Headlines News :
Home » , » Bandara Diputuskan di Sumberkima

Bandara Diputuskan di Sumberkima

Written By Dre@ming Post on Rabu, 10 Juli 2013 | 12.14

Akhirnya, Desa Sumberkima yang dipilih sebagai lokasi bandara. Meski ada 4 pura dan 4 masjid yang harus direlokasi, namun tantangannya lebih ringan di Desa Sumberkima. Akhirnya, Gubernur Pastika putuskan Bandara Buleleng dibangun di Desa Sumberkima. Sebelum Gubernur Pastika putuskan lokasi bandara di Desa Sumberkima, dalam rakor lintas lembaga kemarin Ketua Tim Kecil Pengkaji Lokasi Bandara, Dewa Punia Asa, dapat kesempatan lebih dulu memaparkan hasil kajiannya. Dewa Punia memaparkan, kalau bandara dibangun di Desa Sumberkima, risikonya dari sisi sosial budaya dan adat istiadat jauh lebih kecil tinimbang di Desa Kubutambahan. “Kalau di Kubutambahan ada 14 pura dan situs purbakala yang harus dipikirkan keberadaanya karena proyek bandara. Sebaliknya, di Desa Sumberkima memang ada pura dan masjid yang terdampak, tapi tidak sebanyak di Kubutambahan,” ujar Desa Punia. Dari 6 pura di Desa Sumberkima sekitar proyek bandara, hanya 4 unit di antaranya yang harus direlokasi, yakni Pura Segara, Pura Desa Pakraman, Pura Dalem Pejarakan, dan Pura Sudalama. Sedangkan 2 pura lagi selamat tanpa harus direlokasi, yaitu Pura Gunungsari dan Pura Puncak Manik.
DENPASAR - Berakhir sudah spekulasi menyangkut lokasi Bandara Internasional Bali Utara. Kawasan Desa Sumberkima, Kecamatan Gerokgak, Buleleng (Barat) telah ditetapkan sebagai lokasi bandara melalui pertemuan lintas lembaga di Gedung Wiswa Sabha Pratama Kantor Gubernur Bali, Niti Mandala Denpasar, Selasa (9/7). Bandara baru bernilai Rp 5,5 triliun yang akan dibangun di Desa Sumberkima ini ditargetkan rampung tahun 2018 mendatang.

Rapat koordinasi lintas lembaga untuk penentuan lokasi bandara di Gedung Wiswa Sabha Pratama, Selasa kemarin, dihadiri langsung Dirjen Kebandarudaraan Kementerian Perhubungan, Bambang Cahyono, Gubernur Bali Made Mangku Pastika, Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana, Kadis Perhubungan-Informasi-Komunikasi Provinsi Bali Dewa Punia Asa selaku Ketua Tim Pengkaji Lokasi bandara, dan Kadis PU Provinsi Bali Ketut Artika. Dalam rapat koordinasi yang digelar selama 1 jam, mulai pukul 10.00 Wita hingga 11.00 Wita tersebut, terungkap ada tiga lokasi di wilayah Buleleng (Bali Utara) yang semula diajukan ke pusat sebagai lokasi bandara. Masing-masing, Desa Kubutambahan (Kecamatan Kubutambahan, Buleleng Timur), Desa Celukan Bawang (Kecamatan Gerokgak, Buleleng Barat), dan Desa Sumberkima (Kecamatan Gerokgak, Buleleng Barat). Desa Kubutambahan sebetulnya dianggap terbaik sebagai lokasi bandara internasional, namun tantangannya paling berat, karena menyangkut banyaknya keberadaan pura penting dan perumahan penduduk yang harus direlokasi.

