Senin, 14 Nopember 2011, 05:19
TABANAN - Tujuh (7) bocah terseret arus saat mandi di Sungai Yeh Empas, Tabanan, Minggu (13/11) sore. Dua kakak adik dari tujuh korban yang semuanya penghuni Pondok Pesantren (Ponpes) Tarbilatul Islam di Banjar Gerang, Desa Dajan Peken, Kecamatan Tabanan juga ikut jadi korban. Salah satu dari kakak adik ini tewas, sedangkan satunya lagi hingga tadi malam belum ditemukan.
Dua kakak adik yang yang jadi korban dalam musibah terseret arus di Sungai Yeh Empas, Minggu sore sekitar pukul 15.30 Wita, masing-masing Dinda, 9 (kelas IV SD), dan Rio, 5 (duduk di bangku TK). Si bungsu Rio sudah ditemukan dalam kondisi tewas di pantai Yeh Gangga, Tabanan, tadi malam sekitar pukul 20.35 Wita. Sementara kakaknya, Dinda, hingga berita ini diturunkan jasadnya belum ditemukan
Sedangkan lima korban lainnya ditemukan selamat. Salah satunya ditemukan warga dalam kondisi pingsan, yakni Bima Pamungkas, 7 (bocah kelas II SD). Selain Bima Pamungkas, korban selamat dalam musibah terseret arus di Sungai Yeh Empas kemarin sore masing-masing Rifan, 10 (kelas V SD), Jasmin, 8 (kelas III SD), Safik, 7 (kelas II SD), dan Indah (siswi SMA). Dari lima korban selamat itu, satu di antaranya harus dilarikan ke RSUD Tabanan untuk mendapatkan perawaran intesif, yakni Bima Pamungkas.
Ketujuh bocah penghuni Ponpes Tarbilatul Islam, Desa Dajan Peken, Tabanan ini awalnya berangkat bersama untuk mandi ke Sungai Yeh Empas, Minggu sore sekitar pukul 15.00 Wita. Saat itu, Kota Tabanan dan
sekitarnya tengah diguyur hujan lebat.
sekitarnya tengah diguyur hujan lebat.
Kendati hujan lebat, para korban tetap saja mandi di sungai dalam kondisi volume air yang terus membesar. Mereka pilih mandi sambil berdiri di atas batu yang berada di tengah sungai. Tiba-tiba, mereka disapu arus sungai, hingga terseret. Bahkan, kakak adik Dinda dan Rio sampai hilang.
Beruntung, para korban lainnya, kecuali Bima Pamungkas, berhasil menyelamatkan diri merangkak ke tepi sungai. Sedangkan Bima Pamungkas sendiri terseret arus dalam kondisi pingsan, karena tubuhnya beberapa kali terbentur batu. Sampai akhirnya warga sekitar menemukan Bima Pamungkas yang pingsan, lanjut dilarikan ke RSUD Tabanan, kemarin sore sekitar pukul 17.30 Wita.
Ditemui di RSUD Tabanan, korban Bima Pamungkas mengakui saat terseret arus sungai, tubuhnya beberapa kali berbenturan dengan batu. Dia pun akhirnya tidak ingat apa-apa lagi, sampai akhirnya ketika sadar sudah terbaring di rumah sakit. “Saya mandi dengan enam teman lainnya. Saya nggak tahu bagaimana nasib mereka. Saya sendiri jatuh lalu terseret arus sungai, karena kaget setelah kena tendang. Kami mulanya bermain-main di atas batu di tengah sungai,” kenang Bima Pamungkas yang tercatat sebagai siswa kelas II SD Dajan Peken. Bima Pamungkas mengaku masih pusing, kedinginan, dan nyeri. Dia dalam lecet-lecet pada kedua kaki dan perut bagian kanan. “Sekarang saya masih pusing dan kedinginan,” tutur Bima Pamungkas.
Dokter jaga di Instalasi Rawat Darurat (IRD) RSUD Tabanan, dr Lusi, mengatakan korban Bima Pamungkas tiba di RS kemarin sore pukul 17.30 Wita. Keluhan awal, korban mengalami nyeri di perut kanan, pusing, dan kedinginan.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, paru-paru korban bersih. Dokter lalu memasang infus dan mengambil darah untuk uji laboratorium. “Penanganan yang kita lakukan seperti pemasangan infus dan cek darah. Tujuannya, untuk memastikan trauma organ dalam perut. Dari cek tadi, paru-paru korban bersih,” ungkap dr Lusi. Saat dirawat di RSUD Tabanan kemarin petang, Bima Pamungkas ditunggui Ibu Asuh Ponpes Tarbilatul Islam, Asiyah. Sedangkan kedua orangtuanya, Irai Sudiansah dan Lilik Rahayu, sedang berada di luar kota. Sang ayah, Irai Sudiansah, sedang berada di Denpasar untuk bekerja sebagai kuli bangunan. Sedangkan ibunya, Lilik Rahayu, bekerja di Arab Saudi.
