Menyingkap Berita Tanpa Ditutup Tutupi
Home » , » GA Terus Meletus, Nasib Pengungsi Hanya Dapat Makan Sebungkus Untuk Sehari

GA Terus Meletus, Nasib Pengungsi Hanya Dapat Makan Sebungkus Untuk Sehari

Written By Dre@ming Post on Kamis, 05 Juli 2018 | 9:54:00 AM

Gunung Agung kembali erupsi dengan tinggi kolom abu teramati 2.500 meter di atas puncak, Rabu (4/7/2018) pukul 12.20 Wita. Tampak visual Gunung Agung saat erupsi dari Besakih, Rendang, Karangasem. (Atas). Pengungsi Gunung Agung di UPT Pertanian Rendang, Rabu (4/7/2018)  (bawah)
Gunung Agung Erupsi 3 Kali Sehari, Lontaran Batu Pijar Masih Terus Mengancam

Sepanjang Rabu (4/7/2018) hingga sekitar pukul 22.30 Wita tadi malam terjadi tiga kali erupsi Gunung Agung (GA).

PVMBG melaporkan, pada Rabu (4/7/2018) sekitar pukul 12.20 Wita, erupsi terjadi dengan tinggi kolom abu teramati sekitar 2.500 meter di atas puncak gunung.

Kolom abu teramati berwarna kelabu dengan intensitas tebal condong ke arah barat.

Erupsi ini terekam di seismogram dengan amplitudo maksimum 24 mm dan durasi sekitar 1 menit 58 detik.

Kemudian pada pukul 22.16 Wita juga kembali erupsi, namun tinggi kolom abu tidak teramati.

Erupsi ini terekam di seismogram dengan amplitudo maksimum 22 mm dan durasi sekitar 3 menit 17 detik.

Sebelumnya pada hari yang sama, yakni pukul 05.06 Wita, erupsi memuntahkan abu dengan ketinggian kolomnya teramati sekitar 1.000 meter di atas puncak.

Berdasarkan analisis PVMBG atas data-data visual, seismik, deformasi, geokimia dan citra satelit disimpulkan bahwa Gunung Agung masih rawan untuk terjadi erupsi baik secara eksplosif (strombolian maupun abu) dan efusif (aliran lava ke dalam kawah).

“(Namun) data pemantauan multi-metode terkini mengindikasikan bahwa potensi untuk terjadinya erupsi besar yang disertai awan panas masih belum teramati,” demikian menurut Ir Kasbani MSc, Kepala PVMBG, dalam siaran persnya pada Rabu (4/7/2018) sore.

Kasbani menekankan bahwa aktivitas Gunung Agung masih berada dalam kondisi yang dinamis, dan tren aktivitas dapat berubah sewaktu-waktu.

Menurut PVMBG, ancaman bahaya yang paling mungkin terjadi saat ini berupa lontaran batu/lava pijar di dalam hingga ke luar kawah, maupun hujan pasir dan abu yang arah penyebarannya bergantung pada arah dan kecepatan angin.

Lahar hujan dapat terjadi jika terjadi hujan dan membawa material erupsi melalui aliran-aliran sungai yang berhulu di puncak Gunung Agung.

Emisi gas vulkanik beracun kemungkinan masih berada di sekitar area kawah puncak.

Kepala Sub-Bidang Mitigasi Gunung Api Wilayah Timur PVMBG, Devy Kamil Syahbana mengatakan, ketinggian kolom abu pada erupsi Rabu (4/7/2018) pukul 12.20 Wita merupakan yang tertinggi selama erupsi bulan Juni dan Juli hingga kemarin.

“Kolom abu yang mencapai 2.500 meter mengindikasikan aktivitas gunung masih tinggi, dan mengalami peningkatan sedikit. Peningkatan tinggi kolom kemungkinan disebabkan oleh adanya pertumbuhan magma baru,” kata Devy saat ditemui di Pos Pantau Gunung Agung di Rendang kemarin.

Ia menjelaskan, adanya gempa vulkanik pada Selasa (3/7/2018) mengindikasikan kemungkinan adanya pertumbuhan magma baru, meskipun belum signifikan.

Magma baru menambah tekanan ke dalam gunung..

Erupsi pada siang dan malam hari kemarin kemungkinan disertai lontaran lava pijar.

