Tim Inafis Temukan Sidik Jari di TKP Pembunuhan Engeline |
`Mama Jangan Pukul Saya`, Agus Beberkan Engeline Dibunuh Ibu M
DENPASAR - Agus Tai, tersangka dalam kasus pembunuhan Engeline (sebelumnya ditulis Angeline), kemarin membuat pengakuan baru yang mengejutkan, yang berbeda 180 derajat dari keterangan dia sebelumnya.
Agus mengatakan, pembunuh Engeline bukanlah dirinya melainkan seorang ibu dengan inisial M.
Pengakuan baru itu diungkapkan Agus dalam pemeriksaan oleh penyidik Polda Bali pada Rabu (17/6/2015) malam, sehingga mengubah Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Agus sebelumnya.
Agus mengatakan sebelumnya bahwa dirinyalah pembunuh tunggal Engeline.
Bahkan, ia juga mengaku memperkosa Engeline sebelum membunuhnya.
"Dalam keterangan yang terbaru, intinya klien saya Agus menyampaikan bahwa yang melakukan pembunuhan adalah ibu M dengan tempat kejadian di kamar Ibu M. Agus hanya membantu membungkus Engeline setelah meninggal, mengambil boneka, mengangkat dan menguburkannya atas perintah ibu M," terang kuasa hukum Agus, Haposan Sihombing, di markas Polda Bali, Kamis (18/6/2015).
Seperti diketahui, Agus adalah pembantu di rumah Margriet (60 tahun), ibu angkat Engeline.
Di kediaman Margriet di Jalan Sedap Malam 26 Denpasar, Bali, Engeline ditemukan sudah menjadi mayat setelah bocah 8 tahun itu dilaporkan hilang selama lebih tiga minggu.
Dari pengakuan Agus sebelumnya, di rumah itu pula Engeline dihabisi.
Menurut Haposan, dalam pengakuan terbarunya Agus menyebut bahwa pembunuhan Engeline dilakukan pada hari Sabtu 16 Mei 2015.
Dalam pemeriksaan oleh penyidik pada Rabu (17/6/2015) malam itu, Agus dicecar 33 pertanyaan.
Haposan mengatakan, Agus mengaku diperintah untuk merahasiakan pembunuhan tersebut dengan janji imbalan Rp 200 juta.
"Sebenarnya dia tidak mau. Tetapi Agus dibilangi `Kamu harus terima. Kalau nggak kamu terima, nanti kamu akan dihabisi di Bali`," ucap Haposan menirukan keterangan Agus.
Sebelumnya, Agus juga disebut mengatakan bahwa ia melakukan pembunuhan karena dijanjikan imbalan uang Rp 2 miliar.
Hal itu diungkapkan oleh anggota Komisi III DPR RI, Akbar Faizal, usai berbicara dengan Agus yang ditemuinya di Polresta Denpasar pada 13 Juni lalu.
Melanjutkan keterangan baru Agus di depan penyidik, Haposan mengatakan bahwa pada Sabtu 16 Mei itu, Agus mendengar Engeline berteriak `mama jangan pukul saya`.
Tak berselang lama, M memanggil Agus. Ketika sampai di kamar M, Agus melihat kondisi Engeline terkulai lemah di lantai.
"Ketika Agus menanyakan hal itu, M menjawab `kamu diam saja`," jelas Haposan.
Mengutip kliennya itu, Haposan mengatakan bahwa peristiwa tersebut terjadi pada pagi hari sekitar pukul 10.00 Wita.
Agus mengaku tidak melihat proses pembunuhan tersebut.
"Agus hanya melihat tangan Engeline bergerak," ucap Haposan.
Selain itu, Agus mengaku tidak pernah melakukan pemerkosaan terhadap Engeline.
Ketika itu, Agus sempat diperintahkan M untuk membuka baju Agus dan kemudian ditaruh di dada Engeline.
Hal itu dilakukan agar ketika kasus tersebut terkuak, Agus harus mengakui dirinyalah yang memperkosa dan membunuh Engeline tanpa melibatkan ibu M.
"Agus sebetulnya disuruh memperkosa, tapi Agus tidak mau. Memang, faktanya di mayat Engeline ada baju Agus," ucap Haposan.
Mengenai keterangan Agus kali ini yang berbeda 180 derajat dari pengakuan dia sebelumnya, Haposan mengatakan bahwa kliennya takut terhadap ancaman yang disampaikan lewat telepon oleh seorang pria agar rahasia itu tidak dibongkar.