Sementara, Asiyah selaku Pengasuh Ponpes Tarbilatul Islam mengatakan, sebelum pergi ke sungai, Bima Pamungkas sempat pamitan kepada dirinya. Namun, enam korban lainnya tidak sempat pamitan. Sambil menangis, Asiyah menceritakan dua bocah kakak adik asuhannya, Dinda dan Rio, yang belum diketahui kabarnya. “Menurut keterangan Bima, kakak adik itu ikut mandi di sungai,” keluh Asiyah sambil menangis sesenggukan. Yang menyedihkan, lanjut Asiyah, orangtua kedua bocah kakak adik ini belum bisa dihubungi hingga kemarin petang. Menurut Asiyah, ibunda korban kakak adik selama ini bekerja sebagai Ibu Asrama di salah satu SMK kawasan Kota Denpasar.
Sementara itu, bencana longsor terjadi pada tebing bekas penambangan batu cadas (paras) di Banjar Tegehe, Desa Sempidi, Kecamatan Mengwi, Badung, Minggu sore sekitar pukul 15.30 Wita. Akibat bencana ini, satu korban tewas tertimbun longsoran.
Korban tewas tertimpa longsoran tebing di Banjar Tegehe---yang berbatasan dengan Desa Sading, Kecamatan Mengwi---kemarin sore adalah Nur Salim, 45, seorang pemulung asal Desa Parijata, Kecamatan Serono, Banyuwangi, Jawa Timur. Ketika itu, korban sedang berteduh di bawah tebing karena hujan saat hendak pulang ke tempat kosnya di Ubung Kaja, Denpaar Utara setelah menyelesaikan urusan di Pasar Sempidi.
Korban Nur Salim sore itu pulang naik sepeda motor. Tiba di lokasi TKP, motornya mendadak mati, sehingga korban pilih berteduh di bawah tebing. Kebetulan, di sana terdapat pos yang biasanya ramai karena ada dagang sate babi. Namun naas, tebing setinggi 7 meter yang dijadikan tempat berteduh mendadak longsor, hingga korban tewas tertimbun longsoran. Korban sebetulnya sempat berusaha lari menyelamatkan diri ke arah jalan, namun material berupa pecahan batu cadas keburu menghantam tubuhnya hingga rembuk dan tertimbun longsoran. “Warga sekitar yang mendengar ada suara gemuruh longsor langsung berduyun-duyun ke lokasi. Mereka menemukan korban sudah tewas. Warga pun ramai-ramai gotong-royong mengevakuasi korban,” ujar seorang warga Desa Sempidi yang ikut melakukan evakuasi, I Gusti Putu Ariawan, Ariawan mengisahkan, kawasan tebing yang longsor ini memang dikenal tenget (angker), meskipun jadi tempat jualan sejumlah dagang sate babi. Tempat tersebut dekat dengan lokasi nganyut untuk upacara ngaben, yang berada di sebelah selatan jembatan. “Ini merupakan kawasan Pura Kahyangan Tiga Desa Adat Sempidi, lengkap dengan Pura Prajapati Setra dan Pura Puseh,” terang Ariawan. Sementara, begitu berhasil dievakuasi, korban Nur Salim yang sudah dalam keadaan tewas kemarin sore langsung dibawa ke RSUD Kapal, Mengwi. Dokter jaga di RSUD Kapal, dr Nurija, mengatakan korban dibawa ke RS sudah dalam keadaan meninggal.
Dari hasil otopsi, korban mengalami luka-luka di sekujur tubuh. Bahkan, beberapa tulangnya patah seperti tulang leher, tulang bahu kanan, dan tulang rusuk. Kaki kanannya juga sampai terlepas. Hingga kemarin petang, jasad korban Nur Salim masih disimpan di Ruang Jenazah RSUD Kapal. Teman-teman korban pun berduyun-duyun datang ke RSUD Kapal.
sumber : NusaBali