adat yang dirintis sejak tahun 2008 silam.
Kelompok Besar ingin memisahkan diri dari Desa Adat Bedha. Sebaliknya, Kelompok Kecil (di mana keluarga Nyoman Suratha berasal) ingin tetap bernaung di bawah Desa Adat Bedha. Masalah inilah yang kemudian beberapa kali meletupkan ketegangan, termasuk menghadang pasangan pengantin.
Bahkan, Nyoman Suratha dan keluarganya sampai diusir dari Desa Pangkung Karung, 23 Mei 2012 lalu, karena dianggap sebagai biang masalah adat di desanya. Karena diusir dari tanah kelahirannya, Nyoman Suratha bersama keluarganya terpaksa mengungsi ke Denpasar. Rumahnya di Desa Pangkung Karung dibiarkan kosong tanpa berpenghuni. Apalagi, pihak Desa Pangkung Karung ancam akan nepak kulkul (membunyikan kentongan adat pertanda situasi darurat) jika melihat Nyoman Suratha dan keluarganya pulang ke Banjar Pangkung Karung Kawan.
sumber : NusaBali