Namun, lava pijar tak terlihat pada erupsi siang hari, dan terlihat pada erupsi malam hari.

Di lereng gunung masih ada kebakaran hutan akibat terkena lontaran lava pijar.

Kendati aktivitas vulkanik cenderung meningkat, PVMBG masih menetapkan level bahaya adalah Siaga (Level III), dan perkiraan wilayah bahaya masih di radius 4 kilometer dari kawah puncak gunung.

“Zona perkiraan bahaya bersifat dinamis dan terus dievaluasi, serta dapat diubah sewaktu-waktu mengikuti perkembangan data pengamatan Gunung Agung yang paling baru,” kata Devy.

Kendati dalam sehari kemarin terjadi tiga kali erupsi, bahkan salah-satunya dengan ketinggian kolom abu 2.500 meter dari puncak gunung, Status Vulcano Observatory Notice to Aviation (VONA) yang dikeluarkan oleh PVMBG masih di warga oranye atau masih cukup aman untuk penerbangan dari dan menuju Bali.

Communication & Legal Section Head Bandara I Gusti Ngurah Rai, Arie Ahsanurrohim menyampaikan, berdasarkan pantauan satelit Himawari, arah angin dan sebaran abu vulkanik menuju ke barat dan belum mengarah atau belum menutupi kawasan ruang udara (air space) Bandara I Gusti Ngurah Rai hingga kemarin sore.

Arie menambahkan, paper test juga menunjukkan hasil nihil atau tidak ditemukan debu vulkanik di kawasan bandara.

"Sejauh ini penerbangan dan operasional Bandara I Gusti Ngurah Rai masih berjalan normal. Kami akan terus berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait seperti BMKG, Direktorat Navigasi Penerbangan, AirNav Indonesia, dan maskapai untuk memonitor persebaran debu vulkanik secara berkala," ungkapnya.

Arie menyampaikan para pengguna jasa angkutan udara tidak perlu terlalu khawatir atau cemas mengenai operasional bandara, karena pihaknya selalu terus memberikan informasi terkini mengenai kondisi di bandara.

Gunung Agung Kembali Erupsi Pukul 22:16 Wita Malam Ini

Gunung Agung kembali mengalami erupsi pada pukul 22:16 Wita, Rabu (4/7/2018) malam ini.

Berdasarkan laporan PVMBG yang diterima, erupsi ini terekam di seismogram dengan amplitudo maksimum 22 mm dan durasi ± 3 menit 17 detik.

Namun, tinggi kolom abu tidak teramati.

ni Kepala PVMBG, Kasbani mengatakan, secara seismik, aktivitas Gunung Agung masih didominasi oleh gempa-gempa dengan konten frekuensi rendah yang mencerminkan adanya aliran fluida menuju ke permukaan yaitu berupa Gempa Low Frequency, Gempa Hembusan dan Gempa Letusan.

Kegempaan frekuensi tinggi yang mencerminkan peretakkan batuan di dalam tubuh gunungapi akibat pergerakan magma baru masih terekam.

Dominannya kegempaan dengan konten frekuensi rendah dibandingkan dengan konten frekuensi tinggi mencerminkan bahwa aliran fluida magmatik ke permukaan relatif lancar karena sistem cenderung terbuka.

Secara deformasi, pasca seri erupsi dalam satu minggu terakhir ini tubuh Gunung Agung mengalami trend deflasi seiring dengan berkurangnya tekanan fluida magmatik di dalam tubuh Gunung Agung.

Meletusnya Gunung Agung Berpotensi Selamatkan Dunia

Meletusnya Gunung Agung itu berpotensi menyelamatkan dunia dari perubahan iklim.

Kok begitu?

Hal tersebut diucapkan pada Februari 2018 silam.

NASA berharap bisa memanfaatkan gunung berapi yang meletus di pulau itu—ya benar, Gunung Agung—untuk mempelajari efek lebih lanjut.

Para peneliti itu berharap, dengan melacak letusan Gunung Agung, mereka bisa tahu lebih banyak tentang bagaimana bahan kimia yang dilepaskan ke atmosfer bisa digunakan untuk melawan perubahan iklim.

Setelah Gunung Agung bangun dari tidur dan kemudian meletus pada akhir November tahun lalu, secara konsisten gunung itu menuangkan uap dan gas ke atmosfer.

