Gunung Agung, Senin (30/10/2017) sore |
DENPASAR - Dengan memakai pakaian adat Bali dan baju putih, Gubernur Bali Made Mangku Pastika bercerita panjang lebar terkait dengan fenomena Gunung Agung (GA).
Aktivitas kegempaannya menurun hingga membuat statusnya juga turun dari Level IV (Awas) ke Level III (Siaga) baik dari aspek sekala (yang terlihat) dan niskala (yang tak terlihat).
Pastika pun mengungkapkan bahwa seharusnya dari perhitungan ilmiah PVMBG, Gunung Agung harusnya meletus 23 September 2017 pukul 16.00 Wita.
Namun ternyata meleset.
Perhitungan ini kata Pastika berdasarkan intensitas kegempaan, pergerakan magma, dan ada beberapa model serta perhitungan lainnya.
Sebelumnya PVMBG sudah tepat meramalkan dan mendeteksi erupsi Gunung Kelud dan Gunung Merapi di Yogyakarta.
“Terbukti mereka ahli karena Gunung Merapi persis diramalkan meletusnya, Gunung Kelud selisihnya satu jam. Gunung Agung dinyatakan Awas pada 22 September malam, dan menurut mereka meletus 23 September. Tetapi apa yang terjadi tanggal 23 September pagi sampai siang mulai turun hujan, justru tidak meletus. Okelah kita tunggu dua minggu pasti meletus ternyata dua minggu tidak meletus,” jelas Pastika yang membuat para awak media terkejut dengan ucapannya dalam konferensi pers di press room Biro Humas Pemprov Bali, Denpasar, Senin (30/10/2017).
Kemudian Pastika menceritakan kembali bahwa ia bertanya dan mempelajari apa saja hal detail dari PVMBG.
Mulai dari kenapa diperkirakan meletus 23 September dan bagaimana cara menghitungnya.
Namun akhirnya semua perhitungan itu meleset.
Yang kemudian dijawabnya dalam pengertian yang lebih niskala karena Gunung Agung penuh kekuatan besar dan suci.
“Artinya apa yang kita buat di sini mari kita instrospeksi terutama masyarakat di sekitar Gunung Agung. Sudahkan kita menjaga kesucian Gunung Agung, masih angkuhkah kita, mari instrospeksi. Apa rezeki berlimpah dengan letusan tahun 1963 sudah dilaksanakan dengan dharma agama, hal ini mudah-mudahan menyadarkan kita semua,” jelasnya.
Setelah itu Mangku Pastika terhenti sejenak dan menatap ke Atas, seketika lirik lagu dari Ebiet G. Ade keluar dari mulutnya.
“Mungkin Tuhan mulai bosan, melihat tingkah kita, yang selalu salah dan bangga dengan dosa-dosa, atau alam mulai enggan bersahabat dengan kita...”
Ia pun mengatakan bahwa Bali selalu ada Taksu yakni getaran spiritual yang muncul dari tanah Bali.
“Sekarang ada pertanyaan kalau sudah meleset ngapain masih status Siaga? Ini karena ada indikator lain yang menentukan meletusnya Gunung Agung. Ada banyak itu tapi seingat saya Volcanic Explosivity Index (VEI), ada grafik, jadi banyak faktor makanya mereka tidak bisa menentukan meletus atau tidak," ujar Pastika.
Sementara menurut Menko Maritim Luhut Pandjaitan, seperti dikatakan Pastika, Gunung Agung tidak jadi meletus karena doa masyarakat Bali yang kuat.
"Saat rapat koordinasi saya tanyakan kepada Pak Luhut, Bang kenapa ga jadi meletus? Kalau Pak Luhut bilang doamu terlalu kuat. Sembahyangmu terlalu kuat,” seloroh Pastika seraya mengucapkan kembali perkataan Luhut.
Menurut Pastika, Gunung Agung memang bukan gunung biasa.
Bernama Agung yang artinya besar dan suci.
Sesuai kepercayaan Hindu, Ida Bhatara Putranjaya berstana di Gunung Agung dan pastilah di sana tempat paling suci.
Setelah itu di Gunung Agung ada Pura Besakih yang berasal dari Besuki (selamat).
Di sanalah Rsi Markandya mendem (meletakkan) Panca Datu (Lima jenis logam yang disucikan sebagai dasar pura) lebih dari 1.000 tahun lalu karena Bali saat itu gonjang-ganjing untuk menstabilkan Bali.
“Kita sekarang diingatkan jangan sombong, di atas menusia ada yang kuasa Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Makanya menurut saya ini peringatan kepada kita bahwa di atas segalanya ada Tuhan. Kita tidak berhak menentukan apa terjadi. Bahwa kita harus memperbaiki perilaku kita,” jelas mantan Kapolda Bali ini.
Ia juga menjelaskan bahwa dengan status Siaga ini hanya lima desa dalam status bahaya di 6 km wilayah KRB II.
Saat ini pemerintah menurutnya sedang menghitung berapa masyarakat yang harus mengungsi dan tidak.
Tetapi ia mengingatkan bahwa pemerintah tidak memaksa warga lainnya untuk kembali lagi ke rumah masing-masing kalau merasa nyaman di pengungsian.
Pastika menegaskan status darurat bencana kembali diperpanjang selama 14 hari.
Hal ini karena selama ada pengungsi maka darurat untuk bisa mencairkan cadangan beras.
Untuk saat ini cadangan beras di Bulog milik Gubernur Bali sebanyak 200 ton sudah habis.
Demikian juga cadangan beras milik Bupati Karangasem sebanyak 100 ton sudah habis.
Sekarang menggunakan cadangan nasional yang jumlahnya ribuan ton.
Adapun bagi warga yang ternaknya telah terjual nanti akan dihitung kembali dan dicoba untuk diberikan bantuan melalui Sistem Pertanian Terintegrasi (Simantri).
sumber : tribun