Jika tidak menuruti, kliennya akan dibunuh.
Haposan mengatakan, kepolisian tentu akan menguji keterangan Agus dan mendalami Tempat Kejadian Perkara (TKP).
"Kita serahkan pada kepolisian untuk menguji pengakuan Agus itu," kata Haposan.
Secara terpisah kuasa hukum Margriet, Hotma Sitompoel enggan memberikan komentar ketika ditanya tentang pengakuan baru Agus, karena dinilainya keterangan Agus berubah-ubah.
“Ngapain kita komentari yang begitu-begitu,” ujar Hotma di Markas Polda Bali, Denpasar, Kamis (18/6/2015).
Hotma meyakini Margriet tidak terlibat dalam pembunuhan Engeline.
"Klien saya tidak membunuh," tandas Hotma.
Sejauh ini, dalam kasus pembunuhan Engeline, Margriet memang hanya dimintai keterangan sebagai saksi.
Sedangkan tersangka pembunuhan adalah Agus.
Margriet menjadi tersangka untuk kasus lain, yakni dugaan penelantaran Engeline.
Terkait sangkaan penelantaran anak itu, Yvonne Megawe (anak kandung Margiet) kemarin dimintai keterangannya sebagai saksi di Polda Bali.
Usai mengikuti pemeriksaan, Yvonne mengaku dirinya mendapat 50 pertanyaan dari penyidik.
Pertanyaan berkisar tentang keseharian keluarga Margriet.
"Ada 50 pertanyaan yang ditanyakan oleh penyidik," kata Yvonne.
Namun, ia enggan memberikan keterangan lebih jauh terkait pemeriksaan itu.
"Silakan tanya kepada penyidik," imbuh Yvonne.
Saksi: Engeline Semasa Hidup Ditugasi Ini oleh Margriet
DENPASAR - Kematian Engeline (sebelumnya disebut Angeline) membuat Franky A Maringan (46) merasa terpukul. Franky adalah salah-satu dari tiga saksi kasus penelantaran anak yang dihadirkan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Denpasar di Polda Bali, Kamis (18/6/2015) kemarin.
Mereka memberikan keterangan kepada penyidik Polda dalam kasus dugaan penelantaran Engeline.
Tiga saksi yang dibawa P2TP2A itu berasal dari Balikpapan, Kalimantan Timur.
Franky mengenal dekat Engeline karena pernah menjadi pekerja di rumah ibu angkat Engeline, yaitu Margriet, selama tiga bulan untuk mengurus ayam-ayam peliharaannya.
Setelah diperiksa menjadi saksi di Polda Bali dalam kasus yang tersangkanya adalah Margriet (ibu angkat Engeline) itu, Franky bercerita banyak tentang kehidupan sehari-sehari Engeline.
"Engeline sudah saya anggap sebagai anak. Tanpa saya minta, dia (Engeline) memanggil saya papa. Dia suka bercanda dengan saya, suka digendong. Kalau saya lagi menyapu halaman, minta gendong, ya saya gendong. Bagi saya, kematian Engeline ini seolah saya kehilangan satu anak," kata Franky.
Awalnya, Franky mengetahui kasus Engeline dari pemberitaan di televisi.
Karena merasa iba dan pernah memiliki hubungan dekat dengan Engeline, Franky pun saat itu langsung berniat kuat untuk menjadi saksi dalam kasus Engeline.
Namun, ia tak tahu harus menyampaikan maksud tersebut kepada siapa.
Akhirnya, paman Franky yang tinggal di Malang (Jawa Timur) memberikan nomor kontak Sekretaris Jenderal P2TP2A, Siti Sapurah.
"Ini benar-benar panggilan hati nurani saya," ucap Franky.
Ia mengatakan, dirinya hanya memberikan keterangan sesuai apa yang ia ketahui selama bekerja dan tinggal di rumah Margreit mulai Desember 2014 hingga Maret 2015.
Dirinya di rumah tersebut bekerja membersihkan rumah dan memberi makan ayam.
Engeline juga diperintahkan bekerja oleh Margriet.
"Saya beri makan ayam yang besar, Engeline beri makan ayam kecil hingga mengepel rumah. Itu diperintah oleh Margriet," kata Franky.