Fenomena ini cukup khas meskipun beberapa gunung berapi begitu kuat sehingga bisa menyebabkan apa yang dikenal dengan “musim dingin vulkanik”.

Letusan gunung berapi terbesar dalam sejarah yang tercatat terjadi di Gunung Tambora pada 1815.

Letusan ini menyebabkan “Tahun Tanpa Musim Panas”, menyebabkan turunnya salju di Albany, New York, pada Juni setahun berikutnya.

Letusan ini juga menghancurkan tanaman pangan, membuat orang-orang kelaparan, dan rupanya mengilhami Mary Shelley untuk menulis Frankenstein.

Bagi para peneliti, Gunung Agung bisa menjadi kesempatan mereka untuk mengetahui bagaimana gunung berapi mempengaruhi iklim seperti Gunung Tambora.

Penelitian ke Gunung Agung dimulai dengan penerbangan sepuluh jam ketika sebuah gunung berapi di Filipina meletus pada 1991.

Para ilmuwan telah mengambil tren selama letusan skala yang lebih kecil pada 1982 dari gunung berapi El Chichon di Meksiko, tapi tidak ada yang seperti apa yang mereka lihat di Gunung Pinatubo di Filipina yang disebut sebagai letusa terbesar abad ke-20.

Memuntahkan satu kubik mil batu dan abu ke udara dan 20 juta ton gas belerang dioksida ke atmosfer, Gunung Pinatubo tidak hanya menghancurkan masyarakat sekitar tapi sejumlah gasnya yang dikeluarkannya mempengaruhi keseluruhan planet kita.

Ketika Pinatubo meletus, sejumlah besar gas yang dikeluarkan menyebar ke seluruh dunia.

Sejurus kemudian, terjadi reaksi kimia, ketiga gas bercampur dengan uap air yang menghasilkan tetesan “super dingin” kecil yang dikenal sebagai aerosol.

Pada gilirannya, aerosol itu memantulkan dan menyebarkan sinar matahari ke bumi.

Sejumlah besar aerosol memantulkan cahaya yang cukup jauh dari bumi sehingga suhu global rata-rata turun satu derajat Fahrenheit selama beberapa tahun.

Letusan seperti ini, menurut The New York Times, adalah influencer alami bumi.

Para ilmuwan berharap mereka dapat memanfaatkan letusan ini untuk mempelajari peristiwa besar berikutnya—dan berpotensi menyelamatkan planet ini dari serangkaian dahsyat yang mengerikan.

Menurut para ilmuwan itu, letusan Gunung Agung identik dengan Pinatubo.

Itulah sebanya NASA berharap bisa mengirim balon ke udara yang dilengkapi perangkat untuk mengukur dampak letusan gunung berapi di atmosfer bumi.

NASA berharap bisa mempelajari efeknya selama bertahun-tahun yang akan datang.

Jika letusan Gunung Api bisa sebesar letusan tahun 1963, ia bisa memompa cukup belerang dioksida ke atmosfer untuk menghasilkan efek pendingin yang signifikan meski pada awalnya akan merusak lapisan ozon.

Tapi masalahnya, para peneliti itu tidak tahu persis kapan Gunung Agung meletus dengan letusan besar.

Gunung Agung Kembali Erupsi Pada Pukul 00.37 WITA

Gunung Agung kembali mengalami erupsi dini hari tadi, Kamis (5/7/2018) pukul 00:37 WITA.

Hal ini dilaporkan PVMBG melalui laporan Magma VAR dari KESDM, Badan Geologi, PVMBG Pos Pengamatan Gunungapi Agung periode Kamis (5/7/2018) 00.00 sampai 06.00 WITA.

Disebutkan bahwa teramati letusan dengan tinggi 1000 m dan warna asap putih dan kelabu.

Asap kawah bertekanan lemah teramati berwarna putih dan kelabu dengan intensitas tebal dan tinggi 1000 m di atas puncak kawah.

Dari sisi kegempaan tercatat adanya letusan berjumlah 1, amplitudo : 112 mm, durasi : 103 detik. Tercatat juga adanya hembusan jumlah : 5, amplitudo : 4-7 mm, durasi : 34-50 detik.

Adapun arah angin condong ke barat.

Dari sisi meteorologi cuaca dilaporkan mendung dan hujan.

