Kolam renang Lila Harsana tampak tanpa aktivitas setelah ditutup, Jumat (11/8/2017). Inzet: Panglingsir Puri Agung Klungkung, Ida Dalem Semaraputra. |
SEMARAPURA - Penjaga kolam Lila Harsana, I Komang Sumadana, sempat kerauhan atau surupan dan meminta pemerintah tidak memugar Palinggih Pangayeman Puri Klungkung, pasca robohnya tembok panyengker di kolam peninggalan Kerajaan Klungkung tersebut.
Lalu bagaimana tanggapan pihak Puri Agung Klungkung terkait peristiwa tersebut?
Panglingsir Puri Agung Klungkung, Ida Dalem Semaraputra, turut angkat bicara terkait peristiwa kerauhan yang dialami penjaga kolam Lila Harsana, I Komang Sumadana, Kamis (10/8/2017).
Sumadana tiba-tiba kerauhan dengan menari dan mengaku sebagai Ratu Niang yang malinggih di Pangayeman Puri Klungkung yang berada di area kolam renang Lila Harsana.
Palinggih Pengayeman ini tetap berdiri kokoh meski diterpa reruntuhan tembok.
Ida Dalem Semaraputra mengaku tidak mengetahui peristiwa kesurupan tersebut, karena kebetulan saat itu tidak ada di Puri.
“Jika saya kemarin ada di Puri, kan saya bisa berkomunikasi dengan yang bersangkutan dan bisa mengambil kesimpulan apa yang sebenarnya terjadi," kata Ida Dalem Semaraputra ketika ditemui di Puri Klungkung, Jumat (11/8/2017).
Ida Dalem Semaraputra menjelaskan, kolam Lila Harsana merupakan peninggalan Kerajaan Klungkung.
Dahulunya di lokasi tersebut merupakan lokasi raja dan kerabatnya untuk mesiram (mandi).
Namun, pihaknya kurang mengetahui pasti sejarah awal dari berdirinya kolam Lila Harsana tersebut.
Hanya pihaknya mengatakan kolam tersebut sempat dipugar pada tahun 1930.
“Memang dahulunya lokasi tersebut merupakan milik keluarga Puri dan lokasi mesiram bagi kerabat kerajaan,” jelasnya.
Ketika ditanya siapakah yang dimaksud dengan Ratu Niang seperti diucapkan oleh Sumadana saat kerauhan?
Ida Dalem pun tidak mengetahuinya secara pasti.
Menurutnya dalam tradisi kerajaan, siapa pun tetua yang dihormati biasanya disebut dengan sebutan Ratu Niang.
“Saya juga kurang mengetahui secara pasti siapa Ratu Niang yang dimaksud. Sampai saat ini juga belum ada yang datang kepada saya untuk membicarakan peristiwa kemarin,” katanya.
Saat kerauhan, Sumadana yang ketika itu memakai kamben putih dan baju bermotif kuning, berlari ke arah Kerta Gosha.
Ia lalu menuju Pamedal Agung yang sangat disakralkan oleh masyarakat karena merupakan gerbang dari Puri Klungkung.
“Saya Ratu Niang yang malinggih di Pangayeman Puri Klungkung. Saya tidak mau jika Pangayeman Puri Klungkung dipugar! Siapa berani memugar Pangayeman Puri Klungkung, nanti pasti akan terkena musibah,” kata Sumadana menggunakan bahasa Bali halus sembari terus menari.
Sumadana benar-benar tidak terkontrol.
Ia mengangkat tangannya, dan meminta siapa saja yang ada di sekitarnya untuk tidak mendekat.
“Saya adalah Ratu Niang, saya orang tersakti di Bali. Kalau berani memugar Pengayeman Puri Klungkung, nanti akan terjadi musibah. Di sana ada pasiraman Ida! Mana Bapak Bupati? Mana Bapak Bupati? Temui saya,” ujarnya dengan nada meninggi.
Sekitar 15 menit barada di Pamedal Agung, Sumadana kemudian berlari menuju Puri Klungkung yang hanya berjarak sekitar 100 meter dari areal Kertha Gosa.
Ia bergegas sembari terus memukul dadanya. Matanya memerah.
Sumadana lalu berlari menuju Palinggih Panyimpenan Puri Agung Klungkung yang berada di timur Puri Agung Klungkung.
Sebelum masuk ke areal pura, ia sempat menari.
Ia terus memeringatkan agar jangan sampai memugar Pangayeman Puri Klungkung di kolam Lila Harsana.
“Harus dipisahkan juga antara kolam renang dan panyiraman Ida Ratu Niang yang ada di sisi timur laut. Kolam renang itu sekala, kalau panyiraman itu nanti dapat digunakan untuk malukat. Kalau sakit, seluruh warga di Bali bisa malukat di panyiraman itu,” ungkapnya.
Setelah dari Palinggih Pajenengan Puri Agung Klungkung, Sumadana lalu kembali berlari menuju Pamedal Agung peninggalan Kerajaan Klungkung.
Di lokasi itu lalu dia diberikan tirta oleh petugas kepolisian hingga akhirnya dapat diam sejenak.
Ia lalu duduk di area Kerta Gosa dengan tubuh yang bercucuran keringat. Ia juga tampak sangat kelelahan.
Merespons peristiwa ini, Kadis Kebudayaan, Kepemudaan, dan Olah Raga Klungkung, I Nyoman Mudarta, menyatakan Pemkab Klungkung berencana akan mapluasan (bertanya kepada orang pintar, red).
Hal itu untuk mengetahui langkah-langkah apa saja yang patut diambil oleh Pemkab Klungkung, pasca robohnya tembok panyengker kolam peninggalan Kerajaan Klungkung.
Terlebih, penjaga kolam sempat kerauhan dan meminta agar Palinggih Pangayeman Puri Klungkung tidak dipugar.
“Saya sudah dengar kemarin ada yang kerauhan. Tapi sampai saat ini belum kita tindaklanjuti. Kami akan mapluasan dulu,” ujar Mudarta, Jumat (11/8/2017).
Menurutnya, hal tersebut untuk mengetahui tindakan apa yang sebaiknya diambil, terlebih berkaitan dengan sesuatu yang bersifat niskala.
"Biar tahu seperti apa harusnya, supaya tidak salah,” katanya.
Selain itu, pada 31 Agustus nanti Pemkab Klungkung juga akan menggelar upacara Guru Piduka.
Upacara yadnya pakeling ini sebagai bentuk permohonan maaf atas kejadian yang terjadi di kolam Lila Harsana.
Karena itu, aktivitas kolam harus ditutup sementara sampai upacara Guru Piduka selesai digelar.
Berdasarkan pantauan, panyengker kolam yang roboh sudah ditutup. Demikan juga dengan pintu masuk.
Tak ada aktivitas apapun di dalam kolam renang umum tersebut.
sumber : tribun