SINGARAJA - Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Kadis Bupar) Buleleng, I Ketut Warkadea, akhirnya beber persoalan proyek-proyek di instansinya yang tengah jadi sorotan. Dia mengakui pungutan 2 persen itu dibatalkan setelah tidak ada yang nyetor. Versi Warkadea, setoran 2 persen tersebut berlaku di internal Disbudpar Buleleng, yang dibebakan kepada setiap Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), bukan dari dana proyek.
Karena tidak ada satu pun PPTK yang menyetor, maka pungutan 2 persen itu pun dibatalkan melalui surat resmi tertanggal 2 Oktober 2013. “Tidak ada pungutan 2 persen itu, apalagi sebagai fee. Silakan tanyakan kepada setiap rekanan, apakah saya pernah meminta fee proyek? Saya sudah batalkan pungutan 2 persen itu, karena tidak ada yang menyetor,” jelas Warkadea didampingi Kabag Humas dan Protokol Setda Kabupaten Buleleng, I Gede Sugiartha, kepada wartawan di Singaraja, Rabu (12/2). Birokrat asal Desa Kubutambahan, Kecamatan Kubutambahan, Buleleng ini menjelaskan, pungutan 2 persen itu berawal dari rapat internal Disbudpar tertanggal 14 Februari 2013.
Dalam rapat itu diputuskan untuk menghimpun uang suka duka bagi seluruh pegawai di lingkup Disbupar Buleleng. Dari rapat itu, muncul kesepakatan bahwa setiap PPTK diminta menyisihkan dana sebesar 2 persen dari kegiatan yang ada. “Penyisihan itu bukan dari dana proyek, ingat bukan dari dana proyek. Tapi, penyisihan dana itu diambil dari, misalnya, perjalanan dinas PPTK. Hanya di internal saja, bukan diambil dari dana proyek,” tegas Warkadea, yang Rabu kemarin mengajak salah satu PPTK Disbudpar Buleleng, Ni Nengah Susanti. Dalam perjalanannya, kata Warkadea, tidak ada satu pun dari 12 PPTK yang ada di Disbudpar Buleleng yang menyetorkan dana uang suka duka sebesar 2 persen itu ke bendahara. Karena itu pula, Warkadea selaku Kadis Budpar Buleleng kemudian mengeluarkan surat resmi meminta setoran itu tertanggal 10 September 2013 dan 17 September 2013.
“Tapi, toh tidak ada yang menyetor juga. Makanya, daripada bermasalah, saya keluarkan lagi surat pembatalan per tanggal 2 Oktober 2013,” bebernya. Dengan alasan itu, Warkadea mengaku siap memberikan keterangan kepada aparat penegak hukum terkait dugaan pungutan 2 persen dari nilai proyek di Disbudpar Buleleng sebagai fee itu. “Ya siap saja, karena memang tidak ada pungutan, apalagi fee proyek. Ssilakan saja tanya juga ke rekanan, apa ada saya meminta fee?” tandas Warkadea. Disinggung apa ada yang ‘bermain’ dalam kasus dugaan pungutan 2 persen proyek Disbudpar ini, menurut Warkadea, tidak menutup kemungkinan ada orang ‘dalam’ yang sengaja menyudutkan dirinya. Namun, Warkadea tidak mau menyebut siapa orang ‘dalam’ yang diduga bermain itu. “Saya kira, ini ada yang menggunting dari dalam lipatan. Siapa menabur angin, dia yang akan menuai badai. Saya ini hanya ngayah untuk Buleleng,” ujarnya.
Sementara itu, terkait dengan temuan sejumlah proyek yang disinyalir bermasalah oleh Ketua Komisi B DPRD Buleleng dari Fraksi PDIP, Putu Mangku Budiasa, diakui memang ada beberapa proyek yang pekerjaan terlambat. Namun, menurut salah satu PPTK, Ni Nengah Susanti, pihaknya telah memberikan sanksi kepada rekanan yang proyeknya bermasalah. Selain itu, kata Nengah Susanti, pihak rekanan juga telah memberikan jaminan dan membuat pernyataan siap menuntaskan pekerjaan (proyek bermasalah) yang ada hingga 100 persen. Kalau proyek di Desa Ambengan, Kecamatan Sukasada, Buleleng, diakui memang sejak awal sudah ada kendala di lapangan. “Kendalanya, medan cukup sulit dijangkau, sehingga proyek mengalami keterlambatan.
Tapi, pihak rekanan sudah membuat pernyataan siap menuntaskan sampai 100 persen, di samping itu kami juga sudah memberikan sanksi pinalti,” tandas Susanti. Sedangkan beberapa proyek lainnya, seperti penataan objek wisata Lovina, menurut Susanti, tidak ada perubahan alokasi anggaran. Diakuinya, rencana semula akan membangun Patung Dolpin di Lovina. Namun, karena diprotes, anggaran itu kemudian diarahkan untuk penataan kawasan. “Anggarannya tidak berubah, tetap sekitar Rp 1 miliar, karena volume kegiatannya juga sama denga rencana semula,” beber Susanti. Kasus dugaan sunat dana proyek 2 persen itu sendiri sebelumnya diungkap Ketua Komisi B DPRD Buleleng, Putu Mangku Budiasa, lengkap dengan bukti penagihan. Versi Mangku Budiasa, pungutan 2 persen ini sebagai fee dengan dalih digunakan untuk kesejahteraan dan suka duka di lingkup Disbudpar Buleleng.
Menurut Mangku Budiasa, praktek pungutan fee sebesar 2 persen dari nilai proyek di Disbudpar Buleleng itu terungkap melalui tiga surat bukti. Surat bukti pertama tertanggal 14 Februari 2013 ditandatangani Sekretaris Disbudpar Buleleng Made Subur, yang ditujukan kepada para PPTK di lingkungan Disbudpar. Sedangkan surat kedua tertanggal 10 September 2013 ditandatangani langsung oleh Kadisbudpar Ketut Warkadea, yang ditujukan kepada PPTK. Inti surat tersebut, menurut Mangku Budiasa, PPTK diperintahkan untuk segera menyetorkan potongan dana fee proyek yang sudah dicairkan dan paling lambat harus sudah disetor akhir September 2013. Sedangkan dalam surat ketiga tertanggal 17 September 2013, kata Mangku Budiasa, Kadisbudpar Ketut Warkadea intinya meminta kembali dana potongan 2 persen dari nilai proyek itu secepatnya disetor sesuai daftar yang sudah dikirim/diterima.
“Ini tindakan konyol, kok seorang pejabat berani mempertaruhkan jabatannya seperti itu,” sesal Mangku Budiasa di Singaraja, Senin (10/2) lalu. Mangku Budiasa memperkirakan, melalui praktek kotor ini terhimpun dana senilai Rp 77 juta lebih, karena Disbupar sendiri pada tahun 2013 mengalokasikan dana perbaikan fisik sebesar Rp 3,8 miliar.
sumber : NusaBali