PVMBG merekomendasikan masyarakat di sekitar Gunung Agung dan pendaki/pengunjung/wisatawan agar tidak berada, tidak melakukan pendakian dan tidak melakukan aktivitas apapun di Zona Perkiraan Bahaya.

Zona tersebut yaitu di seluruh area di dalam radius 4 km dari Kawah Puncak Gunung Agung.

Zona Perkiraan Bahaya sifatnya dinamis dan terus dievaluasi dan dapat diubah sewaktu-waktu mengikuti perkembangan data pengamatan Gunung Agung yang paling aktual atau terbaru.

Masyarakat yang bermukim dan beraktivitas di sekitar aliran-aliran sungai yang berhulu di Gunung Agung agar mewaspadai potensi ancaman bahaya sekunder berupa aliran lahar hujan yang dapat terjadi terutama pada musim hujan dan jika material erupsi masih terpapar di area puncak.

Abu Vulkanik Gunung Agung Semakin Tebal, Warga Mulai Kesulitan Air Bersih

Erupsi yang disertai semburan abu vulkanik dari Gunung Agung membuat sejumlah wilayah di Bangli dan Badung ikut terpapar abu.

Di Bangli paparan abu terlihat di kawasan Desa Suter, Desa Abang Batundinding dan Desa Kintamani, Bali

"Di sini memang abunya masih tebal. Ini abu yang terkumpul sejak letusan hari Kamis (28/6) lalu sampai saat ini. Masih terus turun hujan abu," ujar seorang warga Desa Suter, Wayan Eka, seperti dikutip bali.antaranews.com, Rabu (4/7/2018). Di kawasan Desa Suter, abu vulkanik tampak masih menutupi atap rumah warga.

Tak hanya itu, daun dan pohon-pohon yang berada di pinggir jalan juga tampak berwarna abu-abu akibat tertutup abu vulkanik dengan ketebalan yang bervariasi.

Eka mengatakan, abu vulkanik masih menutupi kawasan tersebut, karena di wilayah tersebut sejak terjadinya hujan abu belum turun hujan.

Karena itu, warga setempat juga mengalami kesulitan air bersih.

"Dampaknya di sini juga banyak warga yang tanaman di perkebunannya rusak dan mati akibat abu. Ternak juga kesulitan mencari pakan karena rumputnya kena abu," katanya.

Di wilayah Penelokan dan Kintamani, Batur, abu vulkanik tampak juga menutupi sejumlah atap rumah dan pinggir jalan.

Para petani di Desa Beloksidan, Kecamatan Petang, Badung, juga terdampak abu vulkanik.

Erupsi membuat rumput-rumput di perkebunan terkena abu vulkanik, dan ternak sapi milik petani pun tidak mau memakannya.

“Tanaman di kebun petani belum terpengaruh, karena abu yang menempel masih bisa disemprot dengan air. Namun rumput untuk makan ternak petani yang kini menjadi masalah. Beberapa petani yang saya tanya, sapi-sapinya tidak mau makan rumput yang kena abu vulkanik,” tutur seorang petani di Desa Beloksidan, I Ketut Sueta, saat dihubungi kemarin.

Oleh karena itu, Sueta menambahkan, para petani kini hanya memberi makan ternak, khususnya sapi, dengan batang pisang dan beberapa dedaunan.

“Yang membuat gemuk sapi itu kan rumput. Jadi sapi-sapi yang dipelihara petani di sini terancam kurus, dan ini bisa menurunkan harga jual sapi,” ucapnya.

Sementara itu, Wakil Gubernur (Wagub) Bali, Ketut Sudikerta, meminta Manajemen Operasional Pura Besakih terus berkoordinasi dengan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), untuk mengetahui perkembangan dan kondisi terkini Gunung Agung.

"Pemerintah belum berani untuk menyatakan kawasan Besakih ditutup atau tidak, karena situasi dan kondisi belum pasti. Sedangkan Pura Besakih merupakan tempat yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat Hindu di Bali," kata Sudikerta yang juga Ketua Badan Pengelola Kawasan Besakih saat menerima audiensi Manajemen Operasional Pura Besakih itu, di Denpasar, Rabu (4/7/2018).

Kegiatan di Pura Besakih yang berada di kaki Gunung Agung itu, saat ini masih terus berlangsung seperti biasa, begitu juga wisatawan masih terus berkunjung ke Pura Besakih.