Akhirnya, Desa Sumberkima yang dipilih sebagai lokasi bandara. Meski ada 4 pura dan 4 masjid yang harus direlokasi, namun tantangannya lebih ringan di Desa Sumberkima. Akhirnya, Gubernur Pastika putuskan Bandara Buleleng dibangun di Desa Sumberkima. Sebelum Gubernur Pastika putuskan lokasi bandara di Desa Sumberkima, dalam rakor lintas lembaga kemarin Ketua Tim Kecil Pengkaji Lokasi Bandara, Dewa Punia Asa, dapat kesempatan lebih dulu memaparkan hasil kajiannya. Dewa Punia memaparkan, kalau bandara dibangun di Desa Sumberkima, risikonya dari sisi sosial budaya dan adat istiadat jauh lebih kecil tinimbang di Desa Kubutambahan. “Kalau di Kubutambahan ada 14 pura dan situs purbakala yang harus dipikirkan keberadaanya karena proyek bandara. Sebaliknya, di Desa Sumberkima memang ada pura dan masjid yang terdampak, tapi tidak sebanyak di Kubutambahan,” ujar Desa Punia. Dari 6 pura di Desa Sumberkima sekitar proyek bandara, hanya 4 unit di antaranya yang harus direlokasi, yakni Pura Segara, Pura Desa Pakraman, Pura Dalem Pejarakan, dan Pura Sudalama. Sedangkan 2 pura lagi selamat tanpa harus direlokasi, yaitu Pura Gunungsari dan Pura Puncak Manik.

Sementara 4 masjid di Desa Sumberkima yang kena dampak proyek bandara adalah Masjid Mujahidin, Masjid Al Akmin, Masjid Annur, dan Masjid Darusallam. Ini beda dengan di Desa Kubutambahan, yang mesti menggusur 14 pura dan rumah penduduk dalam jumlah sangat besar. Selain itu, kata Dewa Punia, mayoritas kawasan di Desa Sumberkima berupa lahan kering, permukiman penduduk juga lebih jarang. Diperkirakan hanya perumbahan milik 2.570 kepala keluarga (KK) yang terkena dampak bandara. Ini beda dengan jika bandara dibangun di Desa Kubutambahan, di mana ada pemukiman milik 8.012 KK yang harus tergusur. Dewa Punia menambahkan, Desa Sumberkima berada di pinggir Jalan Nasional. Jalur Tol Kuta (Badung)-Soka (Tabanan)-Seririt (Buleleng) juga rencananya dibangun melintasi kawasan Desa Sumberkima. Yang tak kalah menguntungkan, jika dilakukan reklamasi untuk landasan pacu bandara di Desa Sumberkima, jauh lebih mudah dengan kedalaman laut 416 meter.

“Kalau di Kubutambahan, reklamasi lebih sulit karena kedalaman laut 981 meter,” papar Dewa Punia. Sementara, Gubernur Pastika menegaskan Bandara Buleleng lebih fiasible dibangun di Desa Sumberkima ketimbang di Desa Kubutambahan. ”Bukan karena saya ini asal Gerokgak, tapi memang dari berbagai sisi lebih mudah di Sumberkima,” ujar Gubernur asal Desa Sanggalangit, Kecamatan Gerokgak, Buleleng ini. "Saya lebih memilih bandara dibangun di Desa Sumberkima dengan melihat hasil skoring dari Tim Kecil dan juga melihat sisi kesulitan dalam pembebasan lahan," imbuhnya. Pastika berpendapat jauh lebih mudah bangun bandara di Desa Sumberkima dibanding di Desa Kubutambahan. Faktor memudahkan lainnya, di sekitar Desa Sumberkima ada tanah milik Pemprov Bali seluas 650 hektare. Karenanya, Pemprov Bali sekaligus provinsi bisa berkontribusi. "Bukankah yang selalu menjadi persoalan adalah pembebasan lahan? Kalau lahannya masih bisa dibeli sih tidak apa. Tapi masalahnya kalau lahannya tidak bisa dibeli seperti Pura Kahyangan Tiga itu," tandas Pastika. Karena itu, Pastika memastikan fokus perencanaan bandara tidak lagi bergeser ke mana-mana di luar Buleleng. Desa Sumberkima sudah final sebagai lokasi bandara dan mesti ditindaklanjuti Tim Kecil. “Kita tidak ada bicara lagi kabupaten lain, tapi sudah fokus Bali Utara, Desa Sumberkima,” ujar mantan Kapolda Bali ini. Pastika mengingatkan, dari sisi kebutuhan, sekarang ada 10 juta turis setiap tahun datang ke Bali. Bandara Internasional Ngurah Rai Tuban (Kecamatan Kuta, Badung) sudah sama padatnya dengan Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng, Tangerang, Banten. Untuk pelaksanaan KTT APEC, Oktober 2013 nanti, kata Pastika, ada 3.000 pesawat bakal bersandar di Bali. “Peserta APEC itu rata-rata bawa pesawat jet pribadi. Bayangkan itu 3.000 pesawat, mau diparkir di mana? Memang ke depan kita memerlukan Bandara Buleleng,” ujar Pastika. Soal pengelolaannya Bandara Buleleng nanti, menurut Pastika, bisa patungan. Pemprov Bali dan Kabupaten/Kota se-Bali bisa patungan dan menjadi pemilik saham.

