I Nyoman Ardiana menunjukkan foto semasa hidup mertuanya, I Nyoman Astika dan Ni Made Kantri, di Kantor Perbekel Gitgit, Selasa (15/9/2015). |
Ini Nyoman Astika, Transmigran Asal Bali Tewas Dipenggal di Kebun Cengkeh
SINGARAJA - I Nyoman Astika (70), transmigran asal Desa Gitgit, Kecamatan Sukasada, Buleleng, tewas seusai diserang lima orang tak dikenal di kebunnya di pegunungan Baturiti, Kecamatan Sausu, Kabupaten Parigi Moutong (Parimo), Sulawesi Tengah (Sulteng), pada Minggu (13/9/2015) lalu.
Keluarga besarnya di Buleleng pun merasa sedih atas tewasnya Astika.
Orang tak dikenal itu diduga kelompok teroris pimpinan Santoso.
Namun Kapolres Parimo, AKBP Novia Jaya, mengaku belum bisa memastikan siapa pelakunya.
Pihaknya sementara masih melakukan penyelidikan serta mendalami motif dari pelaku.
Selain itu, pasukan juga sudah dikerahkan untuk memburu para pelaku.
Selain Astika, juga tewas dibunuh dengan cara yang sama (ditemukan tanpa kepala) adalah Simon Taliko.
Sementara Kapolda Sulteng, Brigjen Idham Azis, saat dikonfirmasi, Senin (14/9/2015), membenarkan pembunuhan di Parimo dilakukan kelompok Santoso.
“Menurut saksi (istri korban), ada lima orang bersenjata. Istri korban saat itu nggak keluar dari pondok, tapi suaminya ditarik dan dipenggal lehernya,” kata Azis.
Menantu Astika, I Nyoman Adiana, yang bekerja sebagai pegawai di Kantor Perbekel Gitgit-Buleleng, menuturkan, ia mendapatkan kabar tewasnya mertuanya itu dari keluarganya di Sulawesi Tengah pada Senin (14/9/2015) melalui telepon seluler.
Dari penuturan keluarganya itu, Astika ditemukan tewas sudah tanpa kepala.
Dikatakannya, ketika itu Astika bersama istrinya, Ni Made Kantri (65) sedang sembahyang tilem di pondoknya yang berada di kebun cengkeh, cokelat dan duriannya di pegunungan yang berjarak 10 kilometer (km) dari perkampungan transmigran Bali di Desa Gitgit Sari, Kecamatan Toili, Kabupaten Banggai.
Sekitar pukul 13.00 Wita, mereka dikejutkan dengan kedatangan lima orang tak dikenal berpenutup kepala.
Mereka membawa senjata laras panjang, pistol dan kapak.
Dua orang dari mereka menyeret Kantri menjauh dari pondoknya.
Sedangkan tiga orang lain yang bersenjata mendatangi Astika.
Selang beberapa menit kemudian, tiga orang yang sebelumnya menemui Astika mencuci tangan dan kapak yang telah berlumuran darah di loyang yang kebetulan lokasinya berdekatan dengan Kantri.
Sehabis mencuci tangan, seorang di antaranya memperingatkan Kantri agar tidak turun ke rumahnya dan melaporkannya ke aparat.
Mereka pun lantas meninggalkan nenek ini bersama mayat Astika yang sudah dalam kondisi tanpa kepala.
Pukul 20.00 Wita, Kantri memberanikan diri turun ke rumahnya yang ditempuh selama 12 jam dengan berjalan kaki.
Sesampainya di rumah, ia menceritakan ke tetangga-tetangganya dan aparat kepolisan dan TNI.
Keesokan harinya, mereka bersama-sama naik ke kebun dan menemukan mayat Astika masih tergeletak di bawah pohon durian.
Mayat Astika lantas dibawa ke RSUD Parigi Moutong dan pada Selasa (15/9/2015) dikuburkan.
Sampai saat ini kepala Astika masih belum dapat ditemukan.
“Rencana hari ini (Selasa) akan dikubur di Sulawesi sana. Tapi tidak diupakarai secara Hindu karena kepalanya masih belum ditemukan. Hanya dikubur biasa saja. Nanti kalau kepalanya sudah ditemukan baru diupakarai,” katanya.
