Ni Wayan Munti membuat sarana upakara di Posko Pengungsian GOR Swecapura, Gelgel, Klungkung, Jumat (27/10/2017). |
Mengungsi Bukan Alasan Untuk Tidak Merayakan Hari Raya Galungan
Amlapura - Galungan tinggal beberapa hari lagi. Umat Hindu di Bali pada umumnya mulai menyiapkan segala hal untuk menyambut hari kemenangan dharma melawan adharma itu.
Suasana agak beda jelang Galungan dirasakan warga Bali di lokasi pengungsian.
Ni Wayan Munti (40) adalah pengungsi Gunung Agung asal Desa Sebudi, Selat, Karangasem, Bali.
Karena rumahnya berada di zona bahaya erupsi Gunung Agung, sejak lebih sebulan lalu Munti dan keluarganya harus tinggal di lokasi pengungsian.
Namun demikian, kondisi tersebut tidak menyurutkan niatnya untuk pulang ke kampung halaman untuk merayakan hari raya Galungan.
Jumat (27/10/2017) pagi kemarin Ni Wayan Munti terlihat bersimpuh di lantai GOR Swecapura, Gelgel , Klungkung.
Tatapan matanya terus terfokus pada seikat janur yang ia genggam.
Munti beberapa hari lalu memaksakan diri pulang ke kampung halamannya di Desa Sebudi, Kecamatan Selat, untuk mencari janur yang akan ia gunakan untuk membuat sarana upakara.
Hari raya Galungan yang kian dekat membuat Ni Wayan Munti dan para perempuan lainnya di pengungsian GOR Swecapura tidak bisa bersantai.
Bagi mereka, mengungsi bukan menjadi halangan bagi mereka untuk mejejaitan dan merayakan hari-hari jelang Galungan.
“Ini mejejaitan untuk hari raya Galungan. Saya dan keluarga rencananya pulang ke Desa Sebudi hari Senin 30 Oktober nanti saat penyajaan Galungan,” ujar Ni Wayan Munti sembari menyayat janur yang ia genggam.
Meletusnya Gunung Agung di tahun 1963 yang bertepatan dengan hari penyajaan (saat untuk bikin jajan) Galungan tidak membuat Wayan Munti khawatir.
Baginya, maturan dan melakukan persembahyangan bersama keluarga di kampung halaman saat hari raya Galungan adalah hal yang wajib untuk dilakukan.
Tidak hanya Ni Wayan Munti yang berencana melaksanakan Galungan di kampung halaman.
Para pengungsi lain asal Desa Sebudi juga berencana demikan.
“Kalau sendiri mungkin saya takut dan khawatir. Tapi karena yang lain juga berencana akan balik, saya jadi berani untuk pulang kampung,” kilahnya.
Meskipun pulang kampung untuk merayakan hari raya Galungan, namun Ni Wayan Munti tidak akan menetap jika Gunung Agung masih berstatus Awas.
Ia berncana hanya 2 hari di kampung halamannya, dan kembali ke pengungsian tepat saat Hari Raya Galungan.
“Kami berencana hanya dua hari di kampung. Nanti habis sembahyang dan maturan saat Hari Raya Galungan, kami akan kembali ke pengungsian,” jelasnya.
Bagi Ni Wayan Munti, kali ini menjadi perayaan Galungan yang paling sederhana. Tinggal di pengungsian membuatnya tidak dapat membelikan baju baru bagi anak-anaknya seperti pada Galungan sebelumnya.
Waktu untuk silaturahmi dan dan kebersamaan dengan keluarga besar di rumah pun menjadi sangat terbatas.
Selain itu, sarana upakara yang akan ia gunakan juga lebih sederhana.
Duit untuk membeli sekilo buah-buahan diperoleh Ni Wayan Munti sejak jauh hari dari membuat ulatan tikar dari bambu untuk dijualnya.