Selain Franky, dua saksi lain yang dihadirkan yaitu Yudith dan Laura yang juga sempat tinggal di rumah Jalan Sedap Malam pada periode Desember 2014 hingga Maret 2015.
Laura disebut-sebut sebagai kerabat Margriet.
Dikatakan Franky bahwa Margriet kerap memarahi Engeline.
"Selalu marah dengan Engeline, selalu bentak-bentak, dipukul bagian kaki, bagian badan, sering dihambat rambutnya. Rambutnya Engeline kan panjang. Dianggap tidak mengerjakan tugas, seperti disuruh ngepel, menyapu, kasih makan ayam," katanya.
Franky juga menceritakan mengenai asupan makanan untuk Engeline, yakni nasi dan lauk pauk seperti biasanya.
Dalam sehari, Engeline dapat makan dua kali yang dimasak ibu angkatnya sendiri.
Tapi jika tidak menjalankan tugas dengan baik, Engeline mendapat hukuman.
Ia berharap, kasus ini dapat dituntaskan dan transparan sehingga pelaku dapat dihukum sesuai hukum yang berlaku.
Siti Sapurah menjelaskan, ketiga saksi yang didatangkan P2TP2A itu mengetahui pemberitaan Engeline dari media massa.
"Ketika mereka melihat berita, mereka tahu betul jika itu Engeline yang mereka kenal. Karena mereka pernah tinggal di rumah Engeline di Jalan Sedap Malam 26 Denpasar," ujar Sapurah.
Menurut Ipung, demikian Siti Sapurah, ketiga orang tersebut datang dengan kerelaannya sendiri tanpa ada paksaan dari siapa pun.
"Mereka cari-cari orang yang bisa dihubungi dan mereka menemukan nomor saya. Mereka menghubungi saya dan mengatakan ingin berbicara langsung dengan polisi atau penyidik," ujarnya.
Ketiga saksi tiba di Denpasar Rabu (17/6/2015) malam.
Ipung mengaku tidak ada yang menyuruh mereka untuk menjadi saksi.
Semuanya merasa terpanggil untuk mengungkapkan kebenaran dan keadilan.
Secara terpisah kuasa hukum Margriet, Hotma Sitompoel, mempertanyakan latar belakang dan motivasi tiga saksi baru yang dihadirkan oleh P2TP2A Denpasar terebut.
"Tanya dulu, ini orang (saksi) siapa dulu. Ada rasa sakit hati tidak? Jangan-jangan dulu melakukan kesalahan di rumah itu (rumah Margriet) terus diusir," kata Hotma saat ditemui di Markas Polda Bali, Denpasar, Kamis (18/6/2015).
Ia mengatakan, pihaknya akan mengikuti tahapan proses hukum yang sedang dilakukan oleh pihak kepolisian.
Sementara itu, seperti dikutip Antara, Kamis (18/6/2015), Hotma mengatakan bahwa pihaknya tengah mengumpulkan data-data terkait pendapat yang dinilai tanpa bukti yang dilontarkan para aktivis di P2TP2A, termasuk Ketua Komisi Nasional (Komnas) Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait.
Namun pihaknya belum bisa memutuskan apakah akan mengadukan hal tersebut kepada pihak kepolisian.
"Kami harus kumpulkan dulu data-data. Kami tidak semudah itu mengadukan orang," ucapnya.
Kemarin, Arist mendatangi kembali Markas Polda Bali.
Dalam kesempatan itu, ketika ditanya wartawan, Arist mengatakan bahwa pihaknya siap mengembalikan kopi Surat Pengakuan Pengangkatan Anak (Engeline) seperti yang diminta kuasa hukum Margriet.
Menurut Arist, ia tidak meminta surat itu.
Surat itu diberikan oleh Margriet ketika Komnas PA mendatangi rumahnya di Jalan Sedap Malam No 26 Denpasar beberapa waktu lalu.
"Kalau diminta untuk dikembalikan ya saya kembalikan saja," tegas Arist.
Ia mengatakan, pihaknya tidak pernah menuduh Margriet sebagai pelaku pembunuhan. Namun, faktanya Engeline meninggal di rumah milik Margriet.
"Kita serahkan prosesnya pada pihak kepolisian," tegas Sirait.
Ia menegaskan, dirinya tidak akan gentar mengawal kasus tersebut.