“Kalau benar anggarannya Rp 5,5 triliun, itu hanya setara denan APBD Bali setahun. Kita nanti punya Bandara Bali,” katanya. Gubernur Pastika pun mendesak Bupati Buleleng Agus Suradnyana untuk segera menetapkan lahan kawasan pembangunan bandara di Desa Sumberkima dalam status quo. Dengan status quo ini, tidak terjadi lagi transaksi jual beli tanah yang menyebabkan harga melambung, sehingga ke depan pembebasan lahan lebih mudah dilakukan. “Kalau tidak, nanti harga sesuka-sukanya dia, kan susah. Tapi, harus tahu juga ada undang-undang yang menyatakan untuk kepentingan umum, maka ganti rugi itu cukup dengan harga NJOP, karena pemerintah daerah yang wajib membebaskan tanah tersebut,” tandas Pastika. Menanggapi permintaan Gubernur Pastika, Bupati Agus Suradnyana harus didiskusikan dulu dengan DPRD Buleleng, karena saat ini masih sedang pembahasan Perda Rencana Tata Ruang Wilayah. "Selain itu, larangan zona kawasan yang tidak boleh diperjualbelikan untuk pembangunan bandara menyangkut kesepakatan dengan seluruh pemangku kepentingan, termasuk DPRD, notaris, camat, Badan Pertanahan Nasional, dan sebagainya," katanya. Paling tidak, dalam sepekan ke depan pihaknya sudah mengetahui hitungan kasar, berapa luasan dan detail kawasan di Desa Sumberkima yang akan menjadi titik pembangunan bandara.

Bupati Agus Suradnyana pun meminta Pemprov Bali mempercepat lelang untuk melakukan kajian lebih lanjut pembangunan bandara, dengan harapan dapat terealisasi secepatnya juga untuk memudahkan akses transportasi masyarakat. Bupati Agus Suradnyana juga menyatakan akan berkoordinasi dengan Dishub Bali untuk segera terjun ke Buleleng guna menentukan daerah mana saja yang terkena dampak pembangunan bandara. "Jika tanah provinsi yang dipakai pembangunan bandara, tentu akan lebih mudah. Tapi, tanah provinsi hanya sekitar 650 hektare, sehingga masih diperlukan 550 hektare lagi untuk pembangunan bandara dengan dua landasan pacu," ujarnya. Sementara itu, Dirjen Kebandarudaraan Kemenhub, Bambang Cahyono, menyatakan memang mendesak adanya bandara baru di Bali, mengingat Bandara Ngurah Rai sudah tidak mampu menampung tingkat kunjungan wisatawan yang semakin tinggi. Bambang mengingatkan agar ada kajian yang lebih komprehensif lagi terkait pembangunan bandara di Buleleng, termasuk siapa yang akan mendesain, soal pembebasan lahan, dan sebagainya. "Saran kami, kalau bisa yang mendesain Bandara Buleleng ya putra daerah Bali. Bandara Kuala Namu di Sumatra Utara itu sama sekali tidak memakai orang asing, semuanya didesain putra-putri bangsa. Saya kira di Bali banyak yang ahli Amdal, ahli sosial ekonomi, dan budaya," tandas Bambang. 



sumber : NusaBali
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Total Kunjungan


Visitors Today

Recent Post

Popular Posts

Berita Terkini

 
Support : Dre@ming Post | Dre@aming Group | I Wayan Arjawa, ST
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Bali - All Rights Reserved
Template Design by Dre@ming Post Published by Hot News Seventeen