“Karena di pengungsian, nanti sarana upacaranya juga sederhana. Paling tidak cukuplah sekilo buah-buahan. Saya sudah buat tikar dari jauh-jauh hari untuk saya jual. Nanti uangnya untuk beli buah-buahan,” ujarnya dengan mata berkaca-kaca.
Sementara itu, Kepala Pelaksana (Kalak) BPBD Klungkung, I Putu Widiada menghimbau pengungsi yang berada di wilayah KRB (Kawasan Rawan Bencana) untuk sementara waktu tidak pulang kampung guna merayakan hari raya Galungan.
“Selama Gunung Agung masih berstatus Awas, kami sama sekali tidak menganjurkan pengungsi untuk pulang ke kampung halamannya untuk merayakan Galungan. Kemarin hal itu juga sudah kami sampaikan ke masing-masing koordinator pengungsi,” jelas Putu Widiada, Jumat (27/10/2017).
Widiada pun menjelaskan bahwa sesuai arahan PHDI Provinsi Bali di setiap pengungsian akan dibuatkan bale surya.
Nanti para pengungsi tetap dapat melakukan persembahyangan dan merayakan hari raya Galungan di pengungsian
“Jadi nanti para pengungsi bisa sembahyang memohon keselamatan kepada Ida Sesuhunan di pengungsian,” jelasnya.
Sampai Jumat (27/10/2017) kemarin masih terdapat total 17.852 orang pengungsi di Klungkung yang tersebar di 118 titik posko pengungsian.
Sebelumnya Ratusan Kali, Pukul 12.00-18.00, Jumlah Gempa Gunung Agung Hanya 26 Kali
Sebelumnya Ratusan Kali, Pukul 12.00-18.00, Jumlah Gempa Gunung Agung Hanya 26 Kali
Gunung Agung mengalami perubahan yang terbilang drastis. Beberapa
pekan sebelumnya, jumlah kegempaan Gunung Agung mencapai ratusan kali
baik, gempa vulkanik dangkal, vulkanik dalam, maupun tektonik.
Cuaca cerah dan berawan menyelimuti Gunungapi Agung, Karangasem, Bali, sejak Pukul 12.00-18.00 Wita, Jumat (27/10/2017).
Angin bertiup lemah hingga sedang ke arah barat.
Suhu udara 25-28 °C dan kelembaban udara 65-80 %.
Asap kawah bertekanan lemah teramati berwarna putih dengan intensitas tipis dan tinggi 100-200 m di atas kawah puncak.
Terkait kegempaan, berikut data pantauan PVMBG sejak pukul 12.00-18.00 Wita
■ Vulkanik Dangkal
(Jumlah : 13, Amplitudo : 2-5 mm, Durasi : 6-16 detik)
■ Vulkanik Dalam
(Jumlah : 12, Amplitudo : 3-8 mm, S-P : 1-2.5 detik, Durasi : 8-40 detik)
■ Tektonik Lokal
(Jumlah : 1, Amplitudo : 8 mm, S-P : 4 detik, Durasi : 56 detik)
Tingkat Aktivitas Gunung Agung masih Level IV (Awas).
Berdasarkan
laporan KESDM, Badan Geologi, PVMBG Pos Pengamatan Gunungapi Agung
masyarakat di sekitar Gunung Agung dan pendaki/pengunjung/wisatawan agar
tidak berada, tidak melakukan pendakian dan tidak melakukan aktivitas
apapun di Zona Perkiraan Bahaya yaitu di dalam area kawah Gunung Agung
dan di seluruh area di dalam radius 9 km dari Kawah Puncak Gunung Agung
dan ditambah perluasan sektoral ke arah Utara-Timurlaut dan
Tenggara-Selatan-Baratdaya sejauh 12 km.
Zona
Perkiraan Bahaya sifatnya dinamis dan terus dievaluasi dan dapat diubah
sewaktu-waktu mengikuti perkembangan data pengamatan Gunung Agung yang
paling aktual/terbaru.
sumber : tribun