"Saya nggak akan mundur karena saya berangkat dari hati nurani," ucap Arist.
Ia meminta Hotma tidak perlu marah terhadapnya.
Terpisah, Hotma mengatakan bahwa dirinya tidak pernah marah-marah terhadap siapapun.
"Nggak marah-marah. Orang Batak ya kalau bicara begini," ucap Hotma santai.
Menurutnya, Arist lebih tepat mengurus anak terlantar yang sangat banyak di Indonesia.
Tim Inafis Temukan Sidik Jari di TKP Pembunuhan Engeline
DENPASAR - Tim Indonesia Automatic Finger System (Inafis) Mabes Polri kembali menggelar olah tempat kejadian perkara ulang di Jalan Sedap Malam No 26, Kesiman, Denpasar, Bali, Jumat (19/6/2015).
Kepala Pusat Inafis Bareskrim Mabes Polri Brigjen Pol Bekti Suhartono mengatakan, dalam proses olah TKP ulang ini pihaknya kembali menemukan bercak darah di rumah Margriet Ch Megawe.
"Kita temukan kembali bercak darah. Namun demikian, kami belum bisa menyimpulkan, karena hasilnya nanti akan dikirim ke Labfor," kata dia.
Selain bercak darah, pihaknya juga berhasil menemukan sidik jari di sekitar lokasi kejadian.
"Ada sidik jari laten kita temukan juga," katanya.
Ia menjelakan, dalam olah TKP ulang ini, pihaknya kembali memeriksa sejumlah ruangan di rumah tersebut.
"Ya kami periksa ulang ruangan-ruangan tersebut," ucap Jenderal bintang satu tersebut.
Sebelumnya, Tim Inafis dari Polresta Denpasar telah menggelar oleh TKP ulang terkait pembunuhan Engeline (sebelumnya disebut Angeline) pada Kamis (18/6/2015).
Dalam olah kejadian perkara tersebut, tampak seorang anggota inafis membawa sebuah koper dari dalam rumah tersebut.
Kapolda Bali Sebut Keterangan Terbaru Agus Tai Jadi Alat Bukti
DENPASAR - Kepala Kepolisian Daerah Bali Inspektur Jenderal Ronny F Sompie menyatakan bahwa keterangan terbaru Agustinus Tai, tersangka pembunuhan Engeline (sebelumnya tertulis Angeline), yang mengungkapkan bahwa ada keterlibatan orang lain dalam kasus itu menjadi alat bukti yang semakin memperkuat penyelidikan.
"Itu (keterangan terbaru Agus) menjadi hal menggembirakan dan bisa digunakan sebagai alat bukti untuk menyakinkan hakim di pengadilan," katanya ditemui di Mapolda Bali Jalan WR Supratman, Denpasar, Jumat (19/6/2015).
Mantan Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri itu menyebutkan bahwa keterangan tersebut merupakan kabar yang menggembirakan bagi kelanjutan penyelidikan terkait tewasnya bocah malang itu.
Meski demikian, polisi akan mempertajam keterangan baru itu dengan mendalami bukti dan jejak-jejak di tempat kejadian perkara untuk bisa mendukung pengakuan mantan pekerja rumah tangga di kediaman Margriet itu.
"Alat bukti bisa diperoleh manakala kami mendalami jejak-jejak yang bisa menunjukkan apa yang dijelaskan tersangka (Agus) itu sebagai saksi tentang keterlibatan orang lain selain Agus, bisa kami buktikan," ucap jenderal bintang dua itu.
Agus, lanjut Ronny, menjadi saksi mahkota atau saksi utama dalam kasus pembunuhan itu menyangkut adanya keterlibatan orang lain yang turut menghabisi nyawa Engeline.
"Itu merupakan hal yang menjadi kemajuan dalam proses penyidikan ini," imbuhnya.
Sebelumnya pada Kamis (18/6/2015) malam melalui pengacara tersangka Agus yakni Haposan Sihombing menyatakan bahwa pria asal Sumba Timur, NTT, itu tidak bekerja sendiri, melainkan Margriet yang membunuh anak angkatnya tersebut.
Dalam kasus Engeline, Agus ditetapkan sebagai tersangka yang diduga melakukan pembunuhan yang ditangani oleh Polresta Denpasar.
Sedangkan Margriet hingga saat ini ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan penelantaran anak yang ditangani oleh Polda Bali.
sumber : tribun