Astika Tewas Terpenggal, PHDI Buleleng: Jangan Dikaitkan dengan Agama
SINGARAJA - Tewasnya I Nyoman Astika, transmigran asal Desa Gitgit, Kecamatan Sukasada, Buleleng dengan kepala terpenggal di kebunnya di pegunungan Baturiti, Kecamatan Sausu, Kabupaten Parigi Moutong (Parimo), Sulawesi Tengah (Sulteng), pada Minggu (13/9/2015) lalu tidak hanya membawa duka mendalam bagi keluarganya saja, tetapi juga seluruh krama Bali.
Mereka mengutuk perbuatan tidak manusiawi sekelompok orang yang tak dikenal tersebut.
Ketua Parisada Hidu Dharma Indonesia (PHDI) Buleleng, Putu Wilasa meminta kepada aparat penegak hukum segera mengungkap peristiwa pembunuhan ini supaya masyarakat tidak terus menerus merasa resah.
“Saya melihat dari segi hukum positif terlebih dahulu, kita ini kan negara hukum, terlepas dari siapa yang membunuh itu mestinya tidak boleh main hakim sendiri. Penegak hukum harus berupaya keras untuk mengungkap, karena tugas negara melindungi warga negaranya,” ujar Wilasa, Rabu (16/9/2015).
Ia berharap juga agar seluruh krama Bali di manapun berada untuk tetap tenang dan tidak terpancing terhadap adanya peristiwa ini.
“Jangan masalah ini dikaitkan dengan agama bahwa umat Hindu dibunuh umat lain, sehingga terkesan antar umat berselisih, karena kita masih belum tahu motifnya,” tandasnya.
I Nyoman Astika (70), transmigran asal Desa Gitgit, Kecamatan Sukasada, Buleleng, tewas seusai diserang lima orang tak dikenal di kebunnya di pegunungan Baturiti, Kecamatan Sausu, Kabupaten Parigi Moutong (Parimo), Sulawesi Tengah (Sulteng), pada Minggu (13/9/2015) lalu.
Keluarga besarnya di Buleleng pun merasa sedih atas tewasnya Astika.
Orang tak dikenal itu diduga kelompok teroris pimpinan Santoso.
Namun Kapolres Parimo, AKBP Novia Jaya, mengaku belum bisa memastikan siapa pelakunya.
Pihaknya sementara masih melakukan penyelidikan serta mendalami motif dari pelaku.
Selain itu, pasukan juga sudah dikerahkan untuk memburu para pelaku.
Potongan Kepala Astika Ditemukan, Jasad Akan Segera Diupakarai
DENPASAR - Potongan kepala I Nyoman Astika (70) akhirnya ditemukan pada Selasa (15/9/2015) sekitar pukul 14.00 Wita di tengah hutan pegunungan Baturiti, Kecamatan Sausu, Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah.
Pihak keluarga kini merasa lega, termasuk keluarga besar di Desa Gitgit, Kecamatan Sukasada, Buleleng.
Kabar ditemukannya potongan kepala Astika didapatkan keluarga besar di Buleleng dari seorang anaknya, Gede Eko Purna (31) yang tinggal di Desa Gitgit Sari, Kecamatan Toili, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah melalui telepon seluler.
Eko menuturkan, potongan kepala itu ditemukan setelah aparat gabungan dari TNI-Polri bersama masyarakat melakukan penyisiran selama sehari penuh di hutan kawasan pegunungan Baturiti.
“Kondisinya sudah menyengat baunya saat ditemukan, darahnya sudah kering dan tidak ada bekas darah berceceran karena sudah dua hari tidak ditemukan. Kepalanya langsung dibawa ke bawah, setelah sampai rumah dibawa ke rumah sakit (RSUD Parigi) untuk disatukan bersama badannya,” ujar Eko melalui telepon seluler, Rabu (16/9/2015).
Dikatakan Eko, keluarga di Sulawesi Tengah kini sedang mempersiapkan upakara pengabenan usai ditemukan potongan kepala tersebut.
Upakara rencananya akan dilaksanakan Kamis (17/9/2015) di setra (kuburan) Desa Gitgit Sari, Sulteng.
sumber : tribun