DENPASAR - Penderitaan hidup Engeline, 8, bocah Kelas II SD yang ditemukan tewas terkubur di kandang ayam belakang rumah ibu angkatnya, Margriet Ch Megawe, 64, Jalan Sedap Malam 26 Kesiman Kertalangu, Denpasar Timur, tergambar dalam olah TKP, Senin (22/6). Saksi yang dihadirkan dalam olah TKP ngaku melihat bocah Engeline dijambak, lalu dibenturkan hingga kepalanya miring.
Olah TKP kemarin dilakukan penyidik Inafis Polda Bali dan Labfor Mabes Polri Cabang Denpasar, mulai pagi pukul 10.00 Wita. Dalam olah TKP tersebut, dilibatkan tiga saksi yang didatangkan pihak P2TP2A Kota Denpasar dari Balikpapan, Kalimantan Timur. Mereka sebelumnya sempat selama 4 bulan bekerja di rumah ibu angkat Engeline, sejak Desember 2014 hingga Maret 2014.
Ketiga saksi yang mengetahui penderitaan bocah Engeline ini masing-masing pasutri Ferancky Alexander Maringka, 46, dan Yuliet Cristien, 41, serta Louraine Soriton, 58. Pendamping Hukum dari P2TP2A Denpasar, Siti Sapura, mengungkapkan olah TKP ini dilakukan setelah penyidik kepolisian sebelumnya meminta keterangan tiga saksi yang didatangkan pihaknya dari Balikpapan tersebut. Meski hanya 4 bulan bekerja di rumah Margriet, ketiga saksi ini merupakan saksi kunci terkait kasus dugaan penelantaran anak. "Ini (olah TPK) kan dilakukan setelah saksi-saksi memberikan keterangan," jelas Siti Sapura seusai mendampingi ketiga saksi melakukan olah TKP di pekarangan rumah Margriet, Jalan Sedap Malam 26 Kesiman Kertalangu, Denpasar Timur, Senin kemarin. Karena termasuk saksi kunci terkait dugaan perlakuan keji Margriet terhadap Engeline, kata dia, maka keterangan ketiga orang dari Balikpapan ini sangat diperlukan dan dilakukan olah TKP, untuk memudahkan penyidik mendalami keterangannya. Dalam olah TKP yang digelar secara tertutup, Senin kemarin, ketiga saksi asal Balikpapan ini memperagakan 11 adegan soal dugaan aksi keji Margriet terhadap bocah Engeline semasa hidupnya. Hal itu, antara lain, tergambar dalam adegan kedua. Menurut Siti Sapura, dalam adegan kedua tersebut, Margriet menjambak rambut Engeline yang saat itu sedang nonton televisi di lantai dua rumahnya, tepat di dalam kamar pasutri Ferancky Alexander Maringka dan Yuliet Cristien. Saat itu, bocah perempuan berusia 8 tahun ini awalnya sedang asyik menonton televisi. Namun, secara tiba-tiba, Margriet datang menjambak rambut dan menariknya dari kamar itu hingga ke lantai dasar. Bukan sekali itu saja Margriet menganiaya Engeline, namun sudah beberapa kali. "Saksi sampai tidak tega melihatnya. Saksi saat itu tidak bisa bicara, soalnya mereka statusnya sebagai pekerja," ungkap Siti Sapura.
Yang tak kalah kejinya adalah penggambaran perlakuan Margriet di adegan ketiga dan keempat. Dalam adegan itu tergambar, bocah Engeline dipukul menggunakan bambu hingga babak belur. Pemicunya sepele saja, hanya gara-gara salah satu ayam milik Margriet hilang. "Kesal ayamnya hilang, tapi Engeline jadi sasaran. Di dekat kandang ayam, Engeline dipukul pakai bambu hingga jatuh tersungkur," katanya. Dari keterangan ketiga saksi yang didatangkannya dari Balikpapan ini, kata Siti Sapura, Margriet---yang telah jadi tersangka kasus penelantaran anak---bisa diganjar dengan Pasal 80 UU Perlindungan Anak. Dalam konteks ini, tepatnya di ayat 3 sampai pada menghilangkan nyawa, dengan ancamannya 10 tahun penjara. Jika dilakukan oleh orang terdekat, maka hukumannya bisa bertambah sepertiga. "Bisa masuk itu. Karena ini sudah masuk pada penelantaran dan penganiayaan," ujar Siti Sapura. "Dari hasil olah TKP tadi, memang ada beberapa keterangan yang belum masuk di BAP. Makanya, masih perlu dimasukkan lagi." Usai digelarnya olah TKP, Senin kemarin, saksi Ferancky Maringka juga mengakui adanya penyiksaan dan penelantaran bocah Engeline. "Ada pemukulan dan penjambakan di saat saya tinggal di sini. Saya tahu dengan mata kepala saya sendiri," ujar Ferancky. "Jika salah sedikit saja, (Engeline) pasti dipukul. Yang saya miris, saat dijambak itu kepalanya sampai miring. Itu tadi pada adegan ketiga," lanjut Ferancky. Di sisi lain, Kapolda Ronny Sompie mengatakan sesuai hasil tes deteksi kebohongan (lie detector), pihaknya menyimpulkan banyak informasi yang benar terkait adanya tersangka lain dalam kasus Engeline. "Hasil lie detector banyak informasi yang benar. Makanya, kita minta ada barang bukti lagi yang harus dikumpulkan penyidik," ujar Kapolda Ronny Somie dilansir kemarin.
Hasil tes alat deteksi kebohongan ini, lanjut Kapolda, harus dikaji kembali dengan menguatkan barang bukti dan keterangan saksi. "Kita kaji kembali sesuai dengan identifikasi kedokteran forensik serta olah TKP yang dilakukan Labfor dan Inafis," tambahnya. Menurut Kapolda, saat ini banyak yang sudah dilakukan Polda Bali untuk mengungkap kasus Engeline. Polisi sudah sesuai dengan prosedur untuk proses hukum, mulai dari pemeriksaan hingga penetapan tersangka. "Saya kira, kegiatan-kegiatan berkaitan dengan proses penyidikan itu ada pemeriksaan, penyitaan, penggeledahan. Olah TKP dan rekonstruksi merupakan upaya paksa polisi melakukan kewenangan penyidikan. Dua alat bukti saja, cukup untuk menjerat pelaku baru ini." pungkas Kapolda.