Plt Manager Manajemen Operasional Pura Besakih, I Wayan Ngawit, mengatakan bahwa sampai saat ini Pura Besakih tetap buka.

Hembusan asap dan abu sama sekali tidak berdampak pada aktivitas di Pura Besakih dan sekitarnya karena hembusan mengarah ke barat.

"Masyarakat yang tangkil karena rangkaian upacara keagamaan tetap bisa bersembahyang dan melakukan prosesi. Namun, kunjungan wisatawan terjadi penurunan sampai 50 persen," ujarnya.

Nasib Pengungsi Gunung Agung Yang Hanya Dapat Makan Sebungkus Untuk Sehari

Masih ada pengungsi erupsi Gunung Agung di Karangasem yang membiayai sendiri kebutuhan makan dan minumnya, kendati sudah berada di tempat pengungsian yang disediakan pemerintah.

Ni Ketut Buktisari (32), pengungsi asal Kesimpar, Besakih, Kecamatan Rendang, Karangasem, mengungkapkan belum mendapat bantuan logistik dari pemerintah sejak mengungsi bersama keluarganya pada 1 Juli lalu.

Wanita dua anak ini mengaku hanya dapat nasi bungkus sekali dalam sehari, yakni pada siang hari.

Untuk makan-minum pagi dan malam hari, Buktisari terpaksa beli nasi di warung dengan duitnya sendiri.

"Masih mandiri. Belum ada bantuan logistik dari pemerintah daerah. Pengungsi cuma dapat nasi bungkus sekali, sekitar pukul 13.00 Wita. Untuk makan pagi dan malam beli sendiri," ucap Buktisari saat ditemui di tempat pengungsian di Kantor UPTD Pertanian Rendang, Desa/Kecamatan Rendang, Rabu (4/7/2018), sekitar pukul 12.00 Wita.

Buktisari mengatakan, ia mengungsi ke Kantor UPTD Pertanian bersama 8 orang anggota keluarganya.

Mereka terdiri dari 2 orang anak, suami, serta 4 kerabat Buktisari.

Untuk mengatasi kebutuhan logistik sekeluarga seperti makan dan minum, Buktisari mengeluarkan uang sekitar Rp 100 ribu setiap hari.

"Jumlah keluarga saya 8 orang yang mengungsi. Setiap hari saya belikan nasi bungkus seharga Rp 5 ribu per bungkus. Untuk 8 orang berarti keluar duit Rp 40 ribu sekali makan. Karena beli nasi untuk pagi dan malam, ya keluar Rp 80 ribu. Belum lagi beli minum dan lain-lain untuk anak-anak,” Buktisari menambahkan.

Sempat terlintas keinginan Buktisari untuk memasak agar lebih hemat.

Namun, di tempat pengungsian tidak ada tempat dan peralatan untuk memasak.

“Peralatan masak seperti kompor dan wajan ya terpaksa didiamkan di pengungsian, meskipun kami membawanya. Kalau masak kan bisa irit. Untung baru tiga hari, kalau satu bulan mau dapat uang darimana?" ungkap Buktisari dengan nada setengah mengeluh.

Di bagian berbeda di tempat pengungsian Kantor UPTD Pertanian Rendang, Ni Kadek Wati juga mengutarakan hal yang sama.

Ia dan keluarganya terpaksa beli nasi bungkus untuk penuhi kebutuhan makan pada pagi dan malam hari.

Setiap hari ia mengeluarkan uang sebesar Rp 50 ribu untuk beli nasi bungkus bagi dirinya, anak dan suaminya.

Sementara itu, informasi yang dihimpun di lapangan, kebutuhan logistik para pengungsi, khususnya makan-minum, di tempat-tempat lain seperti Bebandem, Duda Timur dan Selat ditanggung oleh desa penyangga

Ni Kadek Wati berharap, Pemda Karangasem bisa memfasilitasi kebutuhan logistik para pengungsi di Karangasem.

Jumlah pengungsi di UPTD Pertanian Rendang hingga kemarin sore sebanyak 120 orang.

Semua berasal dari Kesimpar.

Sampai Rabu (4/7) sore, jumlah pengungsi Gunung Agung sudah mencapai 3.406 orang.

Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Karangasem, mereka secara umum menyebar di 41 titik pengungsian.

"Seluruh pengungsi ini secara umum menyebar di Karangasem dan Gianyar," kata Kepala BPBD Karangasem, Ida Bagus Ketut Arimbawa, Rabu (4/7/2018).

Sebanyak 3.388 pengungsi berada di 40 titik di Karangasem. Jumlah terbanyak berkumpul di Desa Ban (854 orang), Banjar Bencingah di Desa Duda (310 orang), Banjar Pesangkan di Desa Duda Timur (175 orang, Banjar Wates Tengah di Desa Duda Timur (151 orang), dan Dusun Tengah di Desa Amerta Bhuana (124 orang). Sebanyak 18 orang pengungsi berada di Banjar Basang Ambu Penyadnyan, Desa Manukaya, Tampaksiring, Gianyar.

Terpisah, Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Karangasem, Ni Ketut Puspakumari menyebutkan bahwa logistik di Posko Tanah Ampo sudah didistribusikan ke setiap kecamatan yang menampung pengungsi.

Ia membantah bahwa ada pengungsi yang belum mendapatkan jatah logistik.

"Semua sudah dapat logistik. Dari Posko Tanah Ampo sejak kemarin telah didistribusikan logistik. Seharusnya koordinator posko pengungsi ambil logistik di kecamatan untuk kebutuhan para pengungsi," ungkap Puspakumari.

Stok logistik di Posko Tanah Ampo, kata Puspakumari, masih mencukupi. Stok beras awalnya 11 ton, dan kemudian didistribusikan sebanyak 6 ton ke tiap kecamatan yang menampung pengungsi.

Kebutuhan lauk-pauk, ungkap dia, juga telah dianggarkan oleh Dinas Sosial Karangasem pada APBD Induk tahun 2018.

"Tender lauk-pauk sudah ada pemenangnya. Tiap kecamatan sudah terima jatah lauk pauk," tambahnya.

Puspakumari mengatakan, persediaan logistik untuk pengungsi masih aman. Stok beras di gudang Bulog setempat sebanyak 115 ton. Stok bahan makanan lainnya, seperti mie dan kecap, juga aman.

"Untuk logistik yang expired atau kedaluwarsa sudah dipinggirkan. Beras yang berkutu juga dikesampingkan. Sampai sekarang belum ada kekurangan logistik. Persediaan gas, telur, dan air mineral masih mencukupi untuk satu minggu," imbuh Ni Ketut Puspakumari.

Kepala Seksi Tanggap Darurat Bencana dan Pelayanan Kegawatan BPBD Provinsi Bali , I Gede Agus Arjawa Tangkas sebelumnya mengimbau pengungsi untuk evakuasi ke Kawasan Rawan Bencana (KRB) II. Ini untuk mempermudah pihak berwenang melakukan penyaluran logistik, kontrol, dan pengawasan.

Sepanjang Rabu (4/7/2018) hingga sekitar pukul 22.30 Wita tadi malam terjadi tiga kali erupsi Gunung Agung.

PVMBG melaporkan, pada Rabu (4/7) sekitar pukul 12.20 Wita, erupsi terjadi dengan tinggi kolom abu teramati sekitar 2.500 meter di atas puncak gunung. Kolom abu teramati berwarna kelabu dengan intensitas tebal condong ke arah barat.

Erupsi ini terekam di seismogram dengan amplitudo maksimum 24 mm dan durasi sekitar 1 menit 58 detik.

Kemudian pada pukul 22.16 Wita juga kembali erupsi, namun tinggi kolom abu tidak teramati. Erupsi ini terekam di seismogram dengan amplitudo maksimum 22 mm dan durasi sekitar 3 menit 17 detik.

Sebelumnya pada hari yang sama, yakni pukul 05.06 Wita, erupsi memuntahkan abu dengan ketinggian kolomnya teramati sekitar 1.000 meter di atas puncak.











sumber : tribun
Share this article :

DKS

Visitors Today

Recent Post

Popular Posts

Hot Post

Siswa Terus Kerahuan dan Alami Taruma, Ni Putu Indah Tak Berani Tidur Sendiri

TABANAN - Sejumlah siswi yang mengikuti Rejang Sandat Ratu Segara hingga Kamis (23/8/2018), masih ada yang kerahuan (kerasukan). Ke...

 
Support : Dre@ming Post | Dre@aming Group | I Wayan Arjawa, ST
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Bali - All Rights Reserved
Template Design by Dre@ming Post Published by Hot News Seventeen